Perasaan Jisoo hari ini membaik. Sebelumnya perasaan dia tak buruk, hanya saja ia merasa hari ini better than before. Menghabiskan sedikit waktu dan tertawa berdua bersama salah satu tamu, membuat pundaknya ringan; begitu pun dengan langkah kakinya menjajakan rumah.
Gaunnya menari di udara, mengikuti tiap langkah gembira sang dara, dan senandung cerianya. Berbicara soal gaun ... ia teringat percakapan mereka tentang jins. Taeyong benar tentang dirinya yang tak pernah menjajal jins. Barang sekalipun ia belum pernah. Lucu, bukan?
Percayalah, isi lemarinya penuh dengan dress pantai. Satu pun celana berbahan jins menggantung atau terlipat rapi di dalam tumpukan pakaian tak ada. Jisoo belum pernah menjajal jins. Bukan berarti dia tak tahu apa itu jins, jelas dia tahu sejenis pakaian apa itu. TV sering menanyakan acara fashion dan Jisoo kerap melihat beberapa artis memamerkan bentuk lekuk kaki dalam balutan celana jins.
Ada kala ia menginginkan jins, ingin juga kakinya dibungkus oleh celana jins selain dress sehingga menutupi kaki yang seringkali tereksposes. Sayangnya, belanja celana tak segampang itu. Celana seolah dilarang menghuni salah satu lemarinya. Setiap keluar pulau sekadar menemani sang kakak berbelanja keperluan resort, Jisoo beberapa kali pernah minta dibelikan celana jins, tetapi Suho berkata kalau celana jins tidak cocok di pulau.
Jisoo hanya bisa menatap deretan celana jins dengan prihatin. Mengubur dalam-dalam keinginan memiliki hingga detik ini, tiba-tiba ia ingin memiliki satu celana jins. Sekarang ia sedang berpikir, cara mendapatkan celana sementara dia tinggal di pulau, jauh dari kehidupan pusat belanja. Kepalanya terpikirkan pusat belanja online. Namun, teringat biaya kemari sangatlah mahal, meskipun mengantar satu barang tetap saja harganya tak sebanding dengan perjalanan kemari.
Putus asa, ia lantas memutuskan untuk berhenti berharap mempunyai celana. Dress pakaian terbaik di pulau bukan celana jins, putusnya kemudian.
“Seseorang membuat putri ayah cemberut. Kenapa?”
“Ayah?”
Tubuhnya berbalik cepat, atensi Jisoo langsung terpusatkan pada pria paruh baya yang bersandar di pintu kamar. Seunghyun memang berkepala empat, tetapi rupa pria tua itu masih terlihat menawan dan mempesona. Tak ada kerutan di wajah tampannya, malah semakin tua ia semakin rupawan. Bukannya menimbung lemak di sekitar pinggang, Seunghyun makin bertubuh kekar dan otot-otot di badan tak perlu diragukan.
Pria itu kerap menghabiskan berjam-jam di Gym. Setiap pagi dan sore berolahraga, bahkan mengalahkan jam olahraga anak sulungnya: Suho. Biarpun Suho tidak memiliki tubuh kekar seperti sang ayah, pria itu tetap menjaga bentuk badannya agar tetap perkasa agar tidak menimbun lemak di sekitar pinggang.
“Kapan pulang?” tanya Jisoo setelah memeluk sang ayah dan kini bergelantung manja di sampingnya.
“Dua puluh menit lalu.”
Seunghyun baru kembali dari perjalanan bisnis di Eropa. Hampir satu bulan ayah anak dua itu tinggal di benua terkecil kedua setelah Australia.
“Kukira pulang bulan depan.”
Seunghyun mengusap pundak putrinya. “Bulan depan terlalu lama, Jisoo. Ayah rindu Ma Charie.”
“Tidak denganku?”
“Putri ayah adalah kerinduan terbesar,” ucapnya kemudian merangkul tubuh mungil sang putri kepelukan.
Tak heran kalau ayahnya kerap membuat wanita menoleh lebih lima kali dan membuat hati lelaki patah karena pasangan mereka tergoda olehnya. Hello, dia Seunghyun, duda terkaya yang pernah masuk Majalah Forbes. Kemungkinan Suho akan mengikuti jejak Seunghyun.
...
Saat Jisoo masuk restaurant bersama Seunghyun merangkul pinggangnya, puluhan pasang mata terang-terangan menatap mereka. Rombongan wanita, istri gubernur dan rekannya, saling berbisik, dengan tak tahu malu menatap pria yang kini menggandeng putrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cara | Taesoo [✔]
FanfictionMr. Rockstar, begitulah nama bekennya, dengan mudahnya mendapatkan yang terbaik. Dia tidak pernah menginginkan sesuatu yang besar saat menginginkan Miss. Island. Hanya saja, ada orang lain yang menghalangi mereka dan menginginkan Miss. Island untuk...