"Mama" panggil Lisa lirih.
Air matanya sudah menderas melihat wanita paruh baya itu tengah duduk di sofa sambil menatapnya. Ini sungguh seperti mimpi baginya. Tapi jika ini memang mimpi, ia tak ingin bangun dari mimpi itu.
Lisa terlihat sangat bahagia. Matanya berbinar meskipun kini ia tengah menangis. Bibirnya bergetar lirih merapalkan mamanya. Bahkan ia tak peduli dengan tubuhnya yang basah kuyup.
Lisa berjalan kearah mamanya. Perlahan namun pasti. Setelah ia sampai dihadapan mamanya, dipeluknya tubuh wanita itu erat-erat. Menyalurkan kerinduannya selama ini. Hangat itulah yang dirasakan Lisa saat ini. Ia sangat bahagia bisa memeluk mamanya seperti ini.
"Lisa kangen sama mama" ujar Lisa dipelukan mamanya.
Setelah Lisa berkata demikian, tiba-tiba saja mama Lisa melepaskan pelukannya pada Lisa. Didorongnya tubuh Lisa hingga membentur meja.
"Akhhh" erang Lisa kesakitan.
Ditatapnya sang mama yang menatapnya dengan penuh kebencian. Dadanya terasa sesak saat ini. Ditambah lagi rasa sakit pada punggungnya akibat berbenturan dengan meja terasa ngilu.
"Cukup, jangan pernah memanggilku mama karena kamu bukan anakku. Bukan putriku" ujar mama Lisa seraya menatap tajam Lisa.
Sedangkan Lisa merasakan hatinya sakit luar biasa. Tak dianggap anak oleh orang tuanya sendiri? Hati siapa yang tidak terluka? Hati siapa yang tidak sakit? Bahkan sakit itu terasa berlipat ganda bagi Lisa. Air matanya semakin deras mengucur. Ia tersenyum lirih senyum yang penuh kepedihan dan ada kesakitan di dalamnya.
"Apa mama gak kangen sama Lisa? Apa mama masih marah sama Lisa? Kalau mama masih marah sama Lisa karena kejadian 14 tahun lalu, Lisa minta maaf. Lisa bisa jela--" belum sempat Lisa menyelesaikan kalimatnya, mamanya sudah memotongnya terlebih dahulu.
"Dari dulu aku sudah bilang kan, aku tak butuh penjelasanmu pembunuh! Karena semuanya sudah nyata bahwa kaulah yang membunuh putriku" ujar mama Lisa.
Tatapan mata mamanya berapi-api. Penuh amarah dan dendam. Sedangkan Lisa hanya mampu menatapnya sendu. Hatinya bergetar hebat mendengar mamanya berkata demikian. Apakah ia tak dianggap sebagai putrinya? Lalu untuk apa ia harus terlahir di dunia ini? Menanggung kesalahan orang lain yang sama sekali tidak ia ketahui.
Sekali lagi ditatapnya wajah sang mama dengan sendu. Wanita yang tengah ditatapnya itu tetap saja cantik. Tak ada yang berubah.
Lisa terisak pelan. Sungguh ia sangat ingin keluarganya seperti dulu. Yang menyayanginya dan sangat menjaganya. Tapi itu semua telah hilang dan sirna. Adanya kebencian sang mama terhadap dirinya yang membuatnya semakin terpuruk.
"Apa mama gak pernah menganggap Lisa putri mama? Apa putri mama cuma kak panpriya aja?" ujar Lisa seraya memandang nanar mamanya.
"Kenapa mama gak pernah sedikit pun mau dengerin penjelasan Lisa? Lisa gak mungkin bunuh kakak Lisa sendiri ma, gak mungkin. Kalau mama gak mau nganggep Lisa putri mama, kenapa mama gak bunuh aja Lisa? Kenapa ma? Biar Lisa bisa menebus kesalahan Lisa jika menurut mama aku pembunuhnya" Lisa menjelaskan dengan nafas menggebu-gebu.
Nada bicaranya penuh dengan kesakitan. Bahkan siapa saja yang mendengarnya pasti akan ikut merasakan kesakitan seperti yang dirasakan Lisa.
"Kalau mama gak mau menganggap Lisa anak mama, Lisa mohon ma, biarin Lisa buat manggil mama karena nyatanya mama emang mama Lisa. Setiap malam Lisa selalu memohon pada Tuhan agar Lisa bisa ketemu sama mama, bisa lihat wajah mama. Lisa gak berharap apa-apa dari mama, cukup mama ada di samping Lisa itu udah cukup ma. Bahkan Lisa berharap, waktu terakhir Lisa di dunia ini semoga Lisa masih bisa lihat mama dan juga papa. Lisa sayang kalian" kali ini nada bicaranya bergetar. Lisa berujar seraya menahan tangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sense✔
Ficção Adolescente[ENDING] "Sense is falling, sense the pain that I get from the person I love... But the love he never once gave to me" Story by devaokta (Indonesian Language) [Start : 06 Januari 2020] [End : 06 Juni 2020]