Sembilan belas

1.5K 308 35
                                    

Taeyong bertamu tepat sepuluh menit setelah Doyoung terbangun dan meminta Jisoo supaya menghubungi Johnny supaya segera datang ke penthouse. Disamping menghubungi Johnny, dia pun berganti pakaian dari kaus dan celana jins, kini berubah mengenakan gaun terusan warna merah, lalu keluar cepat saat mendengar bel pertanda tamu spesial sudah tiba.

"Hai!" sapanya riang saat membuka pintu lebar-lebar.

Taeyong langsung tersentak kaget karena kebetulan dia sedang membenarkan letak kacamatanya. "Oh, ha-demi Venus, kau sempurna!" decaknya, terkagum-kagum akan kecantikan wanita di hadapannya dengan gaun terusan merah yang sempurna membungkus tubuhnya.

"Kau seperti ...," ungkap Jisoo mengantung, sambil memandang heran Taeyong.

"Ya, aku tahu seperti apa." Lantas masuk dan menurunkan masker; pun topi bisbolnya. "Kau sendirian?" Sebelum Jisoo menjawab, Taeyong dengan cepat memberinya kecupan ringan tepat di bibirnya. "Nyaris kelupaan." Ucapannya memotong sebelum suara keluar dari mulut Jisoo.

Alis Jisoo menukik sempurna, sudut matanya mengikuti gerakan tangan kanan Taeyong yang ternyata menyembunyikan sebuah bunga mawar merah di balik pungung. Bunga itu indah, berjumlah banyak, dan wangi. Baunya mulai tercium oleh indra penciumannya. "Untukmu, Cara."

Jisoo dengan senang hati menerimanya. "Terim-" lidahnya terhenti di ujung bibir, "kau memanggilku, Cara?"

"Ah, soal itu, ayahmu," jawabnya terdengar santai.

"Ayahku?"

"Iya, Seunghyun, ayahmu. Dia memberitahuku."

Alisnya kian menukik dengan tajam. Menatap Taeyong tidak mengerti.

Seolah memahami ekspresi bertanya di wajahnya, Taeyong menggulum senyum sembari meletakkan tangan di balik punggung Jisoo. "Bukan apa-apa. Tak perlu mencemaskan kami."

"Dia akan memukulmu. Asal kau tahu!" protes wanita di pelukannya.

Tawa melolong pelan dari bibir pria ini. "Aku tahu."

"Dia memberitahumu?"

"Tepatnya ke ayahku," koreksinya disertai senyum menawannya, "lalu ke aku. Yeah, begitulah, dua pria tua mengancam akan mencekik leher dan memukul kepalaku."

"Baga-"

"Ayahmu dan ayahku sudah berteman sejak lama," lalu melanjutkan, "jangan khawatir, ibuku akan membelaku, seenggaknya untuk sekarang. Terkadang ... pikiran wanita cantik itu berubah-ubah tergantung situasi."

"Situasi kita baik-baik, kurasa."

"Ya, kau benar." Entah mengapa, Jisoo meragukan ucapan Taeyong barusan. Merasakan nada suara pria ini terselipkan ketidakpastian hingga dia mengeluarkan hela napas yang tidak menyenangkan. Untuk sesaat kehangatan mereka terselimuti oleh kemuraman.

Jisoo berdehem berusaha mengalihkan hal itu. "Kau seperti seorang pencuri," ujarnya, memandang skeptis penampilan serba tertutup Taeyong. Benar-benar tertutup dari atas sampai bawah, membuat dirinya tidak mudah dikenali oleh orang.

"Untuk mengelabui wartawan," jawabnya sambil mengangkat bahu tak peduli akan penampilannya. Toh, di balik masker hitam, topi bisbol, dan kacamata hitamnya ini tersimpan sosok rupawan yang dicintai banyak orang. "Kau sendirian?"

Jisoo menggeleng, lalu teringatkan sosok pemilik rumah. "Bersama Doyoung." Kemudian mengingatkan dia tentang pria yang ditemuinya di Ma Charie karena kelihatan Taeyong samar-samar lupa sosok Doyoung.

"Si pria dermawan. Di mana dia?"

"Sedang tidur."

Kerutan di dahi Taeyong menjelaskan kalau dia menantikan jawaban lebih dari sekadar "tidur".

Cara | Taesoo [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang