Aca berjongkok menelusuri isi dari lemari yang ada di hadapannya. Tangannya menyibak barang-barang uks yang tidak tertawa rapi. Ia mendelik kesal. Dari tadi barang yang ia cari belum nampak terlihat.Ihh, mana sih plesternya. Udah petugasnya gak ada lagi.
Ruang uks yang hanya berisi mereka bertiga membuat Aca merasa canggung. Bahkan Fandy dari tadi melihat gerak-gerik yang Aca lakukan.
Kedua sudut bibirnya terangkat tatkala melihat barang yang ia cari.
Suara gagang pintu yang terbuka mengalihkan pandangannya. Fanny langsung masuk, sesekali ia melirik ke arah Aca, namun ia segera menghampiri Akbar. Manik mata berwarna hazel tersebut menatap Akbar dengan khawatir. Fandy tercengang, Fanny seolah tidak menganggap kehadirannya disini.
Fanny mengambil sebuah plester di dalam sakunya, lalu menempelkannnya pada wajah Akbar dengan hati-hati. Akbar sedikit meringis menahan sakit.
Aca merasa tidak nyaman dengan situasi ini. Apalagi melihat kedekatan Akbar dengan Fanny. Ada sedikit rasa tidak suka terhadap perlakuannya terhadap Akbar. Aca meletakan plester pada meja lalu berjalan meninggalkan uks.
"Ca, lo mau kemana?" langkahnya terhenti. Aca memejamkan matanya sejenak. Ia kira Akbar tidak akan melihatnya. Namun anggapannya salah.
"Mm, aku mau ke kelas dulu. Pak Ridwan pasti nyariin." Aca meninggalkan ruangan. ketiganya terdiam sejenak.
Fanny berbalik, lalu menatap secara bergantian kedua pria yang tengah duduk pada ranjang uks.
"Jangan bilang kalian berantem gara-gara cewek tadi."
"Kalo gue ngomong iya emang kenapa?" Akbar membuka suaranya. Fanny mendengus.
"Berantem kalian tu gak mutu tau gak? Apa sih yang spesial dari di.."
"Fan, kalo lo dateng kesini buat marah-marah mending lo cabut deh. kita udah puas dimarahin sama pak Rahmat." Akbar memotong perkataan Fanny. Ia tidak suka apabila orang lain ikut campur dalam masalah pribadinya.
"Oke kalo itu yang lo mau, gue pergi. Tapi inget bar, gue gak pernah nyerah buat dapetin apa yang ilang dari hidup gue. Gue cabut." pandangan Akbar hanya terpaku pada lantai. Seolah tak peduli. Namun sebenarnya ia juga tidak tega terus-menerus menyakiti gadis tersebut.
"Wow, gue kaya liat live streaming drama disini." Ucap Fandy dengan kedua tangan yabg ia satukan untuk menompang dagunya.
Akbar menatap Fandy sekilas.
"Hebat ya lo, gak di SMP, maupun SMA, banyak cewek yang klepek-klepek sama lo. Bahkan sekarang selera lo udah beda man."
"Sekarang pilih bar, lo mau balikan sama mantan lo, atau sama cewek kerudung tadi. Siapa sih tadi namanya? Oh Aca." Akbar hanya diam tidak menanggapi. Melihat hal ini Fandy tersenyum.
"Ngapain lo senyam-senyum?"
"Salah menurut lo kalo gue senyum?"
-----
"Tapi lo gak diapa-apain kan sama Fandy?" Aca menggeleng memberikan jawaban. Hanya tersisa dua orang di kelas. Setelah kembali ke kelas, Hilda langsung menyerbu dengan berbagai macam pertanyaan.
"Lo tau ca, video mereka berantem langsung ke sebar di sosmed. Di live streaming lagi" Aca menghela napas. Sungguh, hatinya tidak nyaman dengan hal ini. Apalagi video mereka telah tersebar di media sosial. Entah, namun yang ia tahu, pada saat itu hanyalah terdapat Fandy dan Akbar.
"Gue jadi penasaran, apa sih hubungan mereka bertiga."
"Bertiga?"
"Iya, Steffany, Fandy sama si Akbar. Kalo si Steffany sama Fandy gue bisa tau lah, mereka kan anak-anak elit. Mungkin orang tua mereka sahabatan. Tapi kalo buat Akbar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Teka Teki Takdir
SpiritualJalannya takdir memang tak pernah bisa ditebak. Karena ia adalah rahasia yang tak tampak. Kita tidak akan pernah tau apa yang akan terjadi di masa depan atau bahkan satu detik dari sekarang. Kedatangannya seolah menjadi misteri yang tak terduga. Ki...