Lisa duduk termenung di sebuah bangku taman. Sore ini, suasana taman sangat ramai. Tetapi Lisa merasa sendiri disini.
Tangan Lisa memegang selembar kertas. Itu adalah sebuah surat dari rumah sakit. Sebuah surat yang menyatakan kepahitan, tangannya bergetar. Entah kenapa selembar kertas itu terasa begitu menyakitkan baginya. Segala harapan dan mimpinya terasa pupus sudah. Surat keterangan dari medis yang ia terima beberapa waktu yang lalu begitu terasa menenggelamkannya dalam-dalam.
Dalam surat itu, bahwa waktunya tinggal beberapa bulan lagi. Sel kanker yang bersarang ditubuhnya sudah menyebar keseluruh organ tubuh lainnya. Kemungkinan sangat kecil untuk sembuh. Salah satu cara untuk menghambat sel kanker itu menyebar adalah dengan melakukan cemoteraphy, namun itu juga tak bisa menjaminnya untuk sembuh.
Lisa menghapus air matanya perlahan. Ditariknya nafas itu kuat-kuat. Ia beranjak dari bangku taman. Lalu dilangkahkan kakinya keluar dari taman berjalan menyusuri jalan ibukota yang padat. Lisa sengaja tak meminta supirnya untuk menjemputnya, karena saat ini ia ingin sendiri. Tanpa ada seorang pun yang mengganggunya.
•••
Seorang laki-laki berdiri terpaku menatap gundukan tanah di depannya. Gundukan itu dihiasi oleh beberapa rumput yang tumbuh dengan liarnya. Tanah merah itu terlihat menyakitkan bagi orang itu.
Jeon Jungkook.
Orang itu adalah Jungkook. Saat ini ia sedang mengunjungi makam papanya. Hal yang biasa ia lakukan seminggu sekali. Ditatapnya batu nisan yang menuliskan nama seseorang disana Jeon Jungwoo.
Tak dipungkiri bahwa jungkook telah kehilangan sosok pahlawan dalam hidupnya. Yang selalu memberinya semangat.
Jungkook terduduk disamping makam ayahnya dan dicabutinya rumput liar yang tumbuh. Tanpa aba-aba air matanya lolos satu persatu. Hatinya nyeri luar biasa. Ia belum bisa mengikhlaskan semuanya. Kenangan dan kebahagiaannya. Bahkan ia masih mengingat betul tentang semua masa lalunya.
"Pa, jungkook kangen sama papa" ujar jungkook dengan nada bergetar.
Air matanya semakin lolos satu per satu. Ia mencoba untuk mengatur perasaannya tapi gagal. Ia sangat terlihat rapuh saat seperti ini. Tak ada Jungkook yang angkuh dan dingin. Hanya disini Jungkook terlihat begitu lemah. Bahkan teramat lemah.
"Apa papa gak kangen sama jungkook? Jungkook pengen ketemu papa. Ajak jungkook pergi ya pa, biar jungkook bisa sama papa"
Jungkook mulai menyeka air mata yang membasahi pipinya.
"Biar kita bisa main sepak bola lagi pa, dulu kalo jungkook lagi main petak umpet sama papa kalo Jungkook kalah biasanya papa gelitikin Jungkook. Jungkook masih inget semuanya pa. Papa itu selalu jadi superheronya jungkook"
Setelah berujar demikian Jungkook semakin terisak. Bahkan air matanya masih saja membanjiri pipinya. Ia sungguh ingin papanya kembali seperti dulu tapi semuanya tak mungkin terjadi.
Tidak akan pernah.
Semuanya sudah pergi. Papanya sudah pergi jauh. Sangat jauh bahkan jungkook tak bisa menjangkaunya.
"Cuma papa yang bisa ngertiin jungkook. Cuma papa" tangis Jungkook semakin menjadi jadi.
Seakan-akan air matanya itu tak ada habisnya. Tiba-tiba setetes air itu jatuh tepat diatas tangannya. Perlahan rintikan air itu turun dengan derasnya.
Hujan. Ya mulai turun hujan namun jungkook enggan pergi dari tempatnya justru ia memejamkan matanya ditengah-tengah deras hujan yang mengguyur tubuhnya. Dibiarkannya hujan membasahinya. Mungkin hujan tahu apa yang dirasakannya. Sehingga ia memilih jatuh untuk menemani jungkook.
Jungkook mengusap batu nisan itu perlahan kemudian menciumnya sebelum ia beranjak.
"Jungkook pulang dulu ya pa, kapan-kapan jungkook kesini lagi. Papa baik-baik disana jungkook sayang papa"
Setelah berkata demikian, Jungkook segera beranjak dan berjalan keluar dari pemakaman ditemani hujan ia terus berjalan hingga ia sampai di depan mobilnya lalu segera dipacunya mobil itu membelah derasnya hujan.
•••
Lisa terus berjalan ditengah hujan yang menderas. Ia tak peduli dengan apa yang terjadi pada dirinya bahkan bibirnya kini sudah memucat. Tetapi ia sama sekali tak peduli. Baginya, hujan adalah tempat berbagi kesedihan. Dibawah hujan, ia bisa menangis tanpa harus ada yang tahu. Dibawah hujan ia bisa bercerita tanpa harus ada yang mendengar. Karena itulah ia mengenal hujan sebagai tempat berbagi kesedihan.
Lisa sudah sampai di depan rumahnya. Tetapi dahinya mengernyit heran setelah melihat sebuah mobil terparkir di depan rumahnya.
"Siapakah yang telah datang ke rumahnya?" batin Lisa seraya memandang mobil yang berada tepat di depan rumahnya.
Lisa masih bertanya-tanya. Akhirnya ia memutuskan untuk masuk kedalam untuk mengetahui siapa yang datang.
Dengan perlahan dibukanya pintu rumahnya. Lisa mendengar ada yang berbincang-bincang.
Tapi siapa? Dengan segera Lisa masuk ke dalam rumah. Seketika itu juga langkahnya terhenti. Tubuhnya menegang dan air matanya turun seketika. Tetapi bibirnya mengulas sebuah senyuman.
Lisa masih terdiam ditempatnya. Matanya masih memandang seseorang yang kini juga sedang memandangnya. Ia tak bisa berkata apa-apa. Bibir pucatnya tak mampu mengeluarkan sepatah katapun sampai pada akhirnya satu kata tertahan keluar dari bibirnya.
"Mama...."
Yeyeye aku up ni soalnya seneng deh target vote dan komen lebih:)
Next? 55 vote dan 15 komen
Kalo target votmen bisa cepet sampai pasti langsung update

KAMU SEDANG MEMBACA
Sense✔
Novela Juvenil[ENDING] "Sense is falling, sense the pain that I get from the person I love... But the love he never once gave to me" Story by devaokta (Indonesian Language) [Start : 06 Januari 2020] [End : 06 Juni 2020]