Lima

2.1K 470 63
                                    

Tadinya Taeyong mau langsung balik villa begitu makan malam selesai. Namun, sekarang dia terjebak di kelab. Tawaran Suho mengurungkan niatan Taeyong pulang. Alih-alih menyendiri untuk mengerjakan lagu, Taeyong malah mengawasi gadis si gaun hijau di bangku dekat panggung sederhana untuk musisi kelab.

Jemari lentiknya menyentuh penyangga gelas, menarik, dan membawa tepian gelas ke bibir merahnya. Taeyong mengernyit heran, menyadari dirinya mengawasi wanita itu terlalu lama. Bahkan tak malu membalas tatapan sang dara saat dia mengangkat wajah dan menyadari bahwa sedari tadi dirinya tengah diawasi.

Jisoo menggulum senyum tipis, dan memiliki afeksi yang menyesatkan Taeyong seketika.

Taeyong menyukai gagasan tentang dirinya mendatangi bangku Jisoo, tetapi menyadari keberadaan Suho di samping, ia menggeleng tak menyetujui gagasan tersebut. Suho jelas tidak menyukai dia berada di sekitar saudaranya. Pria kaya ini akan menyingkirkan Taeyong dalam sekejap.

Belum pernah dia dilakukan sedemikian oleh saudara laki-laki wanita manapun. Mengidolakan bukan berarti rela menyerahkan sang adik kepada sang idola. Suho jelas bukan pria sejenis itu. Dia cerdik dan tajam saat menilai pergerakkan lawan.

Mencoba menghitung jumlah pria yang pernah mencoba mendekati Jisoo dan usaha keras Suho menentang usaha mereka, membuat tawa Taeyong meledak di keramain kelab. Orang mengira dia sinting karena tertawa tanpa sebab. Dia sendirian tertawa di antara pria-pria yang kini memandangnya aneh.

“Kurasa aku harus meninggalkan kalian,” kata Suho menepuk pundak Taeyong menyadarkan dia keberadaan bumi.

Taeyong menangkap punggung menjauh pria itu. Dia berpindah ke kerumunan tamu lain sesaat sebelum menghilang bersama pegawainya.

Setelah memastikan kepergian pria itu, Taeyong seharusnya percaya diri mendekati Jisoo. Wanita itu hanya duduk berdua bersama wanita asing. Andai dia mendekat, wanita lainnya akan mengerti dan pasti menyingkir dari sana sehingga membiarkan dia berdua bersama Jisoo.

Alih-alih beranjak, Taeyong malah bersandar di konter bar dengan mata mengawasi Jisoo.

“Dia melihatmu,” bisik Vivi mendekat padanya setelah Suho menghilang.

“Benarkah?”

“Kurasa ... dia mengodamu.”

Mata Taeyong menyipit memandangnya. Meksipun tahu Jisoo juga melihat ke arahnya, tetapi ... menggodanya? Hm, jelas bukan kesukaan peringai Jisoo. “Tidak,” jawabnya kemudian.

Vivi tertawa sarkas. “Yang benar saja!” Nada suaranya turun satu oktaf, dalam dan penuh penilaian. “Dia menggodamu, aku bersumpah.”

“Aku yang menggodanya,” balasnya bersikap defensif. “Kau paham peringaiku.”

Tidak, oke, dia memang paham tapi berlagak tak paham.

“Kau cemburu,” goda Taeyong mengerlingkan mata pada Vivi, “santailah sedikit.”

Vivi tidak mengelak ataupun membela diri. Dia berkata, “Tujuanmu kemari untuk lagu-lagumu bukan mencari perempuan.”

“Kurasa keduanya tidaklah buruk.”

Bola mata wanita bertubuh mungil, berambut pink itu membulat sempurna. Dia manis.

Taeyong terkekeh kecil sembari melayangkan satu tangan di pundak kecil Vivi. “Kau perempuan pertamaku. Jadi, tak masalah keduanya.”

“Kau selalu tahu kalau dirimu itu brengsek.” Vivi menyingkirkan tangan Taeyong dari pundaknya. Wanita itu berjalan melewati lantai dansa, seperti gadis kecil menyebrangi jalan raya saja.

Cara | Taesoo [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang