Chapter 24

42 5 0
                                    

--------

Saat ini, semua murid kelas 12, SMA Bhayangkara tengah dijemur di lapangan dengan posisi istirahat di tempat, mendengarkan berbagai nasehat dari kepala sekolah. Jam masih menunjukkan pukul 9 pagi. Namun panasnya matahari mampu membuat bulir-bulir keringat menetes pada dahi mereka. Maklum, suhu kota metropolitan ini memang hampir menyaingi Jakarta.

Hari ini adalah hari  diumumkannya kelulusan. Tak heran banyak yang terlihat tegang dan was-was karena takut bahwa dirinya tidak lulus. Ditambah lagi, kepala sekolah mengatakan bahwa tahun ini jumlah siswa yang tidak lulus di kabupaten Bandung meningkat.

Akbar berdiri pada baris kedua bagian tengah. Kedua kakinya mulai terasa pegal akibat berdiri satu jam lamanya.

Try out, simulasi, ujian praktek, hingga pada puncaknya yaitu Ujian Nasional. Akbar merasa lega karena telah melewati itu semua.

"Dengan ini saya nyatakan, bahwa siswa-siswi dari SMA Bhayangkara,"

"Semuanya,"

"LULUS. Selamat untuk kalian semua."

"Yesss," teriakan kemenangan pun langsung terdengar. Bahkan yang langsung melompat kegirangan. Berpelukan satu sama lain sambil mengucapkan,

"Akhirnya gue lulus," beberapa diantaranya ada yang menangis seoalah tak percaya. Tahun ini memang menjadi tahun bersejarah bagi SMA Bhayangkara.

"Nying, gue kaga percaya gue lulus nying." Faisal menghampiri Akbar, Ia merangkul leher sahabatnya tersebut hingga Akbar merasa kesakitan.

"Iya Sal, gue tau gue tau, lepasin tangan lo gih. Sesek napes gue."

"Maap ya nying, gue lagi seneng banget asli. Lo tau kan, pas UN matematika gue hampir nangis?" Akbar pun tersenyum tipis. Ia mengingat betul kejadian tersebut.

"Wah, wah, kayaknya ada yang bahagia banget nih," Hilda dan Fanny menghampiri mereka berdua.

"Lo berdua juga kali. Kita semua disini bahagia. Walaupun gak ada dari sekolah kita yang keterima SNMPTN."

"Iya, gue juga sempet gak percaya tau sal, apalagi si Vera yang juara bertahan dari kelas sepuluh aja gak masuk."

"Dia milihnya UI sih, udah tau sekolah kita kaya gimana." tambah Hilda

"Kalo aja si Anying ini mau belajar, gue yakin dia bakal masuk jalur undangan ITB." Faisal mengusap rambut Akbar kasar. Akbar hanya terkekeh. Ia memang tidak mengharapkan masuk universitas lewat jalur undangan. Nilai rapornya saja banyak yang kosong.

"Tapi kan masih ada SBMPTN, kita gak boleh nyerah sampe sini dong." ucap Hilda semangat.

"Gue ada ide, gimana kalo pulang sekolah kita makan siomay nya pak Roni?" celetuk Faisal.

"Bener juga tu sal, gue udah rindu banget sama beliau."

"Ikannya kerasa banget sumpah nying. Bumbunya juga pas. Apalagi sambelnya yang beuhh, nikmat." Faisal mengusap bibirnya seraya terpejam. Membayangkan bagaimana makanan khas Bandung tersebut masuk ke dalam mulutnya.

Sementara Fanny dan Hilda, mereka berdua saling bertatapan seolah tidak mengerti pembicaraan Akbar dan Faisal.

"Eh lo berdua mau ikut gak? kalian belom pernah nyoba kan? Gue jamin, pasti ketagihan?" Tawar Faisal.

"Kalo gue sih oke aja, tapi Fanny?"

"Ya ampun, emang kalian kira artis tu makanannya harus mewah gitu? Gue juga suka siomay kok."

"Oke sip kalo gitu nanti gue bakalan kenalin sama beliau." Mereka berempat tersenyum bersamaan.

Akbar memandang langit, ia teringat seseorang.

"Ca, selamat hari kelulusan."

---------

"Nih, empat porsi siomay pesenan kalian." Pria yang berumur setengah abad tersebut meletakan empat mangkuk berukuran sedang pada meja yang ditempati Akbar dan kawan-kawannya.

"Makasih ya pak," ucap Faisal seraya membantu pak Roni meletakan mangkuk.

Warung siomay pak Roni memang sederhana. Hanya bermodalkan gerobak, spanduk, dan beberapa meja kayu dan kursi berbahan plastik. Atapnya pun terbuat dari terpal. Lokasinya hanya berjarak sekitar 100 meter dari sekolah. Tepat di depan Jl Sudirman. Namun jangan salah, kedai ini selalu ramai dikunjungi pembeli apalagi saat akhir pekan. Akbar dan Faisal merupakan pelanggan setia dari siomay tersebut.
Beliau belum mampu untuk menyewa tempat. Tak heran, warung beliau sering digrebek satpol pp karena alasan ilegal. Oleh karena itu, beliau selalu menyisihkan uang hasil penjualan  agar suatu saat bisa menyewa tempat yang layak. Saat berjualan, pak Roni hanya dibantu oleh istrinya.

"Ini bukannya neng Fanny itu kan?" Fanny menghentikan aktivitas makannya. Begitupun Akbar, Faisal dan Hilda. Fanny menatap pak Roni dengan senyuman lalu mengangguk.

"Iya pak, saya Fanny."

"Aduh, mimpi apa ya bapak semalem sampe warung bapak kedatengan artis geulis kayak eneng." pak Roni mengucek kedua matanya seolah tidak percaya. Faisal berdiri dari tempat duduknya lalu merangkul leher pria yang sebagian rambutnya sudah memutih tersebut.

"Jadi gini nih pak. Fanny itu temen sekolah Faisal pak dari SMP. Sebenernya Faisal itu pengen banget ngajak Fanny kesini buat kenalan sama bapak. Ya bapak tau sendiri lah, artis kan jadwalnya padat." Akbar mendadak ingin memuntahkan isi mulutnya. Bagaimana kalau Akbar katakan bahwa Fanny adalah mantannya?

Begitupun Hilda. Kalau boleh, Hilda ingin melempar botol sambal yang ada di depannya ke arah Faisal.

"B-boleh minta foto neng?" ucap pak Roni terbata-bata. Hal ini dijawab anggukan oleh Fanny.

Pak Roni langsung mengambil tempat di samping Fanny.

Cekrek.

"Geulis pisan atuh neng Fanny."

"Bisa dijadiin promosi tuh pak. Nanti kedainya bisa tambah rame." saran Hilda.

"Bener juga ya, eh ngomong-ngomong ini pengumuman kelulusan SMA kan?" Mereka berempat mengangguk.

"Kok tumben kaga coret-coret baju? Baisanya nih ya, nanti jam 12 lewat, di depan kedai bapak ini pasti berisik sama anak-anak SMA yang baru lulus." pak Roni menunjuk ke arah jalan yang berada tepat di depan gerobaknya.

Akbar menghela napas.

"Gini nih pak, kelulusan itu, bukan berarti harus dirayakan dengan coret-coret baju, konvoi, atau terkadang ada yang ngerayain pesta kelulusan di bar, bahkan ada yang sampe ke arah party-sex. Kalau menurut saya nih pak, kelulusan itu harus dirayakan dengan bersyukur. Bersyukur karena mungkin banyak siswa lain gak seberuntung kita. Saya salut pak, sama mereka yang merayakan kelulusan dengan berdonasi, atau hal positif lain. Coba deh, kalo menurut bapak lebih bagus yang mana?" Penjelasan Akbar membuat pak Roni kagum.

"Kamu bener juga sih bar. Sekarang banyak anak muda yang udah rusak akhlaknya. Miras dimana-mana, narkoba, aborsi. Bahkan mereka kira itu wajar. Gimana Indonesia mau jadi negara maju kalo generasi mudanya aja banyak yang seperti ini."

"Bapak cuma bisa berdo'a supaya kalian bisa jadi seperti apa yang kalian cita-citakan. Bisa bermanfaat, buat bangsa, agama, dam negara."

"Aaminn." ucap mereka berempat secara serentak.

"Oke kalau begitu, bapak mau kasih hadiah kelulusan buat kalian. Khusus hari ini, kalian bisa makan sepuasnya di warung bapak." mereka berempat saling bertatapan seolah tidak percaya.

"Serius pak? Minumannya juga boleh?"

"Iya sal, bapak serius. Cepetan, bapak tulis pesanan kalian."

-------

Setuju buat pendapatnya si Akbar.

Akhirnya udah sampe part 24. ☺☺

btw aku kasih bocoran ya, sebentar lagi Teka-Teki Takdir bakal selesai loh.. Ikutin terus yaa

Di part selajutnya mulai aku kasih bumbu-bumbu kebucinan. Wkwkwk

Teka Teki TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang