Suara bel panjang yang berbunyi menandakan bahwa pelajaran telah selesai. Rasa kantuk yang awalnya melanda seketika hilang mendengar bunyi "Teeeet." pada speaker yang ada di setiap sudut kelas. Guru pun mengakhiri sesi pembelajaran dengan salam sebelum meninggalkan ruangan. Raut bahagia pun terpancar dari wajah siswa-siswi SMA Bhayangkara. Mereka berhamburan keluar kelas dengan tas ransel di punggung mereka. Termasuk Akbar, ia mengambil tas ranselnya lalu bangkit dari tempat duduk.
"Ekhmm." Sebuah suara menghentikan langkah Akbar. Ia melihat ke arah pintu kelas. Terlihat Faisal yang tengah bersandar di pintu.
"Nungguin gue ya Sal? Perhatian bener. Yok pulang kalo gitu."
Akbar menepuk bahu Faisal dan mengajaknya berjalan. Akbar terkejut saat Faisal menepis tangannya.
"Nungguin lo? Kepedean tau."
"Emang lo nungguin siapa lagi kalo bukan gue? Ayok lah kita pulang, capek gue denger ceramah guru daritadi."
Akbar merangkul leher Faisal dan menariknya.
"Lepasin, main meluk-meluk aja sih."
"Lo kenapa sih sensi amat hari ini, gue tu cuma ngajak pulang kok. Jangan-jangan lo lagi PMS sal?" ucap Akbar sambil menodongkan jari telunjuknya. Hal ini langsung dibalas tatapan tajam oleh Faisal
"Gila lu, gue masih normal kali."
"Hehe, bercanda kali. Terus ngapain marah-marah gak jelas gitu?"
"Lo gak merasa bersalah gitu?"
Akbar diam dan berpikir sejenak. Mengapa Faisal tiba-tiba bertanya seperti itu.
"Hah, bersalah?" Faisal memutar kedua bola matanya, Akbar memang memiliki tingkat kepekaan yang rendah.
"Jadi lo gak merasa bersalah sedikitpun gitu?" Akbar semakin dibuat bingung dengan perkataan Faisal.
"Oke, gue semakin gak ngerti apa yang lo omongin."
"Kemarin lo kemana aja? Dari pulang sekolah sampe jam 9 belum balik. Gue sama nyokap lo tu pontang-panting nyariin lo tau gak. Mana lo gak bisa dihubungin lagi." Akbar mengalihkan pandangannya, suara Faisal terlalu keras jika ingin memarahinya di sekolah.
"Mending kita cari tempat lain aja." Akbar menarik lengan Faisal.
--------
"Nih, minum dulu! Gue yang traktir." Akbar memberikan minuman kaleng pada Faisal. Saat ini, mereka berdua tengah duduk di lapangan basket. Faisal langsung membuka penutup kaleng tersebut lalu meneguknya hingga habis. Akbar bisa melihat jakun Faisal yang naik turun akibat aliran air.
"Ah, seger banget. Oh iya lupa, Lo belum jawab pertanyaan gue tadi."
Akbar menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Tangan kirinya masih memegang minuman kaleng yang belum terbuka.
"Janji ya, lo jangan ngomong ke ibu masalah ini."
"Maksud lo apaan nying?"
"Mmm, gue kerja semalem."
"Apa kerja? Lo kerja malem-malem kerja apa emang? Oh, Ato jangan-jangan lo pengedar ya? Bar, insaf! Jangan kaya bokap lo." Akbar menatap Faisal datar. Sahabatnya yang satu ini memang suka asal tebak.
"Kaga, Astagfirullah. Senakal-nakalnya gue, Gue bersumpah kaga bakal menyentuh barang haram itu. Gini deh, lo tau kan kemaren kelas gue ada tambahan pelajaran dari bu Fanin Biologi?"
"Emang sampe malem ya?"
"Kan gue udah ngomong kalo gue kerja nyet." Akbar menghela napas.
"Lo tau kan cafe yang ada di Jl Kartini deket lampu merah itu? Gue kerja di situ. Lagian kemaren itu, hari pertama gue kerja. Jadi gue belum sempet cerita. Sebenernya sih jam lima gue harusnya udah pulang. Tapi gara-gara gue telat, makanya gue dapet bonus shift." Faisal mendengarkan penjelasan Akbar dengan seksama, lalu terkekeh pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teka Teki Takdir
SpiritualJalannya takdir memang tak pernah bisa ditebak. Karena ia adalah rahasia yang tak tampak. Kita tidak akan pernah tau apa yang akan terjadi di masa depan atau bahkan satu detik dari sekarang. Kedatangannya seolah menjadi misteri yang tak terduga. Ki...