Tiga belas

1.7K 357 63
                                    

Taeyong meninggalkan Ma Charie sejak pagi tadi. Kepulangannya mendadak, Jisoo nyaris tidak tahu apabila wanita itu tidak mendengar berita kepulangannya dari salah satu pegawai kakaknya.

Niatan membantu bagian florist, ia lupakan lantaran fokus mengayuh sepeda menuju bandara. Agak marah sebenarnya karena Taeyong pulang tanpa berniat pamit padanya. Kendatipun pria itu sudah pamit kemarin, seenggaknya pamitlah sebelum pergi, bukan membiarkan dia tahu kabar pulangnya dari obrolan pegawai.

Begitu di bandara, Jisoo mau sekali melayangkan amarah. Alih-alih marah, ia malah memeluk pria itu; melepas kerinduan yang akan segera menjadi temannya. Di sela pelukan perpisahan mereka, Taeyong berjanji akan mengabari begitu sampai kota; serta merta berjanji akan kembali secepatnya.

Mereka bagaikan sepasang kekasih yang sudah lama merajut romansa. Berat sekali untu berpisah. Padahal hubungan mereka belum ada seminggu. Itupun berkat ketertarikan satu sama lain. Hendak menolak, tetapi hasrat untuk mendekat sangatlah luas dan ketara.

Berterima kasihlah mereka kepada sang Cupid yang berkenan melepas anak panah untuk mereka. Bukankah demikian serupa dengan kisah Hades dan Persephone? Hades langsung tertarik pada putri Dementer semenjak Cupid melepas anak panahnya.

Usai kepergian pria itu, Jisoo senantiasa menunggu kabar darinya. Kerap menatap ponsel berlama-lama sembari mengigit bibir atau meremas tangan bersamaan. Muncullah kebiasaannya itu. Sikapnya bagaikan seekor anak kucing tengah menunggu sang induk memberi makan.

Jisoo nyaris menjatuhkan laptop di pangkuan saat ponselnya berdering. Taeyong menghubunginya; dia senang. Akan tetapi, nada suara pria itu yang senduh meluruhkan kesenangannya dalam sekejap.

Aku mesti melakukan jumpa pers dalam kurung waktu tiga hari. Demi karir band-ku, sekalipun aku malas melakukannya. Semua terjadi begitu saja. Manajer dan agensi tak bisa berbuat apa-apa, semua bukti ada, Dowoon tak bisa berdalih lagi karena dia memang salah.”

Kendati demikian, bukan kabar itu yang membuat Taeyong terus mendesah dan mengeluarkan nada kecewa. Gerak-gerik pria di sana menyiratkan kegelisahan yang tak terbendung. Jisoo turut prihatin. Di kepalanya seolah tersetel roll film yang menampilkan sosok nelangsa, terduduk gelisah di sofanya. Jisoo dapat mengenali sosok di kepalanya.

Pria itu jelas Taeyong.

Dua minggu sangatlah lama. Untuk meredamkan berita, kami terpaksa mempercepat comeback. Aku sekarang berada di studio, membuat lagu secepat yang kubisa. Setibanya kami, manajer langsung membawaku ke studio, alih-alih mengantar pulang dan menyuruhku istirahat. Sementara tiga hari nanti kami melakukan jumpa pers untuk mengalihkan wartawan dengan berita comeback, lalu dua hari setelahnya mengadakan konser sederhana. Demi pengalihan! Sehari berikutnya aku harus tampil di MTV. Disamping membuat musik tentunya, aku harus fokus selama dua minggu.

Sebelum kau bertanya-tanya ke mana aku dua minggu itu, aku memberitahumu dari sekarang karena tak mau membuatmu kecewa, apalagi sampai berpaling. Tidak, Jisoo! Kumohon, jangan berpaling saat aku tidak menghubungimu dua minggu nanti. Aku bisa mati.”

Jisoo menggulum bibir. Senang mendengar pengakuannya. Lalu sebagian dari pernyataan pria itu ada benarnya. Jika Taeyong tidak memberitahu sekarang, alasan di balik hilangnya komunikasi mereka dua minggu nanti, Jisoo pasti akan membuat tuduhan dan berpaling dari pria itu secepatnya.

Wanita mana yang rela ditinggal saat mereka baru akan memulai hubungan?

Aku sudah merindukan kehadiranmu sejak di pesawat. Kau pakai dress apa?”

Matanya melirik dress terusan berwarna merah gelap. Dia kelihatan seksi dengan dress-nya. Sangat bukan Jisoo sekali. Alasan memakai dress ini pun karena Jisoo sedang memikirkan Taeyong dan menanti panggilannya. Lucu bukan?

Cara | Taesoo [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang