Vote sebelum baca⭐
Setelah diselidiki, ternyata Lavina memang menjadi korban. Sama halnya seperti Maudy.
Namun, pengalaman Lavina lebih parah daripada Maudy. Lavina selalu dikasari, diancam, dan diperlakukan semena-mena.
Hal itu berawal dari pulangnya Lavina dari tempat tinggal King. Lavina diculik oleh seseorang yang terobsesi padanya.
Lebih gilanya, pria itu menelanjangi tubuh Lavina dan merekamnya. Lalu, menggunakannya untuk mengancam Lavina.
Jika Lavina memberitahukan pada keluarganya, maka Ben akan menyebarkan rekaman tersebut.
Tentu saja Lavina terkejut sekaligus frustasi mendengar ancaman tersebut.
Bisa dibayangkan betapa malu keluarganya kalau rekaman tubuh polosnya tersebar.
Reputasi baik keluarganya pasti akan tercoreng meskipun ia korban. Orang-orang akan terus membicarakannya sebagai putri pembawa aib keluarga. Orangtuanya akan menjadi sasaran empuk bagi para pesaing.
Atas dasar itu lah, Lavina memilih bungkam dan menuruti semua perintah Ben meskipun batinnya selalu menjerit marah serta ingin membalaskan semua penghinaan yang diterimanya.
Selama hidup, Lavina belum pernah mengalami hal buruk seperti ini. Lavina selalu dicintai, disayangi, diperhatikan, dilindungi, dimanjakan, dan dinomorsatukan semua orang.
Lavina benar-benar tak terima!
Lavina selalu merencanakan pembalasan di setiap harinya. Ia juga selalu mencari keberadaan rekaman tersebut. Namun, tetap bersandiwara sebagai tawanan yang patuh.
Untungnya King bisa melihat kejanggalan darinya sehingga semua masalah mudah diatasi.
King meringkus Ben. Melenyapkan rekaman. Memberikan pembalasan menyakitkan. Menyiksa tanpa ampun dan mengurung di bawah ruang bawah tanah.
Di lain sisi, Maudy tak bisa berkata-kata setelah mendengar keseluruhan cerita Lavina. Ia merasa sedikit bersalah karena telah mendoakan sesuatu yang buruk.
Tak dapat dibayangkan jika ia berada di posisi Lavina, mungkin dia sudah memilih bunuh diri karena dirinya rapuh. Mudah hancur dalam sekejap mata meskipun terlihat kuat dari luar.
"Maafkan aku, Lavina."
Lavina mengerutkan kening heran. "Minta maaf untuk apa?"
Maudy tersenyum kecil. "Intinya aku minta maaf atas semua yang menimpamu."
Lavina terkekeh pelan. Kemudian menepuk bahu Maudy gemas. "Ini bukan salahmu tapi salah pria bajingan sialan itu. Lantas kenapa malah kau yang meminta maaf? Memangnya kau ini keluarganya?" Candanya.
Maudy tertunduk pelan. Andaikan Lavina tahu bahwa dialah yang telah mengutuk Lavina. Apakah gadis itu akan membencinya?
Akan tetapi, salahkan saja adik Lavina!
King lah yang membuat ucapan buruk keluar dari mulutnya!
"Tenanglah, Maudy. Aku tidak kenapa-napa. Buktinya aku masih bernafas sampai detik ini tanpa gangguan dia lagi."
Lavina begitu kuat. Tidak menunjukkan tanda-tanda sedih dan depresi sedikit pun. Menghadirkan rasa kagum pada Maudy.
"Kau terlihat sangat santai, Lavina. Apakah kau tidak takut setelah mengalami hal mengerikan tersebut?" Maudy bertanya begitu saja tanpa dapat ditahan.
Lavina menggeleng angkuh. "Untuk apa aku takut? Terkadang, hidup memang harus ada drama sedikit supaya tidak terlalu membosankan."
Maudy melongo kaget mendengar perkataan gila Lavina.
Ia mendadak merasa menyesal telah bersimpati pada Lavina karena orang yang diberikan simpati berharganya malah mengharapkan drama.
Bukankah itu berarti Lavina menikmati kejadian yang menimpanya?
Gila!
Kakak beradik itu sama saja gilanya! Baik Lavina, maupun King!
"Jangan kaget begitu. Aku memang suka tantangan." Lavina mengedipkan matanya genit. Kian membuat Maudy melongo.
"Tapi, kenapa kau terlihat ketakutan, panik, dan tertekan di saat bersama Ben?"
Lavina menyibak rambutnya songong. Terlihat jelas raut bangga dan bahagia di wajahnya. "Tentu saja agar semua semakin terlihat seperti drama di dalam film-film. Juga dapat menipunya. Aku ingin membuatnya senang karena mengira berhasil mengendalikan diriku. Setelah itu, dia tidak akan menganggap diriku sebagai ancaman dan lengah sehingga aku bisa menghancurkan bukti di tangannya."
Maudy memijit kepalanya yang mendadak pusing mendengar alasan Lavina.
"Aish. Kalian dua bersaudara memang gak normal. Satu gila dan satunya lagi stres." Cicit Maudy pelan. Dalam Bahasa Indonesia.
"Hah? Apa artinya?"
Maudy tersenyum kecil. "Artinya, kau sangat hebat!" Bohongnya.
Lavina semakin sombong. "Tentu saja! Kau memang pandai menilai orang!"
Maudy hampir meledakkan tawanya. Namun, ia menahan sekuat tenaga supaya Lavina tidak mencurigainya.
"Ah iya, Krystal mana? Kau tahu kenapa dia tidak masuk hari ini?" Mengalihkan topik pembicaraan.
"Sepertinya, dia sibuk bercinta dengan pamanku sampai lupa waktu."
Maudy meraup wajahnya malu. "Kau terlalu frontal."
Lavina menyengir. "Lupakan saja. Krystal pasti sedang bersenang-senang dengan suaminya. Bagaimana kalau kita shopping?"
"Maaf, kak. Maudy harus pulang denganku sekarang. Dia masih sakit. Butuh istirahat yang cukup." King mendadak muncul di tengah-tengah mereka, seperti biasanya.
"Sakit? Kau sakit apa? Kenapa tidak cerita padaku?" Cerca Lavina sehingga membuat Maudy meringis dan menatap King sebal. Bisa-bisanya pria itu mengatakannya sedang sakit di saat dia baik-baik saja.
Hendak menyangkal, tapi tatapan tajam dan mengancam King membuatnya membuang jauh-jauh niatnya.
Bocah di sampingnya ini terlalu mengerikan untuk dilawan. Lebih baik ia mengalah dan menurut sebelum mendapatkan perlakuan buruk.
Bersambung...
Pasti pada gak nyangka nih Lavina malah ngedrama😭🤣
26.5.22
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsessive
RomanceTakdir membawa Maudy ke negara asing dan mempertemukannya dengan brondong yang terobsesi padanya. Selalu melakukan apapun untuk menahannya. Mulai dari hal sepele sampai ke hal anarkis. Lantas, bagaimanakah nasib Maudy selanjutnya? Apakah dia mampu m...