-----
"Akbar, sekarang kamu ke ruangan yang ada di sebelah timur UKS itu. Terus ini ID card kamu. Bapak mau urus dokumen dulu." Akbar mengikuti arah jari telunjuk pak Rahmat lalu mengangguk. Kartu peserta olimpiade yang diberikan pak Rahmat ia kalungkan pada lehernya.
Sejenak, Akbar dibuat takjub dengan arsitektur SMA Liberty. Sekolah elit ini cukup luas dengan gaya bangunan yang modern. Meskipun berbasis swasta, kualitas pendidikannya patut diacungi jempol. Kurikulum berstandar internasional, ditambah lagi para guru yang berasal dari universitas-universitas ternama di Indonesia. Tak heran, hanya orang tua berduit yang mampu menyekolahkan anaknya disini. Para siswa diwajibkan menggunakan bahasa inggris di sekolah.
Konon, SMA ini adalah rival dari SMA 1. Mereka selalu berlomba-lomba untuk menunjukan yang terbaik dalam segala hal, baik dalam segi pendidikan atau kualitas. Sekolah ini juga sering mengadakan pertukaran pelajar dengan negara-negara lain seperti Inggris, Jerman, Belanda. Akbar mengamati seragam yang dipakai oleh salah satu siswa. Elegan. Jas berwarna hitam, dengan list berwarna putih di setiap pinggirnya, ditambah bawahan berwarna merah maroon tampak menyatu dengan tubuh mereka. Penampilan-penampilan mereka tergolong mewah.
"Announcement for all math olympiad participant, to gather east of the infirmary."
Akbar menghela napas. Meskipun ia tidak begitu paham bahasa inggris, tetapi ia tahu maksud dari pengumuman tersebut.
Ponsel yang ada di sakunya berdering menandakan sebuah panggilan masuk. Ekspresinya berubah menjadi datar tatkala melihat nama yang tertera.
Hilda.
Ia pun menggeser tombol berwarna hijau.
"Akbaaaaaaaaaaar." Akbar langsung menjauhkan telinganya. Sebuah teriakan terdengar, padahal ia sengaja tidak me-loud speaker kan panggilan. Namun suara Hilda cukup membuat gendang telinganya sakit.
"Hil, lo tau kondisi dong kalo mau teriak." Hilda hanya terkekeh.
"Eh yang teriak bukan cuma gue kok, ada Fanny juga disini."
"Hai Akbar," kali ini giliran Fanny yang menyapanya. Semenjak Aca pindah, entah mengapa dua perempuan tersebut menjadi akur. Fanny pun sudah tidak mengejarnya lagi . Fanny juga mengatakan bahwa ia telah minta maaf terhadap Aca.
"Gue mau masuk ruangan ni. Bentar lagi mulai."
"Maaf deh kalo gitu, yaudah. Pokoknya kamu tu harus tunjukkin bahwa sekolah kita juga bisa menang."
"Hmm, gue juga bakal berusaha kok."
"S-E-M-A-N-G-A-T, Assalamualaikum,"
"Wa'alaikumsalam," sambungan telepon pun terputus. Akbar hanya menggelengkan kepala, lalu memasukkan ponselnya pada saku.
"Ck, dasar. Cewek, cewek."
---------
Olimpiade ini diikuti oleh seluruh SMA/MA yang terdapat di kabupaten Bandung. Jumlah pesertanya sekitar 100-an. Semua terlihat fokus mengerjakan soal yang diberikan oleh pengawas.
Dalam lembar tersebut, terdapat 60 soal matematika yang terdiri dari berbagai macam tema. 50 pilihan ganda dan 10 uraian. Sedangkan waktu yang diberikan kurang lebih selama 2 jam.
Tangan Akbar mulai bergerak untuk menuliskan berbagai angka dan huruf pada kertas kosong, lalu membuat rumus-rumus untuk menemukan jawaban.
Ia melirik ke arah bangku yang berada di sampingnya. Gadis itu terus menggoyang-goyangkan pulpen yang ia pegang. Sepertinya pulpen tersebut tidak berfungsi. Akbar sedikit mendongak untuk memastikan bahwa pengawas tidak melihatnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Teka Teki Takdir
SpiritüelJalannya takdir memang tak pernah bisa ditebak. Karena ia adalah rahasia yang tak tampak. Kita tidak akan pernah tau apa yang akan terjadi di masa depan atau bahkan satu detik dari sekarang. Kedatangannya seolah menjadi misteri yang tak terduga. Ki...