Twenty Two

4.2K 402 31
                                    

Terdengar suara monitor yang menunjukkan detak jantung Lisa terdengar begitu nyaring di ruangan ini. Pasalnya, tak ada siapapun. Hanya mamanya yang terduduk di samping ranjangnya dengan air matanya jatuh berkali-kali. Ia menyesali perbuatannya selama ini.

Menyakiti hati Lisa putri kecilnya tanpa mempedulikan perasaannya. Ia bahkan tak bisa membayangkan bagaimana rapuhnya Lisa saat ia hina seperti itu. Ia tak sanggup membayangkan kenyataan buruk yang telah ia torehkan kepada hidup Lisa.

"Sayang, mama minta maaf mama salah. Seharusnya mama dengerin penjelasan kamu dulu. Mama merasa sangat berdosa sayang, selama 14 tahun mama menelantarkan kamu tanpa pernah peduli bagaimana keadaanmu mama meninggalkan kamu tanpa kasih sayang. Mama jahat ya? Maafin mama sayang. Kamu pengen mama ada di samping kamu terus kan? Mulai sekarang mama akan selalu ada di samping kamu sayang. Maafin mama. Mama mohon bangun sayang" ujar mama Lisa seraya terisak.

Tangisan yang penuh kepiluan, sesak, penyesalan, kepedihan. Entah kenapa, sejahat apapun ia kepada putrinya, kenapa Lisa malah menyelamatkan nyawanya? Dan mengorbankan nyawanya sendiri.

"Kamu sayang sama mama kan? Ayo bangun sayang"

Perlahan jari jemari Lisa bergerak. Matanya pun perlahan terbuka. Mama Lisa yang semula menangis pun tangisnya terhenti seketika melihat Lisa mulai menerjapkan matanya. Diusapnya air matanya. Ia bahagia. Putrinya telah sadar. Perlahan mata bulat itu terbuka lebar. Pemandangan pertama yang di lihatnya adalah atap berwarna putih. Ia sudah menebak dimana ia sekarang. Karena ia sudah lumayan akrab dengan keadaan seperti ini.

Matanya melihat seseorang di samping ranjangnya. Wanita paruh baya dengan mata sembab. Mamanya. Apakah mamanya menangis? Apa itu karena dia? Lisa masih terus bertanya dalam hati kecilnya.

"Ma-mama" panggil Lisa pelan.

"Iya sayang, ini mama. Kamu udah sadar? Mama panggilin dokter dulu ya?" ujar mama Lisa lembut. Kemudian beranjak dari tempat duduknya guna mencari dokter.

Lisa mematung tak percaya akan apa yang baru saja di alaminya. Ia sungguh tak percaya. Mamanya bersikap lembut padanya. Tanpa sadar ia menitikkan air matanya. Air mata bahagia tentunya. Bahagia karena mamanya telah kembali.

Tak lama kemudian, pintu ruangannya terbuka. Menampilkan sosok dokter Kim beserta beberapa suster serta mamanya. Dokter Kim tersenyum padanya. Dokter Kim segera memeriksa Lisa sedangkan suster lainnya mengganti perban luka tusukan di perut Lisa.

"Keadaan Lisa sudah stabil. Tetapi lukanya masih basah, dan sangat berbahaya jika ia banyak bergerak. Untung saja pisau itu tidak mengenai organ vitalnya, saya tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika pisau itu mengenai organ vitalnya" jelas dokter Kim lalu berpamitan untuk keluar dari ruangan lisa guna menangani pasien lainnya.

Hening

Sepeninggal dokter Kim dan beberapa suster tadi, hanya keheningan yang terjadi. Baik mama Lisa maupun Lisa sama-sama canggung. Tak tahu harus memulai obrolan dari mana.

"Mama gapapa kan?" tanya Lisa memecah keheningan.

Mama Lisa berjalan mendekat ke arah ranjang Lisa.

"Mama gapapa kok. Maafin mama sayang, maafin mama. Mama salah. Seharusnya mama dengerin penjelasan kamu terlebih dahulu. Tapi mama malah langsung nuduh kamu yang enggak-enggak. Dan gak peduliin kamu" ujar mama Lisa penuh penyesalan.

Lisa tersenyum.

"Mama gak perlu minta maaf sama Lisa karena mama gak salah. Lisa akan selalu sayang sama mama. Lisa bahagia kok sama kehidupan yang selama ini mama kasih ke Lisa karena dengan begitu Lisa bisa mandiri" ujar Lisa tulus tanpa sadar ia mulai menitikan air mata.

Sense✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang