Akbar telah sampai di alamat yang diberikan Fandy. Ia melangkahkan kakinya untuk masuk ke rumah yang sudah tidak berpenghuni tersebut. Lokasinya sedikit jauh dari jalan raya dan pemukiman penduduk. Rumah ini lebih cocok untuk pembuatan film horor dibandingkan untuk tempat pertemuan.
Ia mengedarkan pandangannya pada sekeliling. Rumah ini tampaknya telah lama ditinggal oleh sang pemilik. Beberapa barang yang terbuat kayu nampak usang dan dimakan rayap. Fandy memintanya untuk datang sendirian dan tidak memberitahukan siapa pun.
"Ternyata tamu gue udah dateng." Sosok yang ia tunggu pun muncul dari ruang koridor. Fandy tengah memakai kaos hitam yang ia balut dengan jaket kulit berwarna coklat. Tangan kanannya menepuk-nepuk sebuah amplop berwarna coklat.
"Nih, sepuluh juta, sesuai pesanan lo." Akbar menatap Fandy sekilas. Ia bahkan tidak memikirkan bagaimana Fandy bjsa mendapatkan uang secepat itu. Tangannya bergerak untuk mengambil amplop tebal tersebut.
"Eitss gak semudah itu dong. Gue mau bikin penawaran."
"Penawaran?" Keningnya berkerut. Fandy tidak menyebutkan hal ini sebelumnya.
"Lo harus pilih, mana cewek yang harus lo lindungin. Adek lo, yang ada di rumah sakit, atau.." Akbar mengikuti arah pandang Fandy.
Matanya membulat sempurna. Tangannya mengepal melihat apa yang ada dihadapannya. Aca tengah duduk di kursi, dengan kedua tangannya yang diikat. Baju seragamnya terlihat lusuh. Mulutnya disekap dengan sehelai kain. Aca menatapnya sambil terisak. Bodoh, harusnya ia menyadari bahwa Pria yang berdarah Indo-Jerman itu tidak akan memberikan bantuan secara percuma.
"Ternyata semudah itu buat ngejebak lo." Sambil tersenyum sinis, Fandy berjalan menuju arah Aca. Akbar langsung bergerak, mencoba mencegah. Namun kali ini kedua tangannya dipegang kuat oleh seseorang.
"Oh iya, lo belom kenalan sama temen gue. Itu Leo, dia yang bawa Aca kemari."
"Brengsek lo, Aca gak ada hubungannya sama kita. Lepasin dia sekarang." Suara Akbar meninggi, rahangnya mengeras. Melihat hal ini Fandy memanyunkan bibirnya.
"Lepasin? Kan lo belum pilih penawarannya."
Jantung Akbar terpacu lebih cepat. Darahnya seolah mendidih. Emosinya tengah berada di puncak sekarang. Penawaran gila. Mana bisa ia memilih dari salah satu pilihan tersebut.
"Eh, Sana gih minta perlindungan sama pahlawan lo." Fandy berjongkok dan menarik dagu Aca. Aca hanya memejamkan matanya pasrah. Hatinya merasa sakit. Sungguh, ia tidak tega melihat gadis itu sekarang. Namun apa yang bisa ia lakukan?
"Fan, apa sih yang lo mau sebenernya dari gue?"
"Mau gue? Gue pengen lo itu ngerasain apa yang gue rasain dulu." Fandy memberi jeda pada kalimatnya.
"Lo gak inget seorang siswi SMP kita yang tewas dulu?" Akbar mencoba mengingat masa lalunya.
"Diandra?"
Mendengar nama yang disebutkan Akbar ia kembali berdiri. Wajah dinginnya menatap Akbar seolah ingin menjelaskan sesuatu.
"Bukan gue yang bunuh dia. Tapi lo."
Akbar terkejut dengan perkataan Fandy. Pada saat ia kelas delapan, seorang siswi SMP nya tewas akibat sebuah kecelakaan. Berita yang beredar mengatakan bahwa Fandy lah yang menabrak perempuan tersebut. Namun sekarang Fandy mengatakan bahwa ia penyebabnya? Hal ini tidak masuk akal.
Perlahan, Fandy kembali mendekati Akbar.
"Waktu itu gue emang lagi suka sama Diandra. Tapi gue tau kalo Diandra lagi suka sama lo. Gue mutusin untuk gak ngejar Diandra lagi. Tapi yang lo lakuin justru bikin gue marah."

KAMU SEDANG MEMBACA
Teka Teki Takdir
EspiritualJalannya takdir memang tak pernah bisa ditebak. Karena ia adalah rahasia yang tak tampak. Kita tidak akan pernah tau apa yang akan terjadi di masa depan atau bahkan satu detik dari sekarang. Kedatangannya seolah menjadi misteri yang tak terduga. Ki...