Dua puluh satu

1.3K 274 49
                                    

Malam itu, Jisoo terbangun dengan perasaan aneh. Sekujur tubuhnya terasa remuk, kepala pening, mata berkunang-kunang, dan bagian parahnya adalah perutnya terasa melilit, menyakitkan. Seolah ada kaki-kaki raksasa menginjak-injak perutnya. Bergerak barang sedikit pun tak mampu. Alhasil, dia terkapar dengan kepala pening yang menyebalkan. Merebut seluruh energinya agar terkapar tak berdaya.

Kamar gelap sekali. Jisoo merasa agak aneh dengan hal ini. Tiba-tiba terbangun dengan kondisi tak nyaman, padahal dia yakin bahwa sepagi tadi dia sedang berada di luar. Lantas mengapa dia terkapar di kamar? Hari pun telah berganti ke malam. Dia menduganya setelah melihat arah jarum pendek jam yang terduduk di atas nakas samping ranjang.

Jisoo mengerjapkan mata berusaha mempusatkan pikiran dan pandangan ke sesuatu, entah apa pun supaya dia bisa melupakan denyutan di kepala dan sekujur tubuh yang terasa kaku. Tahu-tahu dia menangis. Sakit yang dialami luar biasa membunuhnya perlahan-lahan. Seolah dirinya dijatuhi berton-ton benda baja, sampai-sampai tubuhnya remuk tak dapat digerakkan. Sesak bagian dada, tak separah nyeri bagian perutnya.

Jisoo memandang ke arah meja di balik mata basahnya. Dengan enggan meraih ponsel yang tergelatak, bibir tergigit kuat-kuat, lantas ekspresinya mendung sekaligus bingung. Taeyong sudah 50 kali menghubunginya sejak ... sejak siang lalu.

Wanita itu mulai kebingungan. Apa pula sebab Taeyong menghubunginya segila ini? Mengapa pula Jisoo tidak mendengar panggilannya? Bukankah ponselnya memiliki nada dering? Jisoo bukan orang yang senang mengabaikan panggilan dari seseorang, dia selalu—pasti—menerima panggilan dari siapa pun karena itulah perkejaan dia di Ma Charie. Mengabaikan panggilan Taeyong bukanlah pekerjaan yang diinginkan. Dia pasti—akan—segera menerima panggilan pria itu dengan senang hati.

Kini dia bertanya-tanya, alasan dia terbangun dengan perasaan kacau dengan sekujur tubuh remuk sampai-sampai dia menangis dan ingin meledak bersamaan juga, dan alasan mengapa dia mengabaikan panggilan Taeyong.

Ada sesuatu yang hilang dalam dirinya. Entah apa itu, yang pasti Jisoo tidak begitu mengingat. Semakin mencoba menganalisa keadaan, semakin membuat kepalanya penting dan dadanya sesak. Dia sedang mengalami kepedihan yang begitu menyakitkan. Sesuatu yang membuat dirinya merasa tak sempurna lagi.

...


“Jadi, dia kekasihmu?” tanya Kun.

“Bukankah sudah kukatakan padamu hari itu?” Ken menyeringai sambil memukul dada Kun penuh kemenangan. Entah mengapa, Kun melihatkan ekspresi sebal. Barangkali karena dia kalah taruhan dengan Ken.
Dua hari lalu, saat Taeyong mengusir mereka dari studio, mereka sepakat untuk bertaruh kalau wanita yang bersama Taeyong adalah kekasihnya. Ken memilih iya, sementara Kun memilih bukan. Menurutnya, sangat tidak mungkin Taeyong memiliki satu kekasih. Apalagi teman se-band-nya itu sudah terkenal dengan julukan si pria dengan wanita banyak. Alih-alih mempercayai Taeyong memiliki satu kekasih, Kun lebih mempercayai kalau dia memiliki lebih dari satu seorang kekasih.

Dia kalah—oke—Ken akan mengambil alih posisinya untuk satu panggung nanti. Bukan masalah besar. Namun, Kun bukanlah orang yang senang memainkan gitar. Meskipun gitar dan bass serupa begitupula dengan cara bermainnya, tetap saja gitar bukanlah keahliannya. Kun lebih senang memainkan bass karena sudah nalurinya sebagai pemain bass.

Perdebatan kedua anggotanya tak begitu dihiraukan oleh Taeyong. Atensinya hanya terpusatkan pada ponselnya. Dia sedang memikirkan banyak hal yang kalau dirangkum akan menjadi satu pertanyaan, “Jisoo ke mana?” Barangkali begitulah.

Rasa khawatirnya membumbung tinggi semenjak wanitanya sulit dihubungi. Seharusnya mereka pergi berlibur—perjalanan tiga hari dengan van kemah—begitu konferensi pers selesai. Taeyong sudah mengakhiri konferensi pers siang lalu tanpa mengungkit siapa itu Jisoo ataupun Mark. Dia bersama manajer hanya mengatakan kalau kejadian itu kesalahpahaman, lalu mengalihkan berita dengan kabar album terbaru. Awalnya repot, mengingat wartawan begitu haus akan berita, tetapi semua berjalan lancar berkat Baekho.

Cara | Taesoo [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang