Matahari mulai memunculkan dirinya di ufuk timur. Memberikan seberkas cahaya untuk mengawali hari. Langit nan biru serta suara kicauan burung-burung yang terdengar mengisyaratkan setiap jiwa untuk segera bangun untuk memulai aktifitas.
Namun hal ini berbanding terbalik dengan Akbar. Suara burung dan jam beker yang terus berbunyi tidak membuatnya lekas bangun dari ranjang. Akbar masih setia dengan selimut bergambar spider-man yang menutupi tubuhnya.
Kringggggg
Merasa tidak kuat dengan suara tersebut, Akbar melempar jam beker yang terus berbunyi dengan botol minum yang ada di kasurnya. Membuatnya menjadi kepingan-kepingan tak berbentuk. Ia sangat butuh ketenangan saat ini setelah acara begadangnya semalam.
"Astaghfirullahaladzim, Akbar! Kamu ngagetin ibu tau,"
Akbar masih terdiam dengan mata yang tepejam, tanpa ada keinginan untuk menjawab. Ia yakin bahwa ibunya sedang ada di kamarnya sekarang.
"Aduhh." Akbar meringis sambil mengusap punggungnya yang sakit. Ibunya menarik paksa selimut yang melilit tubuh Akbar hingga ia terjatuh.
"Salah siapa main PS sama Faisal sampe pagi. Cepetan bangun! Kamu juga belum sholat kan? Pemuda apaan yang bangun jam setengah enam pagi?"
Dengan mata setengah terpejam, ia bangkit, meregakan otot-ototnya untuk segera mengambil air wudhu.
Akbar menyesal karena telah melempar jam bekernya dengan bantal. Jam dinding menunjukkan pukul tujuh kurang lima menit. Setelah sholat subuh, Akbar kembali melanjutkan mimpinya yang terputus hingga matahari benar-benar terlihat dari jendela kamar. Lima menit lagi gerbang sekolah akan ditutup, akan tetapi ia sama sekali belum menyiapkan diri untuk sekolah. Yang lebih parah adalah ini hari pertamanya masuk setelah libur panjang. Ya, Akbar telah menginjak tahun kedua SMA.
Tidak membutuhkan waktu yang lama bagi Akbar untuk mandi dan memakai seragam. Akbar mendapati bahwa dirinya hanya sendirian di rumah. Ibu dan adiknya sudah berangkat terlebih dahulu saat ia tertidur.
Jam digital yang melekat pada pergelangan tangannya menunjukan pukul 07:30, ia yakin bahwa gerbang sekolah sudah terkunci. Namun bukan Akbar jika tidak bisa masuk ke sekolah. Ia masih memiliki cara lain untuk masuk.
Terlihat para junior barunya yang sedang upacara pembukaan orientasi di lapangan. Ia memanfaatkan kesempatan ini untuk menuju belakang sekolah. Semua guru dan para pengurus OSIS pasti sedang disibukkan orientasi, mereka pasti tidak memiliki waktu untuk menghukumnya.
"Loh, kok tangga yang biasa disini kaga ada sih? Kalo gini gimana caranya gue masuk?" ucap Akbar. Kedua matanya celingukan mencari barang tersebut. Ia tidak mungkin menaiki dinding ini dengan tangan kosong. Tangga adalah benda yang sangat berharga bagi Akbar ketika ia terlambat. Ia menemukan alat tersebut di kebun dekat sekolah pada kelas 10. Selama ada tangga, ia tidak perlu khawatir akan hukuman.
"Ekhmm, nyari tangga ya bar."
Akbar menelan salivanya. Ia menebak bahwa orang yang sedang ada di belakangnya saat ini adalah pak Rahmat. Guru matematika, sekaligus wakasek bagian kesiswaan yang ada di sekolah. Tak heran banyak teman-temannya yang takut walaupun hanya dengan mendengar suaranya. Sosoknya seolah menjadi hantu di film Annabelle bagi siswa-siswa berandalan termasuk Akbar. Akbar berbalik, lalu melihat wajah pak Rahmat yang sedang menatapnya tajam. Ia tidak segan-segan jika menghukum murid yang melanggar peraturan. Saat ini ia hanya bisa pasrah jika pak Rahmat akan menghukumnya.
"Waktu itu ada tukang kebun lagi nyariin tangganya yang ilang, terus bapak balikin. Ternyata pencurinya ada disini." Akbar hanya tersenyum kikuk sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Tangga berharganya telah berpulang kembali kepada sang pemilik. Mungkin nanti ia harus membeli jam beker baru untuk membantunya bangun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teka Teki Takdir
EspiritualJalannya takdir memang tak pernah bisa ditebak. Karena ia adalah rahasia yang tak tampak. Kita tidak akan pernah tau apa yang akan terjadi di masa depan atau bahkan satu detik dari sekarang. Kedatangannya seolah menjadi misteri yang tak terduga. Ki...