Vote sebelum baca⭐
Di dalam ruangan terasa sangat mencekam. Aura dingin nan mengintimidasi terus menguar keluar dari pria yang berdiri menjulang tinggi di hadapan Maudy sembari berkacak pinggang. Pria tersebut tak lain tak bukan King.
Maudy menunduk dalam. Nyalinya ciut untuk membalas tatapan King karena merasa dibolongi oleh tatapan tersebut. Terlebih lagi takut dihukum.
"Kau sudah lupa perkataanku, sayang?"
Maudy diam.
"Aku berdiri di hadapanmu, bukan di bawah kakimu." Sindir King.
Maudy lantas mendongak. Mengeluarkan tatapan memelas andalannya.
"Jadi, apa kau sudah lupa, sayang? Apa perlu kuingatkan lagi?" King menyeringai seraya memegang bahu Maudy.
Bibir Maudy mengerucut lucu. "Aku keceplosan. Bukan bermaksud menceritakannya." Rayunya.
King membalas tatapan Maudy dengan tatapan datar andalannya.
"Aku benar-benar tidak sengaja. Percayalah padaku." Maudy beralih mengenggam tangan King dan menggoyangkannya pelan.
King menghela nafas panjang. Tatapannya kembali terlihat melunak akibat tingkah menggemaskan pacarnya. "Kali ini ku maafkan."
Maudy menyengir lebar. Akhirnya, ia bisa lepas. Jurus rayuannya mempan ke King. Sepertinya, mulai sekarang dia harus menggunakan rayuan untuk lari dari ancaman dan hukuman.
Gadis cantik itu sedikit tersentak kala King mengenggam tangannya erat. Menatap tangan mereka dan beralih menatap King dengan tatapan tak terbaca.
Ingin rasanya menghempaskan tangan King tapi apalah daya, ia hanya bisa pasrah menerima daripada diancam atau pun dihukum.
"Kau sudah makan siang, sayang?"
Maudy menggeleng sedangkan King mengerutkan kening heran. "Kenapa belum makan?"
"Tidak mood." Jawabnya singkat.
King menyentil dahi Maudy gemas. "Jangan begitu. Nanti kau sakit, baru tahu rasa."
Maudy mengerucutkan bibirnya kesal. "Aku tidak akan sakit hanya karena tidak makan. Tubuhku ini tahan banting."
King menggelengkan kepala heran mendengar perkataan pacarnya. "Awas saja kalau kau sakit nantinya."
"Kenapa, huh? Takut direpotkan?" Sewot Maudy.
"Ya."
Maudy melotot kaget. "Jahat!"
King tertawa geli melihat raut wajah sang pacar.
Pria tampan itu pun menangkup wajah Maudy dan mengecup pipi Maudy secepat kilat sehingga membuat tubuh Maudy menegang kaku. "Kau sangat menggemaskan, sayang."
Maudy menelan salivanya susah payah. Jangan sampai King menciumnya lagi!
Bisa kotor pipi sucinya!
"Ah, aku mendadak lapar. Bagaimana kalau kita ke cafe biasanya?" Mengalihkan pembicaraan ke arah lain supaya King tidak berlaku semena-mena.
King mendadak tersenyum manis namun terlihat creepy di mata Maudy. "Tapi, sayang. Jangan harap bisa lepas dari hukumanmu."
****
Maudy membenamkan wajahnya di bantal. Kemudian berteriak tertahan. Diiringi oleh air mata.
Maudy sangat kesal pada sahabatnya yang mengabaikan pesannya dari tiga hari lalu.
Padahal ia butuh tempat untuk cerita supaya bebannya sedikit berkurang.
Sangat susah bagi Maudy menahan semuanya sendirian.
Otaknya sudah terlalu lelah memikirkan semua musibah dalam kehidupannya. Hatinya sudah terlalu sakit menerima kenyataan. Dan kewarasannya seperti akan terenggut sekarang juga.
Maudy menangis terisak-isak. Melampiaskan kekesalan, amarah, dan kesedihannya lewat sebuah tangisan.
Biasanya Maudy sangat kuat dan tahan banting, tapi entah mengapa hari ini dia merasa sangat lemah dan baperan.
Rasanya ingin menangis selalu. Melihat King, ingin menangis. Dikritik dosen, ingin menangis. Melihat pesannya diabaikan para sahabat, ingin menangis. Bahkan, membaca novel alur happy pun, ingin menangis.
Maudy heran sekaligus kesal pada dirinya sendiri. Tadi ia sampai berpikir apakah jiwanya sudah terganggu akibat diganggu dan dibayang-bayangi King terus.
Tubuhnya terlonjak kaget kala mendengar petir menggelegar dengan keras sedangkan tangisannya semakin kuat.
"Aku lelah." Bisiknya pada diri sendiri. Tangan mungilnya meremas bantal frustasi sebagai pelampiasan dan tubuhnya bergetar samar menahan emosi yang membuncah di dada.
"Kenapa hidupku seakan dipenuhi cobaan?"
Maudy menguatkan tangisannya tanpa takut terdengar oleh orang lain karena hujan membantu menutupi tangisnya. Terlebih lagi King sedang diluar. Menjaga Lavina Di rumah sakit.
"Kenapa aku bisa terjebak bersama pria gila seperti King?"
"Kenapa mereka mengabaikanku? Apakah mereka sudah melupakanku?"
"Kenapa Bu dosen mengkritik ku di saat aku merasa tidak bersalah sedikit pun? Bukankah wajar jika aku menanyakan sesuatu yang tidak kumengerti?"
"Lalu, kenapa aku dipertemukan lagi dengannya di saat dia sudah bersama perempuan lain."
Maudy mengeluh, menumpahkan semua keluh kesahnya.
Malam itu, menjadi saksi atas rapuhnya seorang Maudy.
Gadis yang selalu bertingkah ceria dan lucu di hadapan semua orang. Seakan tak memiliki beban sedikit pun di dalam kehidupannya.
Yang dia inginkan sekarang hanyalah seorang pendengar supaya hatinya terasa lebih lega tapi hal tersebut mustahil. Dia tidak memiliki sosok itu dan hanya bisa memendamnya sendirian.
Bersambung...
K.M.
3/6/22
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsessive
RomanceTakdir membawa Maudy ke negara asing dan mempertemukannya dengan brondong yang terobsesi padanya. Selalu melakukan apapun untuk menahannya. Mulai dari hal sepele sampai ke hal anarkis. Lantas, bagaimanakah nasib Maudy selanjutnya? Apakah dia mampu m...