Enam

2K 470 43
                                    

Setengah frustasi ia mencoret bagian lirik tak penting yang tertulis di kertas. Taeyong mengerang, setengah bergumam, dan mengumpat tatkala mendapati dirinya terjebak pada fase sama: dilema dan tak tahu harus menulis apa lagi.

Berjam-jam duduk sambil memetik senar gitar, tetap saja ia tak membuahkan nada yang menyenangkan. Nada-nada yang dimainkan terasa sunyi tanpa jiwa. Taeyong merasakan kehampaan tersebut sejak ia memutuskan akan menggarap album terbaru.

Belakangan ini ide menulisnya hampa. Dibandingkan saat pertama kali terjun ke dunia musik, saat-saat inilah yang paling menyulitkan dirinya. Kesibukkan bernyanyi dari panggung ke panggung tanpa non-stop, membuat seni bermusiknya tertidur lama.

Ia lupa, hidup di Ma Charie sama saja terjebak di peradaban purba kala. Tanpa ponsel, MacBook, ataupun teknologi canggih lainnya, selain gitar yang setia bersama Taeyong sejak pendaratan ke pulau. Sekarang ia semakin kesulitan untuk menemukan nadanya.

Taeyong membuang napas lelah,sembari menatap laut biru terbentang luas memenuhi kedua bola matanya. Sebait lirik terlintas di kepala. Ia pun tak mau menyia-yiakan hal tersebut, dan langsung menuliskan apa yang sedang dipikirkan olehnya.

Masih tersisa 12 hari dari sekarang. Taeyong percaya ia pasti dapat menyelesaikan lagu segera mungkin. Hanya saja dia belum melihat-lihat Ma Charie secara luas. Mungkin berkeliling adalah pilihan terbaik. Serta berharap saat berkeliling, ia menemukan tempat terbaik untuk menulis. Tempat sunyi, tenang, dan penuh ide.

Taeyong sudah melewatkan sarapan. Pagi-pagi sekali dia meninggalkan villa, membawa serta gitar dan buku catatan kecil. Kini ia beranjak dari pasir pantai, tiga jam duduk di sana tanpa mendapatkan apa pun, sekarang ia meninggalkan tempat itu. Berjalan tanpa tahu tujuan, ia asal mengikuti bibir pantai sampai Taeyong mendapatkan apa yang diinginkan.

Tak banyak orang yang ia temui di sekitar sini. Semakin berjalan mengikuti bibir pantai, semakin menjauh villa-villa yang berdiri kokoh di sebrang laut. Taeyong mengangkat bahu tak peduli, toh, ingatan dia baik-baik saja sehingga tidak perlu meragukan perjalanan jauhnya dari villa. Tersesat pun dia yakin akan menemukan jalan pulang.

Indra pendengarnya hanya menangkap sinyal-sinyal kehidupan alam, bukan kehidupan manusia. Beberapa meter dari tempatnya berdiri sekarang, ia melihat bebatuan besar berdiri kokoh di tepi pantai menjulang ke arah air laut. Terbesit di kepala untuk menjajakan kaki di atas sana, berharap mendapatkan ide dan kenyamanan menulis.

Ia segera bergegas berjalan cepat mendekati tempat tersebut. Taeyong tak perlu repot berpindah dari bawah ke atas, baginya naik sangatlah mudah, ia hanya tinggal melompat dan berhasil menjajakan kaki di atas bebatuan besar.

Samudra langsung menyambut kedatangannya. Bibirnya menggulum bangga dengan hasil temuan hari ini. Taeyong sering bertandang ke segala laut di negara mana pun, tetapi Ma Charie memiliki lautan yang sangat indah. Ketara sekali lautan ini belum tercemari—oh, Suho berhasil memanfaatkan keindahan lautan Selatan dan menjaga kehidupan ekosistem dengan baik tanpa dirusak ataupun dicemari. Meskipun memiliki kehidupan yang kerap berganti tiap harinya, Suho serius menjaga alam yang mengelilingi resortnya. Cara berpikir pria kaya itu patut diacungi jempol.

“Seseorang berhasil menemukan tempatku.” Suara husky milik seorang wanita menginstrupsi lamunannya. Tanpa berbalik untuk melihat siapa pemilik suara tersebut, Taeyong dengan percaya diri sudah mencetuskan satu nama di kepalanya.

“Kau tak punya satu pun celana?” Alih-alih menyapa, ia malah melayangkan pertanyaan tentang celana. Taeyong penasaran, sejak pertama bertemu, wanita itu selalu memakai dress. Belum pernah ia melihat kaki jenjangnya terbungkus oleh jins atau kain lain selain dress.

Cara | Taesoo [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang