24. Hari yang hambar

10 5 0
                                    

Saat ini Osca tengah duduk sendirian di bawah pohon cemara pantai yang banyak tumbuh di halaman sekolahnya. Gadis itu hanya diam sembari menatap kosong ke arah botol minuman yang dipegangnya. Osca memilih menyendiri daripada ikut ke kantin bersama empat sahabatnya. Entahlah, ia benar-benar malas untuk pergi ke kantin berdesak-desakan, dan memilih duduk diam di bawah pohon sembari menikmati semilir angin yang cukup sejuk di siang bolong kali ini.

Harinya kali ini terasa lebih hambar dari hari-hari sebelumnya, sebabnya karna ia sudah tak bisa memperhatikan pujaan hatinya secara diam-diam lagi. Setelah ujian nasional beberapa hari lalu, siswa-siswi kelas 12 memang tidak lagi pergi ke sekolah, dan hal itu benar-benar membuat Osca merindukan sosok yang selama ini ia kagumi, Rayen Aldebaran.

Tiba-tiba seorang cowok menghampiri Osca yang tengah larut dalam lamunannya, cowok itu duduk di samping Osca yang tak sadar jika ada orang di sebelahnya. Cowok itu melambaikan tangannya di depan wajah Osca sambil memanggil nama gadis itu.

"Ca."

Tidak ada respon dari Osca, gadis itu masih larut dalam lamunannya hingga panggilan kedua dari Agil baru membuat Osca tersadar dari lamunannya karna Agil menepuk kedua telapak tangannya di depan wajah Osca.

"Eh, loh elo Gil, ngapain?" tanya Osca kebingungan karna tiba-tiba ada Agil di sampingnya.

"Harusnya gue yang nanya, lo ngapain ngelamun sendirian di sini? Kesambet nanti loh."

"Hehe, gak papa kok, lo gak ke kantin?"

"Tadinya mau ke kantin, tapi gak jadi gara-gara ngeliat cewek cakep sendirian di bawah pohon," ujar Agil sedikit menggoda.

"Gombal lo."

"Gak papa dong sekali-kali gue ngegombal, udah bosen soalnya ngegembel," canda Agil.

"Bisa aja lo, gue kira biar gak dikira homo," balas Osca dengan senyum mengejeknya.

"Enak aja lo, gue normal seribu persen! Gue masih doyan yang montok-montok."

"Cari cewek makanya Gil," ucap Osca.

"Gimana kalo lo aja yang jadi cewek gue?" tanya Agil bercanda.

Tawa Osca meledak, hingga ada beberapa siswa-siswi kelas 10 dan seangkatannya yang lewat menatap aneh ke arahnya, tapi Osca tidak perduli. Ia malah menempelkan punggung tangannya ke dahi Agil yang juga tertawa.

"Lo stres? Gue tau lo jomblo Gil, tapi jangan random juga kali," canda Osca.

Entah mengapa, mendengar ucapan Osca barusan ada nyeri yang menyelinap di sudut hati Agil, meskipun tadi ia meminta Osca menjadi pacarnya hanya sebuah candaan, tapi saat mendengar apa yang diucapkan gadis itu kok nyesek sendiri.

"Kantin yuk," ajak Agil pada Osca yang sedang menatap langit yang terlihat biru.

"Enggak deh, lo sendiri aja, males gue."

"Ya udah deh gue juga gak jadi."

"Loh, kenapa?" tanya Osca heran.

"Mau nemenin lo ngegalau aja, siapa tau ntar pas lo ngelamun ada setan lewat, terus lo kesurupan."

"Heh! Enak aja, lagian siapa yang galau sih?"

"Ya elo, masa rumput yang dangdutan," balas Agil enteng.

"Ck, gue gak galau ya," elak Osca, padahal sudah jelas tadi dirinya galau memikirkan Rayen.

"Bohong banget, ucapan lo sama hati lo gak sinkron Ca," ujar Agil.

"Sotoy banget sih, udah hus sana pergi," usir Osca pada Agil.

"Lo lagi mikirin apa sih Ca?" tanya Agil yang tidak menghiraukan usiran Osca.

Silent Love [on Going] HiatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang