Chapter 23

37 4 0
                                        


-------

"Good evening ladies and gentlement, back again with me Tania Larassati, and my partner,"

"Kevin Giorgino,"

"In the Final of math olympiad two thousand and nineteen."

Kalimat terakhir MC langsung disambut dengan suara tepuk tangan dari para suporter. Siulan dan teriakan nama peserta pun terdengar jelas. Babak final olimpiade diadakan pada Auditorium  SMA Liberty satu minggu setelah pengumuman.

Akbar tidak menyangka bahwa ia akan berada dalam posisi ini. Duduk bersama 2 juara bertahan olimpiade matematika rasanya seperti mimpi. Setelah pengumuman kemarin, ia langsung di privat secara khusus oleh pak Rahmat. Ia bahkan harus belajar bahasa inggris secara otodidak.

Babak ini berbeda dengan sebelumnya. 3 perwakilan sekolah yang lolos, akan kembali bersaing untuk memperebutkan juara. Sesi ini  lebih condong ke arah cerdas cermat. Dewan juri akan memberikan soal-soal secara bertahap, akan tetapi mereka tidak hanya berkewajiban untuk menjawab pertanyaan. Namun mereka juga diminta untuk menjelaskan bagaimana hasil tersebut diperoleh. Hal ini membuat Akbar sedikit kewelahan, karena ia tidak pandai untuk berbicara di depan umum. Ditambah kali ini ia harus menjelaskannya menggunakan bahasa inggris.

Dari tempat ia duduk, Akbar dapat melihat Hilda, Faisal, Fanny dan pak Rahmat. Mereka memegang sebuah spanduk yang bertuliskan namanya. Entah, ia sedikit malu dengan kelakuan mereka berempat.

"Well, ini akan menjadi sesi terakhir pada babak Final. You know Kevin, i really curious who will be the second place and the third."

"Of course Tania. Akbar Fajrian from Senior High School Bhayangkara, Haris Narution from Senior High School one, and from our school Abigail Evelyn, they have done the best for their school."

Olimpiade kali ini kembali dimenangkan olah SMA 1. Papan skor menunjukkan bahwa Haris memperoleh 200 poin, sedangkan Akbar dan Velyn mendapat skor sama, 195 poin.

"Dan sekarang akan menjadi soal terakhir yang diberikan oleh dewan juri, untuk memperebutkan juara 2. Get ready for Akbar and Velyn, this is the question." Sebuah soal pun langsung tampil pada layar besar yang berada di belakang peserta. Akbar dan Velyn langsung menengok ke belakang, berusaha memahami maksud dari soal tersebut. Mereka berdua beradu pandang sejenak.

Akbar mulai menulis rumus, begitu juga dengan Velyn. Keringat Akbar menetes deras, tangannya sedikit bergetar. Namun ia berusaha tenang. Tenang bar, gak usah buru-buru. Waktunya tiga menit kok.

Belum sampai tiga menit, Velyn telah menekan tombol yang ada di mejanya. Sepertinya ia telah menemukan jawaban. Akbar masih disibukkan dengan rumusnya.

"The answer is, ......" Ucap Velyn tegas. Ia seolah yakin dengan jawabannya.

Tiga dewan juri tersebut terdiam sejenak. Lalu salah satu dari mereka menekan tombol merah yang berarti jawaban salah.

Teeeeet.

Velyn kembali duduk, wajahnya menahan emosi. Sedangkan Akbar masih berusaha untuk menemukan jawaban. Akbar semakin tidak fokus. Waktu tersisa 30 detik lagi.

"Sialan." umpatnya.

"Waktu tersisa sepuluh detik lagi. Jika Akbar masih belum menemukan jawabannya, maka otomatis juara 2 akan diraih oleh Velyn." Suasana semakin menegang. Velyn yang melihat hal ini tersenyum sinis.

5,4,3,

Akbar langsung menekan tombol yang ada di mejanya. Napasnya memburu.

"The Answer is,....."

Auditorium mendadak hening. Para dewan juri saling berbisik satu sama lain.

"Can you explain how did you get that answer?" Akbar mengangguk mantap. Ia mengambil mic, lalu menjelaskan rumus yang ia pakai. Seisi ruangan mendengarkan penjelasan Akbar dengan seksama.

Ting,

Salah satu dewan juri menekan tombol hijau, suara tepuk tangan dan sorakan langsung terdengar. Akbar memejamkan mata, lalu membuang napas perlahan. Dalam hati ia bersorak.

"I did it."

------

"Sumpah gue pengen ketawa liat ekspresinya Velyn pas juri bilang kalo jawaban lo bener." Faisal mengusap rambut Akbar kasar. Akbar hanya tersenyum sambil memegang sebuah piala di tangannya. Saat ini, Akbar, Faisal dan Hilda tengah berada di dalam mobil untuk perjalanan pulang. Sedangkan Fanny, ia telah dijemput oleh manajer pribadinya.

"Lo berhasil menorehkan sejarah bro."

"Yang dikatakan Faisal benar. Sekolah kita memang tidak pernah memenangkan olimpiade tersebut sebelumnya. Meskipun juara satu masih dipegang SMA 1, tapi prestasi kamu bikin bapak bangga Akbar." puji pak Rahmat dengan tangan yang masih memegang kemudi.

Hilda yang berada di samping pak Rahmat mengeluarkan ponselnya lalu menoleh ke belakang untuk mengambil gambar Akbar.

Cekrek

Akbar yang menyadari hal ini berusaha untuk mengambil benda yang dipegang Hilda tersebut. Akan tetapi Hilda malah menjulurkan lidahnya.

"Eh Hil, hapus kaga tu." ucap Akbar sambil menodongkan jari telunjuknya.

"Dihapus? Padahal lo lagi ganteng loh. Gue mau kirim ke Aca ah,"  Akbar menatap Hilda tajam.

"Kalo lu kirim ke dia, traktiran gue batal." ancam Akbar.

"Hahaha, bercanda kali. Seru ya kalo godain kalian berdua. Bilang aja sih kalo lo lagi rindu, pake ngancem gue segala." tak hanya Hilda, Faisal dan pak Rahmat pun juga ikut tertawa. Akbar menahan malu.

"Oh iya, gimana kabar Aca sekarang Hilda? Gak terasa udah satu bulan semenjak dia pindah."

"Alhamdulillah pak, Aca baik. Saya masih  komunikasi sama dia kok."

"Syukurlah kalau begitu." tanpa Akbar sadari, kedua sudut bibirnya terangkat mendengar perkataan Hilda.

-------

Teka Teki TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang