Part 26◾

28.2K 2.4K 180
                                        

Vote sebelum baca⭐

‍‍Maudy melangkah gontai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

‍‍Maudy melangkah gontai. Seakan tak memiliki gairah hidup sedikit pun. Wajah murungnya terlihat begitu jelas meski gadis itu telah berusaha menutupinya.

Di sepanjang koridor kampus, gadis cantik itu menunduk supaya orang lain tidak melihat keadaan kacaunya.

Kala sampai di taman, ia langsung  menghempaskan pantatnya ke kursi dengan kasar. Diiringi oleh helaan nafas panjang.

Maudy menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi. Kemudian, memejamkan matanya. Menikmati suasana tenang di taman kampus yang selalu menjadi pelariannya.

Namun, suasana tenang tersebut tak berlangsung lama setelah kedatangan sosok pria yang duduk begitu saja di samping Maudy dan mengusap rambut Maudy lembut.

Sentuhan lembut itu membuat Maudy membuka matanya kaget dan berharap di dalam hati bukan ulah King karena ia sangat malas meladeni pria satu itu.

Helaan nafas lega keluar dari mulutnya kala melihat sosok disampingnya. Fadil.

Menurutnya, lebih baik keberadaan Fadil daripada keberadaan King yang membuatnya stres akibat berbagai ancaman dan paksaan.

"Kok Lo kelihatan sedih, Dy? Apa yang membuat Lo sedih?"

Tanpa disangka, Maudy menyandarkan kepalanya ke bahu Fadil. Hatinya sudah terlalu lelah dan butuh sandaran hingga melupakan segala kemungkinan yang akan terjadi jika dilihat oleh King.

Fadil sedikit terkejut tapi setelahnya ia langsung tersenyum bahagia. Namun, dia tak berani merengkuh tubuh mungil Maudy ke dalam pelukannya meskipun sangat ingin karena takut Maudy tersadar dan mendorongnya menjauh. Seperti yang dilakukan gadis itu selama ini.

"Aku capek, Dil. Capek banget." Lirih Maudy.

"Capek kenapa? Kalau mau, Lo bisa cerita ke gue supaya perasaan Lo lebih lega."

Maudy menatap kakinya lurus. "Semenjak aku di sini, aku selalu merasa tertekan. Aku gak pernah lagi menemukan ketenangan seperti halnya di Indo dulu. Setiap hari selalu saja ada yang mengangguku sampai aku sendiri bingung bagaimana harus menghadapinya."

"Ingin lari dari masalah, tapi terlalu mustahil untuk melakukannya. Tangan dan kakiku seolah diikat oleh rantai tak kasat mata. Mengunciku, membelengguku, dan menahanku."

"Belum lagi di sini aku gak punya teman curhat. Semua temanku menghilang dan mengabaikanku. Semakin membuatku bingung dan gak tahu harus bagaimana lagi."

"Aku butuh pelarian. Aku butuh tempat curhat. Perasaanku pasti akan lebih lega kalau punya kedua hal tersebut."

Isi hati Maudy meluncur begitu saja tanpa dapat ditahan.

Otaknya sudah terlalu penuh akibat memikirkan semua hal yang menimpanya dan selalu dipendamnya sendirian.

Kini, setelah sekian lama, akhirnya semua pemikirannya bisa diungkapkan.

"Jangan pernah memendamnya sendirian karena gue siap menjadi tempat curhat Lo kapan saja, Dy. Sama halnya seperti sekarang."

Fadil mengusap rambut hitam Maudy lembut.

"Bagaimana keadaan hati Lo sekarang? Udah merasa lebih lega setelah menceritakannya?"

Maudy menegakkan tubuhnya dan melemparkan senyuman manis ke Fadil. "Iya. Makasih, Fadil. Udah mau mendengar curhatan gajeku."

Fadil terkikik pelan. "Sama-sama. Ingat loh, Dy. Masih ada gue di sini yang siap mendengar semua kesah lo."

"Gue tau bukan hal yang mudah bagi kita untuk beradaptasi di negara asing. Bagaimanapun negara kita sangat berbeda dengan negara ini. Begitu pun dengan kebiasaan orang-orangnya."

Maudy mengangguk setuju mendengar perkataan Fadil.

"Nah, sekarang jangan merasa sendirian lagi oke? Masih ada gue yang siap menjadi pendengar Lo. Kapan pun dan dimanapun."

Maudy mengangguk. "Makasih."

"Boleh minta nomor Lo? Supaya nanti Lo bisa cerita ke gue tiap kali ada masalah."

Gadis cantik itu mendadak terdiam kala teringat sesuatu. Kemudian, ia tersenyum sungkan. "Maaf, Dil. Bukannya gak mau ngasih nomor gue ke Lo tapi gue gak bisa. Gue takut bakal ada masalah."

Fadil mengerutkan kening heran. "Lo takut dimarahi pacar posesif Lo itu?"

Maudy mengangguk pelan sedangkan Fadil menggelengkan kepala tak habis pikir.

"Untuk apa Lo mempertahankan pacar posesif kayak gitu, Dy? Dia hanya akan membuat Lo terkekang dan tertekan."

Maudy terdiam.

Ia sendiri pun enggan memiliki pacar posesif seperti King tapi mau bagaimana lagi, ancaman King membuatnya terpaksa berada di sisi pria mengerikan tersebut.

Bersambung...

4/6/22

firza532

ObsessiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang