Akbar melihat pantulan dirinya di depan cermin. Ia tengah memakai baju putih dengan celana abu-abu di bawahnya. Sesekali ia merapikan dasi yang bertengger pada krah baju. Ya, Pendidikannya naik satu tingkat. Sekarang ia adalah murid SMA.
“Ya Allah, ganteng banget deh anak ibu pake baju baru,” puji Ratih sambil mengusap pucuk kepala Akbar.
“Iyalah bu, masa Akbar cantik sih.” Melihat tingkah anak laki-lakinya, Ratih hanya menggelengkan kepala.
“Belajar yang pinter, gak usah bolos-bolosan, gausah bikin pelanggaran. Nurut sama guru. Nih, Ibu gak bisa kasih kamu uang saku.”
Ratih menyerahkan sebuah lunch box berwarna ungu. Akbar yakin isinya adalah nasi beserta lauk untuk makan siang nanti. Mungkin, anak-anak lain akan menolaknya dengan alasan malu atau hal lain. Akbar tersenyum dan mengambilnya.
“Makasih ya bu, kalo gitu Akbar berangkat dulu. Assalamu’alaikum.” Akbar meraih punggung tangan Ratih dan menciumnya.
“Akbar!” Akbar yang dipanggil pun langsung menengok ke belakang.
“Sakit bego!” ia hampir dibuat sesak napas akibat perlakuan Faisal yang tiba-tiba merangkul lehernya.
"Hehe, maap bro."
Akbar mengamati penampilan Faisal yang sedikit berbeda dengannya. Faisal memakai sebuah topi dari bola plastik yang dipotong menjadi dua, dengan tali rafia sebagai penyangganya. Sebuah kartu nama dari kardus pun ia kalungkan pada leher. Namun bukan hanya Faisal, Akbar juga melihat siswa lain berpenampilan sama. Ia menepuk dahinya melupakan sesuatu.
"Sal, hari ini orientasi ya?"
"Iya, lo kenapa gak pake kaya gue?"
"Lupa."-------
Akbar berdiri diantara puluhan siswa yang melanggar peraturan. Hebat, di hari pertama ia sekolah, ia bahkan bisa mendapatkan hukuman. Ia tidak merasa takut sedikit pun, baginya menjadi pembeda diantara yang lain adalah hal biasa. Hukuman dan pelanggaran adalah pelengkapnya saat sekolah. Tanpa keduanya mungkin hidupnya tidak berwarna.
“Kenapa kamu gak bawa peralatan MOS?”
“Lupa kak,” jawabnya singkat. Di saat siswa lain panjang lebar mengungkapkan alasan, Akbar hanya menjawab dengan dua kata. Terlihat wajah kakak kelasnya yang marah.
“Kamu gak niat sekolah? Disuruh bawa peralatan gitu aja lupa.”
“Kak, saya udah pakek seragam SMA kaya gini kakak bilangnya gak niat? Lagian Orientasi macam apa sih yang nyuruh adek kelasnya bawa barang-barang yang gak nyangkut buat pendidikan? Bawang merah, ubi, apa lagi ya? Topi dari setengah bola? Emang kita disini mau ngapain? Bukannya Orientasi itu bertujuan buat ngenalin sekolah ke siswa baru.” jawab Akbar dengan mata yang lurus memandang ke depan dan kedua tangannya yang ia satukan di belakang tubunya.
Katakanlah Akbar lancang atau tidak sopan. Ia hanya tidak suka apabila direndahkan orang lain. Tangan salah satu OSIS itu pun mengepal mendengar apa yang diucapkan oleh Akbar. Ia tidak menyangka ada adik kelas yang begitu berani terhadapnya.
“Sekarang kamu push up 30 kali.”
Akbar menatap kakak seniornya sekilas lalu menghela napas, ia pun meletakan tasnya dan mengambil posisi untuk push up.
![](https://img.wattpad.com/cover/99669491-288-k579547.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Teka Teki Takdir
ДуховныеJalannya takdir memang tak pernah bisa ditebak. Karena ia adalah rahasia yang tak tampak. Kita tidak akan pernah tau apa yang akan terjadi di masa depan atau bahkan satu detik dari sekarang. Kedatangannya seolah menjadi misteri yang tak terduga. Ki...