Chapter 9

51 6 0
                                    


Canggung, mungkin itulah kata yang pas untuk menggambarkan situasi dua insan yang berada di meja paling belakang  kelas XI IPA 1 saat ini. Menunggu Aca mengajaknya bicara bagaikan menunggu salju turun di Jakarta.

Rasanya tidak mungkin jika Aca yang duluan mengajaknya bicara, Aca adalah gadis yang pendiam. Berbeda dengan gadis yang pernah ia kenal sebelumnya. Namun Akbar juga bingung jika ia yang mengajak berbicara duluan, memikirkan kata yang akan ia ucapkan seolah lebih sulit daripada memikirkan rumus matematika. 2 jam lebih pelajaran berlangsung namun tak ada satu kata pun yang keluar dari bibir mereka.

Akbar bahkan tidak bisa fokus dengan apa yang guru ajarkan di depan. Pandangannya hanya fokus pada gadis yang ada di sampingnya. Sedangkan Aca, ia tengah mencatat apa yang guru tuliskan di papan tulis. Ia heran, bagaimana bisa Aca bisa tahan dengan pelajaran yang membosankan ini. Terlihat beberapa murid yang tidur, mencoret-coret bukunya, seolah bosan dengan apa yang disampaikan guru.

“Gue kaga tahan.” Akbar bangkit dan menggebrak meja. Membuat semua pasang mata yang ada di kelas menatapnya heran.

“Akbar kamu kenapa?” Tanya pak Rohim, guru yang sedang mengajar. Akbar merutuki dirinya. Ia tidak sadar jika tengah menggebrak meja dan berteriak, membuat dirinya menjadi pusat perhatian.

“A-aa, saya kebelet pipis pak, permisi.”

Ucapnya lalu pergi meninggalkan kelas. Sontak gelak tawa langsung memenuhi kelas.
Sebenarnya bukan itu yang jadi masalah. Ia hanya tidak tahan untuk diam dan mendengarkan apa yang guru ucapkan, ia butuh teman bicara agar tidak bosan dalam pelajaran.

----

Dengan sigap Akbar mengantarkan beberapa pesanan. Banyaknya pelanggan cafe hari ini membuat butir-butir keringat jatuh dari balik topi yang ia kenakan.

Setelah keluar dari kelas, ia langsung pergi ke cafe. Ia tidak peduli dengan tas dan peralatan yang ia tinggal di sekolah. Jangan tanyakan bagaimana ia bisa keluar dari sekolah tanpa sepengetahuan guru. Ia memiliki berbagai cara untuk kabur.

Aljabar, logaritma, persamaan linear. Kumpulan angka dan rumus yang ada di dalam matematika membuatnya bosan . Banyak guru yang mengeluh karena Akbar. Sikap Akbar yang acuh dan tidak peduli membuat para guru pusing dibuatnya.

"Berapa mas? Total pesenan meja no 10?" ucap salah satu pelanggan di depan kasir.

"Cappuchino milk shake,sama roasted toast. Semuanya 55.000 ."
Jawab Akbar lalu mendongak. Tangannya berhenti untuk menekan tombol pada mesin ketika melihat sosok yang ada di depannya.

"Wow, gue gak nyangka seorang berandalan bisa jadi seorang kasir yang lemah lembut." Senyuman sinis dan kerutan alis terukir dari wajahnya.

Akbar menghela napas. Perlahan rahasianya terbongkar. Mungkin saat ini Akbar bisa saja melayangkan sebuah pukulan pada wajah Fandy. Namun ia harus bersabar sedikit.

"Semuanya 55.000 ." Ulang Akbar. Ia harus bersikap profesional sebagai pegawai walaupun saat ini emosinya tengah memuncak.

Masih dengan senyuman sinisnya, Fandy mengambil beberapa lembar rupiah pada dompetnya lalu menyerahkan pada Akbar.

"Apa tujuan kerja lo disini biar bisa balikan sama Riska?" Sambil menyerahkan kembalian, Akbar menatap Fandy.

"Maksud lo?"

"Lo gak tau nama belakang boss lo?"

Fandy mengambil smartphonenya dari saku. Dan menempelkannya pada telinga.

"Fan, gue ketemu sama mantan lo di cafe. Sejak kapan dia ngabdi jadi pegawai di cafe bokap lo? Kok lo gak pernah bilang sih? "

"Lo gak percaya Fan? Nih gue kasih ke orangnya langsung."

Teka Teki TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang