Dua puluh lima

1.1K 248 63
                                    

Kalau nggak tega skip aja, end, gausah dibaca. Beres 🤘

Pergelangan tangan dan kaki Jisoo nyeri, kepalanya yang berkabut sekarang penuh warna-warni walau masih pusing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pergelangan tangan dan kaki Jisoo nyeri, kepalanya yang berkabut sekarang penuh warna-warni walau masih pusing. Dia memaksa membuka lebar bola mata, indra pendengarnya mulai menangkap suara, dan samar-samar melihat sebuah rekaman dimainkan di depan mata. Bukan lagi di TV, melainkan di dinding putih terbentang luas bagaikan bioskop mini.

Jisoo tersentak seketika tersadar bahwa dirinya duduk di kursi dengan tangan dan kaki terikat. Pandangan layar yang dipenuhi dirinya dan Doyoung membuat matanya memanas. Lantas berpaling, enggan melihat rekaman itu, tetapi suara yang merebak mengusik atensinya.

Seseorang berdiam di belakangnya, Jisoo merasakan tarikan napas di dekat lehernya. Orang itu sangat dekat dengan dirinya, bahkan tangannya bertengker di bahu kanan Jisoo. Tarikan napas yang dingin, menggelitiki ketakutan Jisoo agar segera menjauh dari pria ini. Karena terikat, dia tidak dapat kabur, hanya sanggup berharap terselamatkan dan kemungkinan dirinya selamat sangatlah kecil.

“Ekspresimu sangat menggairahkan.”

“Ma-mark?”

Namun, pria itu mengabaikan dirinya. “Kalian pasti terpuaskan.” Dirasanya sebuah seringai tersungging di wajah pria itu. Jisoo tak bisa melihat, tetapi dapat merasakan bahwa pria ini sedang menyeringai. Punggungnya seketika menegang saat jari-jari pria itu menelusuri lehernya.

“Harusnya dia lebih memuaskanmu.” Suaranya dalam dan mengerikan. Mulut Jisoo terbungkam, sebuah suara yang merengek di kepalanya mengatakan supaya diam saja. Ya Tuhan, dia ketakutan sekali. Menyadari seberapa mengancamnya pria ini, membuat dirinya semakin was-was.

Dia menangis ketakutan. Sejujurnya, merasa dikecewakan oleh seseorang yang dirasa akan menjaganya ternyata orang itu berniat menyakitinya. Mungkin lebih dari sekadar menyakiti. Dari sikap dan perbuatannya yang disadari Jisoo sekarang, dia tidak ingin Jisoo berakhir bahagia. Atau lebih menyedihkan lagi, dia ingin Jisoo mati.

Disamping rasa takut yang menerornya, Jisoo menolak melihat rekaman itu. Harga dirinya terinjak-injak tak termaafkan, ingatannya pun teracuni oleh peristiwa tersebut. Jisoo sendiri tak yakin, apakah dirinya bisa melupakan peristiwa itu apabila terselamatkan atau akankah dirinya terhantui seumur hidup.

“Tidak asyik. Kau menangis sebelum kumainkan,” bisiknya mengancam.

Jisoo mengeleng memohon. “K-kau harusnya menjagaku.”

“Bah!” Mark mencengkram leher Jisoo, menyentak kepalanya ke belakang sangat kasar. “Sebelum tahu kau kekasihnya!” Lalu mendorongnya keras yang nyaris membuat Jisoo jatuh ke depan. Mark menyelamatkannya semata-mata tak ingin bonekanya jatuh sebelum dimainkan.

“Dengar Jisoo ...,” kepalanya kembali ditarik belakang, kini Jisoo dapat melihat ekspresi Mark yang tampak berang, “kau membuatku marah.”

Jisoo menelan saliva dalam-dalam. Memang benar dia sedang dalam bahaya dan nyawanya terancam. Apabila dia nekat melakukan sesuatu, barangkali Mark akan menghabisinya tanpa segan-segan. Semua tampak jelas lewat sorotan mata Mark yang mengatakan kalau pria itu lebih berani melakukan sesuatu yang berbahaya. Namun, Jisoo menyadari akan sesuatu. “Kau suka Taeyong.” Setengah berani melontarkan pernyataan demikian yang kemudian dibalas oleh tawa sarkas Mark.

Cara | Taesoo [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang