Dua puluh tujuh

1.3K 246 60
                                    

Jisoo tak begitu mengingat sebagian detail ceritanya, hanya beberapa kilasan yang diingat. Dimulai Mark mencengkram tangannya kuat-kuat hingga mengakibatkan luka sayatan di tangannya semakin nyeri dan mengeluarkan darah. Mark membentak-bentak, Jisoo berusaha menolak dengan berteriak yang menyebabkan dirinya mendapatkan suntikan. Mata dan kepalanya seketika menjadi berat, Jisoo mati-matian berjuang mempertahankan kesadarannya.

Di atas kesadaran yang mengawang, Jisoo dapat melihat seekor anjing besar terduduk di lantai. Anjing itu menatapnya dengan tatapan iba—setidaknya hewan memiliki rasa empati kepadanya daripada manusia itu sendiri. Namun, kengerian segera menyentak kesadarannya. Jisoo memberontak, lumayan menyebabkan Mark tersandung sebuah meja, dan begitu terlepas dia mencoba melarikan diri. Akan tetapi, Mark mencengkram kakinya sehingga dia terjatuh secara mengenaskan. Mark menarik Jisoo yang masih mencoba melawan dengan usaha sia-sia karena pria itu lebih perkasa ketimbang dia.

Pria itu menindih Jisoo, menahan segala aksinya disertai seringai menyeramkan. Jisoo menangis ketakutan, memohon-mohon supaya Mark mau melepaskannya. Dia cuma tertawa dan membentak, “Dasar bodoh!” Kemudian merobek kaus Jisoo sambil lalu memanggil sang anjing.

Lambat laun efek dari suntikan terasa membakar dirinya. Jisoo tak begitu tahu detailnya, sebagian dirinya mengingat beberapa kejadian sebelum sesuatu mengubah dirinya menjadi manusia kotor—lebih daripada itu, mengerikan. Anjing itu masih terduduk memandangnya iba, tetapi tak berbuat apa-apa seolah menunggu sang majikan memberinya perintah. Jisoo membara berteriak dalam gelora api yang membakar dirinya; Mark masih mengunting-gunting kausnya membabi buta.

Kemudian seseorang menorobos masuk, barangkali bukan seorang, ada lebih sekiranya tiga atau empat—entahlah, Jisoo tak melihat dengan jelas. Orang-orang itu mengejutkan Mark sebelum sesuatu terjadi di antara mereka, Jisoo merasakan sesuatu yang tajam menusuk, mengoyak isi perutnya, disertai suara tembak dan Mark ambruk dari tubuhnya.

Jisoo tak dapat memilih antara sakit akibat panas yang membara atau sakit yang menyebabkan dirinya kesulitan bernapas. Keduanya menyiksa dirinya, hingga pada akhirnya Jisoo melihat dengan jelas wajah sang ibu. Wanita itu tersenyum padanya, mengulurkan tangan yang langsung Jisoo sambut dengan tangis dan pelukan hangat.

Samar-samar teriakan seseorang teredam. Hanya tersisakan dia bersama ibu di tempat aman nan hangat dalam pelukan kasih sayang ibunya. Jisoo tak dapat berhenti menangis, sementara ibu menenangkan dirinya lewat belaian dan rengkuhannya.

Apa aku di Surga, Ma?

Bukan, Cara.

Rengkuhan Jisoo semakin erat, enggan melepaskan sang ibu. Belaian ibu semakin menenangkan dirinya. Kehangatan inilah yang selalu dirindukan oleh dirinya. Sejak kematian ibu, Jisoo selalu mendambakan kasih sayang sang ibu. Kadangkala, dia bergelung seorang diri di kamar menangis sembari memeluk sweeter bermotif floral kesukaan ibu. Ayah dan kakaknya barangkali tak tahu bahwa dia selama ini acap kali merindukan sang ibu.

Namun, sekarang dia tak perlu lagi bersembunyi dan menangis karena merindukan ibunya. Mereka sudah bersama lagi setelah sekian lama tak berjumpa. Jisoo lega rasanya bertemu ibu dan merasakan lagi hangat akan kasih sayangnya. Kehangatan inilah yang tak pernah lekang oleh waktu. Sesuatu yang tak pernah tergantikan oleh siapapun.

...

“Hmm ... hai?”

Sorak gembira langsung menyambut sapaan yang terdengar canggung tersebut. Ribuan penggemar berkumpul di dalam stadiun olahraga yang telah diubah sedemikian apik menjadi tempat konser tunggal maha besar. Konser pertama setelah dua bulan dia bergelung dari kehidupan. Berkat bujuk rayu oleh teman-teman dan orang terdekatnya, dia pun memberanikan diri untuk tampil di hadapan jutaan penggemar, baik yang datang langsung maupun menyaksikan lewat layar ponsel, karena konser ini disiarkan langsung di beberapa channel.

Cara | Taesoo [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang