Senja pilu

252 25 1
                                    

A story by : AngelMaturity

Dingin. Pilu. Lirih. Aku benci semua kata-kata itu. Saat ini, aku duduk di pinggir jendela bersama angin yang menemani. Sendiri. Dirumah yang besar nan luas ini. Ah, sudah biasa. Apalagi yang ku miliki selain kuas yang selalu menemani hari-hari kelamku.

Ku langkahkan kaki ini menuju tempat yang selalu ku singgahi, selama 24 jam, atau mungkin lebih, hufh! terserah lah.

Duduk sendiri, di hadapan lembaran kertas kosong dengan kuas di lengan. Apalagi yang akan kulakukan selain melukis semua yang telah menari di otak.

Aku, Valerie Minerva. Adalah anak satu-satunya dari keluarga Minerva. Sedih, menyedihkan memang hidup sendirian di keluarga yang penuh kemewahan ini. Namun, apalah daya. Ini sudah takdir Tuhan. Lagipula, satu anak saja mereka tidak benar mengurusnya, apalagi lebih. Tuhan maha adil.

Pintu kamar terbuka bersamaan dengan sosok wanita paruh baya berdiri di sana. Bi Hana. Asisten rumah tangga di rumahku.

"Nona, Tuan besar telah tiba dan dia memanggilmu." ujarnya dengan senyuman. Aku menghela nafas panjang, tersenyum, berdiri menuju arahnya setelah selesai membereskan peralatan lukis ku.

"Ayo turun bi."

Kami turun menuju lantai dasar bersama. Bi Hana menatapku dengan sedikit resah, "apa nona sedang tidak enak badan? Apa nona ingin bibi buatkan susu?"

Aku tersenyum singkat, "tidak perlu bi, aku hanya teringat sejarah hari ini saja."

Setelah kalimat dari bibir ku terucap, Bi Hana melebarkan matanya, "maafkan bibi, nona. Bibi lupa."

Aku menggeleng, "tidak perlu minta maaf bi, aku saja yang terlalu mengenang sejarah buruk itu hingga sekarang. Aku terlalu lama bergelut dengan kenangan buruk sehingga setiap hari yang aku lewati terasa pilu. Hufh, aku menyedihkan ya, bi?"

Bi hana mengelus punggungku dengan lembut. "Semua butuh proses, nona. Bibi yakin nona bisa melupakan kenangan itu dan belajar darinya."

"Sudah ku coba namun, hah... Aku memang tidak pernah bisa melupakannya. "

Bi Hana memelukku singkat, kami melanjutkan langkah menuju lantai dasar. Beberapa detik kemudian, aku dan Bi Hana berpisah, ia pergi ke dapur sedangkan aku pergi ke sebuah ruangan. Ruangan khusus yang digunakan untuk keluarga besar saat berkumpul. Ya, karena Papaku adalah anak pertama dari 4 bersaudara.

Dean Minerva, adalah papa ku. Seorang CEO dari perusahaan besar hasil kerja kerasnya selama ini. Dan Mama ku, Aine Minerva. Seorang Desainer yang telah merintis karir sejak usianya 17 tahun. Dan aku? Hanyalah seorang Pelukis yang sering bergelut dengan waktu dan pilu.

Menyedihkan. Namun, keduanya tidak menutut lebih untuk alur hidupku di masa depan. "Hai honey." Papa tersenyum padaku.

Aku duduk di samping Mama. "Hai juga pa, ada apa kalian memanggilku? Bukankah kalian sedang menghabiskan waktu bersama untuk beristirahat setelah semua pekerjaan yang kalian lakukan?" Itulah aku, to the point. Aku bukanlah tipe orang yang suka berbasa-basi.

Basa basi itu menghabiskan tenaga dan waktu.

Mama tersenyum menepuk pundak ku pelan. "Honey, kami memiliki rencana untuk mengajakmu berlibur ke Bali."

"Aku tidak berminat sama sekali untuk pergi ke tempat itu lagi, Ma."

Bersamaan dengan kalimat itu, aku bangkit dari sofa. "Jika tujuan kalian hanya ini, aku akan kembali ke kamar. Lebih baik aku menghabiskan waktuku bersama kuas daripada berbicara tentang kenangan senja memilukan yang telah mengambil malaikat berharga ku." lanjut ku.

Bukan Kepala Yang Kehilangan TubuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang