Jisoo bukanlah pengantar surat, tetapi biasanya ia menggantikan petugas pengantar surat setiap hari Minggu. Dengan bersepeda melewati jembatan penghubung villa-villa yang berdiri kokoh di atas air laut.
Gaunnya menari di udara saat kaki mengayuh, surai Jisoo yang panjang pun ikut menari-nari. Bersama topi pantai bulat mencegah terik matahari menyilaukan mata. Senyum di bibir mengembang seluas samudra. Menyambut gembira sapaan penghuni villa; pun menyapa mereka kala berhenti di setiap kamar yang mendapatkan surat.
Kamar per kamar ia sabangi tanpa bosan. Jisoo suka hari Minggu; pun suka mengantarkan surat pada hari ini. Sesekali bercengkrama dengan tamu sebelum lanjut mengantar surat ke kamar lain.
Sepeda ia tuntun, dengan mata berkeliling melihat pemandangan indah di depan mata. Mahakarya sang kakak sangat luar biasa. Merubah sebuah pulau menjadi tempat liburan terelit. Yang mana kerap membuat decak kagum keluar dari mulut para tamu. Belasan tahun tinggal di sini, tak gentar Jisoo tanpa bosan memuji keindahan pulau. Setiap hari pujian selalu ia sematkan untuk sang pulau.
Adiwarna sekali pulaunya.
“Ngomong-ngomong, jangan melamun saat berjalan di atas jembatan. Kau bisa terjatuh.” Teguran yang nyaris membuatnya menubruk pria itu.
Jisoo bersyukur sepeda tak jadi menubruk Doyoung. Kalaupun terjadi, pria itu bisa jatuh dan terluka. Lalu ia akan merasa bersalah padanya.
“Membuatmu terkejut?” tanya pria itu, tersenyum jahil.
Doyoung meletakkan tangan di atas ranjang sepeda Jisoo. Ia memandang isi ranjang, mengamati satu per satu surat, membaca nama dan alamat yang tertulis. “Kau mengantar semua surat ini?”
“Ya. Kenapa?”
“Ada surat untukku?” tanyanya.
Bola mata Jisoo berputar sekali. “Kau tinggal di sini belum ada dua puluh empat jam.” Lalu menambahi, “Aku mengingatkanmu. Barangkali lupa.”
Senyuman pria itu naik semakin tinggi hingga membuat matanya tampak segaris. “Cerdas!” Hanya itu balasan darinya dan Jisoo cuma membalas senyum tipis.
“Mau kubantu?”
“Tidak!” Ia langsung menahan tangan Doyoung yang hendak memunggut surat-surat. “Ini tugasku, Doyoung. Kau seorang tamu dan tidak layak melakukan tugas ini.”
“Membantumu tidak layak?” Nada suaranya terdengar pedih, seolah-olah Jisoo telah menyakiti hati dermawan pria kaya ini. Ya Tuhan, Jisoo lupa kalau Doyoung si kaya yang dermawan! Tentu saja dia rela membantu tanpa pamrih.
“Semua orang layak dibantu, dan kurasa ... aku pengecualian. Saat ini saja, ngomong-ngomong.” Sambil memberi senyuman terbaiknya, ia memundurkan sepeda dan membelokkan melewati Doyoung.
Namun, sepertinya Doyoung tidak senang ditinggalkan. Buktinya ia ikut berjalan menyamping sebelah Jisoo.
Jisoo tak membantah. Dibiarkan saja pria ini menemani selagi tidak merusuh membantu. Syukurnya dia tidak melakukan itu. Doyoung diam saja ketika Jisoo mengantarkan surat ke penerima. Malah senantiasa menunggu di samping sepeda, sembari mengantikan posisi Jisoo menuntun sepeda.
Di jalan pun mereka tak banyak berbincang, sekadar keluar tanya-jawab yang bersifat umum. Akan tetapi, ada beberapa hal membuat Jisoo jadi penasaran. Doyoung tahu sesuatu tentang dirinya.
Seperti ....
“Mereka memanggilmu cara, tapi aku suka memanggilmu bella.” Cara panggilan Jisoo dari orang rumah, jarang orang tahu panggilannya, selain orang rumah dan pegawai-sekarang ditambah Doyoung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cara | Taesoo [✔]
FanfictionMr. Rockstar, begitulah nama bekennya, dengan mudahnya mendapatkan yang terbaik. Dia tidak pernah menginginkan sesuatu yang besar saat menginginkan Miss. Island. Hanya saja, ada orang lain yang menghalangi mereka dan menginginkan Miss. Island untuk...