Chapter 12

39 5 0
                                        

"Ca, ini tu harusnya lo pindah ke bagian kanan." Beberapa siswa yang masih tersisa di kelas melihat ke arah bangku di bagian belakang seolah penasaran apa yang sedang terjadi.

"Tapi kan sama aja." Aca mengelak tidak terima. Akbar tengah mengerjakan soal matematika dengan Aca. Namun yang terjadi adalah perdebatan yang tak kunjung usai. Mereka mengerjakan sebuah soal dengan caranya masing-masing. Namun jawaban yang mereka temukan justru berbeda.

"Yang bagian ini tu dikerjain dulu."

"Iih, caraku tu udah sama kaya yang di buku. Coba kamu cek punya kamu."

"Tapi model soalnya tu beda, gak bisa lah kalo pake cara yang ini." Tidak ada satupun dari mereka yang mau mengalah. Mereka seolah yakin dengan jawaban masing-masing. Akbar mendengus, ia baru mengetahui bahwa Aca adalah orang yang cukup keras kepala.

Di tahun kedua SMA, mereka sering sekali dihadapkan dengan tugas-tugas yang menurut Akbar sangat membosankan. Baik tugas kelompok maupun mandiri.

Ia sebenarnya tidak begitu peduli terkait tugas-tugas yang guru berikan. Namun dikarenakan partner tugasnya adalah Aca, mau tidak mau ia harus ikut mengerjakan.

Bahkan ia sering kehilangan waktu istirahatnya akhir-akhir ini. Aca selalu meminta untuk mengerjakan tugas di kelas dan pada saat istirahat. Akbar paham, Aca pernah mengatakan bahwa dalam islam tidak boleh berduaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.

"Wahh, ada kemajuan nih." Sambil melipat kedua tangannya di depan dada, Hilda menghampiri mereka berdua.

"Doain aja ya hil, dia susah ditaklukin soalnya." jawab Akbar yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari Aca. Akbar hanya tertawa.

"Hilda, kamu apaan sih?"

Hilda justru mengangkat kedua bahunya.

"Yaudah ah, gue gak mau ganggu. Lo berdua lanjutin, gue mau keluar." Hilda hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah kedua pasangan tersebut.

"Ca, mendingan lo pergi ke perpustakaan buat cari referensi. Kalo kaya gini, gue yakin ini tugas kaga bakal kelar ampe besok." Aca mengamati kumpulan kertas yang ada di meja. Yang dikatakan Akbar benar, sudah hampir tiga luluh menit, namun mereka masih belum bisa menyelesaikan soal yang telah diberikan.

"Ya udah kalo gitu aku mau ke perpus dulu buat cari buku." Aca berdiri lalu pergi meninggalkan kelas. Hal ini membuat Akbar tersenyum. Menurutnya Aca sangat lucu jika sedang kesal.

"Ishh, nyebelin. Kenapa sih aku bisa satu bangku sama dia?" Dengan wajah cemberut, Aca menyusuri koridor yang membawanya ke perpustakaan.

Aca langsung berhenti tatkala dirinya hampir menabrak seseorang. Aca mendongak, dilihatnya sepasang mata coklat yang menatapnya tajam. Aca tidak mengenal siapa laki-laki yang ada di hadapannya ini. Ia kembali menunduk.

"Maaf aku gak sengaja." Bukannya menjawab, laki-laki ini justru masih menatapnya. Aca merasa tidak nyaman dengan situasi ini.

Aca mencari celah untuk lewat. Ia harus segera ke perpustakaan sebelum jam pelajaran kembali dimulai. Namun laki-laki tersebut kembali menghalangi jalannya seolah tidak membiarkan ia lewat.

Aca semakin takut, suasana koridor yang sepi membuat Aca khawatir laki-laki ini akan berbuat macam-macam terhadapnya.

"Teeet."
Suara bel masuk telah berbunyi. Aca menghela napas lega. Walaupun ia tidak bisa mendapatkan apa yang ia cari, namun setidaknya ia bisa lolos dari pria yang ada di depannya ini.

"Maaf, aku harus balik ke kelas." Aca membalikan badannya untuk kembali ke kelas.

Aca tersentak. Laki-laki tersebut menarik bagian belakang keudung yang ia kenakan. Aca merasa kesakitan.

Teka Teki TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang