32.Long sleep

472 40 4
                                    

 
                       ~Sedang menaruh
                     harapan, pada takdir.~

                                     ****

Andini datang dengan raut wajah yang sangat panik. Berharap anaknya hanya mendapat luka-luka ringan.

"Dimana Vino?" Tanya Andini pada anak-anak yang sedang duduk menunggu Vino dan Keyra sadar.

Agung berdiri dari duduknya. "Lagi ditangani Dokter, Tante." Balas Agung.

Mata Andini menatap lekat pada seragam Bili dan Abel yang terkena darah. "Keyra dimana?"

"Dia juga sama, lagi ditangani Dokter Tante."

Andini mencari Dokter untuk menanyakan keadaan Vino dan Keyra. Pas sekali, Dokter itu baru saja keluar dari ruang UGD tersebut. "Gimana kedua anak saya Dok?" Tanya Andini.

Dokter itu merapikan jasnya. "Ibu keluarga dari mereka berdua?" Tanya Dokter laki-laki itu dengan sopan.

"Ya, saya Ibu dari mereka berdua."

"Kita bisa bicara diruangan saya Bu, Mari." Titah Dokter.

"Kondisi anak perempuan Ibu, tidak begitu parah, ia hanya mendapat 16 jahitan di wajahnya." Andini mengangguk paham.

"Sedangkan kondisi anak laki-laki Ibu cukup parah tusukan itu cukup dalam, hampir mengenai jantungnya. Hal fatalnya adalah, nyawanya hampir melayang. Ia pun tadi  kekuarangan banyak darah, untungnya rumah sakit kita mempunyai persediaan darah. Tusukan pisau itu cukup dalam, benturan kayu pada kepala putra Ibupun cukup parah, sehingga setelah operasi ini selesai, ia akan mengalami koma." Tuturnya menjelaskan.

Bibir Andini memucat, matanya mulai memerah. "Kira-kira sampai kapan dok?"

"Saya pun tidak tahu Bu, hidup dan mati putra Ibu ada ditangan Tuhan, kita akan berusaha yang terbaik untuk menyelamatkan anak Ibu." Lanjutnya menenangkan.

Andini mengangguk paham. "Terimakasih banyak dok." Ucapnya.

Setelah keluar dari ruangan tersebut, Andini segera menelepon anak gadis satu-satunya itu. Tangan Andini bergetar saat ia mencari nomer Karin.

"Hallo Ma? Kenapa? Kangen yaaaa pasti sama Karin, Karin emang ngang-"

"Vino koma." Sekat Andini membuat Karin di seberang sana langsung terdiam mematung.

Hubungan Karin dengan Vino memang sangat dekat sekali. Sampai Vino menganggap kalau Karin dengan dia seumuran, itulah mengapa Vino selalu menyebutnya Karin. Lebih nyaman seperti itu. Karin pun tidak mempermasalahkan hal itu, ia malah merasa aneh bila Vino memanggilnya Kakak.

"Kamu bisa pulang sekarang?" Lirih Andini dengan suara bergetar. Pikirannya sudah melayang-layang membayangkan keadaan Vino. Antara hidup dan mati.

"Aku pulang sekarang Ma." Balas Karin finall. Andini langsung menutup telpon tersebut.

"Udah hampir malam, kalian pulang saja." Titah Andini lembut pada ke 4 remaja di hadapannya ini.

"Baru jam 6 Tante. Kita mau nunggu Vino sadar aja." Balas Bili.

Andini menatap pada Bili dengan tatapan yang teramat sedih. "Walaupun nanti selesai operasi, Vino gak akan cepat-cepat sadar." Lirih Andini.

"Kenapa Tante?" Tanya panik Abel.

"Vino," Andini sengaja memberi jeda matanya mulai berkaca-kaca. "Dia bakalan koma." Lanjutnya. Air matanya langsung pecah seketika. Abel mendekati Andini dan langsung memeluknya.

BAD LIAR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang