Jangan lupa vote dan komen⭐
"Guys. Aku ingin cerita." Cetus Lavina.
Maudy menghentikan kegiatan menyedot minumannya. Menegakkan tubuh, bertopang dagu, dan menatap Lavina lurus. "Cerita lah. Kami akan mendengarkannya."
Wajah Lavina menunjukkan sorot bahagia sehingga membuat Maudy dan Krystal memicingkan mata penasaran. "Kemarin aku melihat Acer dan Vee bertengkar hebat. Mereka membawa namaku ke dalam pertengkaran itu. Katanya, Acer mencintaiku dan merasa kehilangan setelah aku menjauh darinya. Vee marah besar padanya dan memutuskan Acer begitu saja."
Raut wajah Lavina saat menceritakan terlihat sangat bahagia dan puas karena dua orang yang membuatnya bersedih di masa lalu telah putus.
"Saat Vee pergi, aku mendekati Acer dan berlagak polos menanyakan apa yang terjadi padanya. Acer mendadak memelukku dan menyatakan perasaannya padaku serta meminta maaf padaku karena pura-pura tidak peka pada perasaanku."
"Jangan bilang kalau kau dan Acer sekarang berpacaran!" Jerit Krystal tertahan.
Ada rasa tak rela dalam dirinya jika Lavina memang berpacaran dengan Acer yang menurutnya pria pengecut.
Maudy pun juga merasakan hal yang sama dengan Krystal tapi ia tak berkomentar apapun karena menunggu penjelasan Lavina.
Lavina menyibak rambutnya songong. "Tentu saja tidak. Aku hanya ingin melihat penderitaannya karena sudah pura-pura tidak peka dan menyakiti perasaanku."
Maudy menggelengkan kepala heran melihat Lavina. Teman cantiknya itu ternyata sangat pendendam. Bahkan ke orang yang dicintainya.
"Bagaimana dengan perasaanmu? Kau masih mencintainya atau..." Maudy menggantung ucapannya.
Lavina tersenyum songong. "Perasaanku untuknya sudah mati sejak melihat kebersamaannya dengan Vee."
Maudy mengulum senyum. "Syukurlah kalau begitu."
"Kau benar-benar sesuatu, Lavina." Komentar Krystal.
"Aku hanya melindungi diriku sendiri dari kehancuran, Krystal. Tidak mungkin gadis cantik dan terkenal sepertiku menangisi seorang pria. Bisa luntur harga diriku."
Lavina memang berpikir pakai logika saja. Bukan pakai hati seperti perempuan pada umumnya karena sejak kecil, ia sudah berprinsip tidak akan mudah hancur karena laki-laki.
Mommy nya lah yang menanamkan prinsip itu dalam pikirannya. Setiap malam, sang mommy selalu mengingatkannya pada hal yang sama.
"Ya, ya, ya. Terserah kau saja." Cetus Krystal. Kemudian menyeruput minumannya.
"Btw, bagaimana hubunganmu dengan pamanku?"
"Biasa saja."
"Kalau hubunganmu dengan adikku?"
"Begitulah."
Lavina tersenyum geli. "Lucu juga. Kedua sahabatku memiliki hubungan dengan orang terdekatku. Satu berhubungan dengan pamanku dan satunya lagi berhubungan dengan adikku." Gadis cantik itu menggelengkan kepala tak habis pikir.
"Huh! Sebenarnya aku malas punya hubungan dengan adikmu tapi dia memaksaku dan selalu mengancamku." Ketus Maudy keceplosan.
Lavina mengerutkan kening heran. "Memaksamu dan mengancammu?"
Maudy mengibaskan kedua tangannya. "Lupakan saja perkataanku. Tidak penting juga."
Krystal menatap Maudy kasihan sedangkan Maudy menyengir seakan semuanya baik-baik saja.
"Jadi, King memaksamu selama ini?" Tanya Lavina tak percaya sekaligus kaget mendengar adik lucu nan menggemaskannya bisa memaksa orang lain.
Beriringan dengan itu, muncullah King di antara mereka sehingga membuat Maudy menelan saliva kasar.
Ada sedikit rasa takut dalam diri Maudy mengetahui King mendengar pembicaraan mereka. Ia takut dihukum!
"Maudy bercanda, kak. Mana mungkin aku memaksanya. Iya 'kan, sayang?" King tersenyum manis ke arah Maudy namun senyumannya terlihat sangat mengintimidasi di mata gadis satu itu.
Mampuslah aku!
Bersambung...
1.6.22
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsessive
RomanceTakdir membawa Maudy ke negara asing dan mempertemukannya dengan brondong yang terobsesi padanya. Selalu melakukan apapun untuk menahannya. Mulai dari hal sepele sampai ke hal anarkis. Lantas, bagaimanakah nasib Maudy selanjutnya? Apakah dia mampu m...