Takdir membawa Maudy ke negara asing dan mempertemukannya dengan brondong yang terobsesi padanya. Selalu melakukan apapun untuk menahannya. Mulai dari hal sepele sampai ke hal anarkis.
Lantas, bagaimanakah nasib Maudy selanjutnya? Apakah dia mampu m...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sudah banyak pengalaman Maudy selama 20 tahun hidup di dunia. Mulai dari dikejar dua cowok dalam waktu bersamaan, menjalin hubungan karena merasa kasihan, baperin para cowok, menghosting anak orang, bertugas di tempat terpencil waktu semester 4, merasakan penderitaan hidup di desa terpencil, dipermainkan oleh janji-janji manis dari program yang diikutinya, dan dibuat panik oleh nilai akhir semester selama beberapa hari.
Sekarang bertambah lagi satu pengalamannya yaitu menjadi tahanan orang yang terobsesi padanya.
Sebenarnya King sesuai dengan tipe pria idamannya selama ini tapi ntah kenapa saat berhadapan langsung dengan King, ia langsung ciut dan berubah pikiran.
King terlalu tampan, terlalu kaya, terlalu meresahkan, dan terlalu menyeramkan.
Mereka tidak cocok dari segi manapun.
Maudy merasa insecure.
Maudy merasa mereka tidak pantas bersanding.
Terlebih lagi, Maudy takut ditinggalkan pas sedang sayang-sayangnya.
Maudy takut jatuh terlalu dalam mengingat perbedaan mencolok mereka.
Selain itu, tingkah playboy King membuatnya kian berhati-hati. Dulu menggoda Krystal, sekarang menggoda dirinya. Nanti entah menggoda siapa lagi.
"Apa-apaan pakaianmu itu?!" Sentak King mengagetkan Maudy dari lamunan.
Gadis cantik itu menatap King kesal. "Jangan membentakku. Suaramu membuat telingaku berdengung."
King mendekati Maudy dengan langkah besar. Tatapannya terlihat sangat tajam hingga membuat Maudy mundur tanpa sadar.
"Cepat ganti baju! Aku tidak rela membayangkan orang lain melihat paha dan lenganmu."
"Astagaaa!"
"Cepat ganti atau ku robek pakaian sialan itu sekarang juga."
Ancaman King membuat Maudy meraup wajahnya frustasi. "Bukan kah kau sendiri yang membelikan pakaian ini untukku? Kenapa sekarang malah marah-marah padaku?!" Tanyanya tak terima.
"Aku membelinya untuk di rumah saja. Cepat ganti! Jangan membuatku mengulangi perkataanku lagi!"
Maudy menghentakkan kaki kesal dan berbalik secepat kilat daripada meladeni King. Emosinya selalu terpancing karena ulah pria itu tapi sayang sekali, ia tak bisa melawan.
"Dasar pria gila!" Umpatnya pelan seraya buru-buru mengganti pakaian. Kali ini pilihannya jatuh pada celana jeans dan baju lengan panjang. Cari aman saja daripada dimarahi lagi.
Setelah selesai menggantinya, langsung keluar dari kamar mandi. Melewati King tanpa berbicara satu patah kata pun.
"Bagus. Ke depannya harus memakai pakaian tertutup seperti ini." Komentar King puas.
Maudy tetap diam. Fokus menyisir rambut hitam sebahunya, memakai lipstik, membubuhkan bedak ke wajahnya, dan menyemprotkan parfum ke tubuhnya. Sangat simple tanpa menambahkan maskara, eyeliner, pensil alis, atau pun eyeshadow karena pada dasarnya, Maudy tidak bisa memakai semua barang itu. Miris memang.
Kadang Maudy suka iri melihat orang yang jago memakai make up. Ingin sekali bisa sehebat mereka tapi apalah daya, ia selalu menyerah sebelum memulai karena takut matanya tertusuk lagi saat menggunakan eyeliner dan maskara. Ah, lupakan saja sejarah kelam Maudy di dunia make up.
"Ayo!" Berjalan mendahului King sedangkan King berlari mengejarnya.
Mereka berhenti di depan pintu apartemen yang dikunci.
King memasukkan kata sandinya tapi sebelum itu ia menutup mata Maudy terlebih dahulu.
Maudy berdecak kesal di dalam hati tapi diam saja karena malas berdebat.
Sepanjang perjalanan menuju kampus, King terus mengajak Maudy berbicara tapi gadis itu diam saja. Baru mengeluarkan suara saat King mengancamnya meskipun sangat sangat irit.
Bahkan saat sampai di kampus pun, Maudy langsung kabur ke kelas tanpa pamitan ke King.
"Krystal! Tolong aku!" Rengek Maudy saat sampai di kelas.
"Tolong apa?"
"Tolong bantu aku kabur dari apartemen King. Tadi malam dia menahanku di sana. Bahkan mengancamku kalau aku berusaha kabur."
Krystal mengerutkan kening heran. "Benarkah?"
Maudy berkacak pinggang dan menatap Krystal kesal. "Kau tidak percaya padaku? Oh ayolah! Aku tidak mungkin bercanda masalah ini! Sekarang, aku hanya punya kau dan Lavina di sini. Aku hanya bisa mengandalkanmu karena tidak mungkin mengandalkan Lavina sebab dia kakak kandung King."
"Gila. Paman dan keponakan ternyata sama saja." Decak Krystal seraya menggelengkan kepala heran.
Mata Maudy membola kaget. "Jadi, Damian juga memaksamu? Kau tidak ingin berusaha kabur darinya?"
Krystal mengendikkan bahu cuek. "Untuk apa aku berusaha kabur kalau pada akhirnya berakhir sia-sia. Lebih baik aku berdamai dengan keadaan dan berusaha menerimanya."
"Kau tidak tertekan?"
"Tidak karena aku mencintainya."
Maudy mengacak rambutnya frustasi. Tentu saja Krystal tidak tertekan karena sudah jatuh cinta. Lantas bagaimanakah dengan dirinya?
"Bisakah kau menolongku? Aku tidak ingin tinggal bersamanya. Aku tidak nyaman di sana."
Krystal tersenyum prihatin. "Aku mau saja menolongmu tapi pikirkanlah konsekuensi yang akan kau hadapi kalau berhasil ditangkap olehnya."
Maudy terdiam seketika mendengar perkataan Krystal.
Semakin frustasi kala mengingat ancaman serius King.
"Arghh! Sudahlah!" Maudy duduk dengan kasar dan membenamkan wajahnya di meja.
'Kenapa hidupku bisa sesial ini?' batinnya sebal.
"Daripada berusaha kabur darinya, bukan kan lebih baik berusaha berdamai dengan keadaan?" Celetuk Krystal.
"Diamlah, Krystal. Kau tidak akan mengerti perasaanku karena kau memiliki perasaan padanya." Rengek Maudy kesal.
"Justru aku lebih tahu bagaimana perasaanmu dan tak ingin kau terjerumus ke dalam situasi berbahaya." Gumam Krystal pelan dan penuh arti.