Vote sebelum baca⭐
Kebebasan di depan mata membuat Maudy bahagia bukan main. Berakhir berencana mencari angin di luar seraya membeli makanan.
Maudy menyisir rambutnya tak sabaran. Memoleskan bedak dan lipstik ke bibir pucatnya akibat tak makan sejak tadi siang. Kemudian, memakai cardigan guna meletakkan ponsel dan uangnya.
Gadis cantik itu pun berjalan penuh semangat ke arah pintu. Hendak membuka pintu kamar. "Mau ke mana?" Namun, pertanyaan King membuat langkahnya terhenti.
"Keluar. Cari makan." Jawabnya tanpa berbalik.
"Jangan keluar! Ini sudah malam! Nanti kau diculik orang!"
Maudy mengambil nafas dalam-dalam. Kemudian berbalik dan menatap King kesal. "Aku lapar."
"Pesan online saja."
"Aku ingin keluar sambil jalan-jalan."
"Tidak boleh!"
Maudy menghentakkan kaki kesal. "Bukankah katamu kau akan membebaskanku? Tapi, kenapa kau mengingkari ucapanmu sendiri?! Apa kau memang orang yang tidak dapat dipercaya?!"
King berjalan mendekati Maudy dan mengurung Maudy ke pintu sehingga membuat gadis itu tak berkutik. Apalagi King hanya memakai handuk. Semakin membuatnya tidak berani bergerak sembarangan.
"Ini sudah malam. Sangat berbahaya seorang perempuan keluar malam-malam. Apakah kau tidak mengerti hal itu, Maudy?"
Gadis cantik itu memberanikan diri untuk mendongak dan menyunggingkan senyuman manis. "Benar juga perkataanmu. Aku bisa saja diculik lagi oleh orang gila sepertimu."
Bukannya tersinggung, King malah tertawa kecil. "Kau benar. Makanya diam saja di rumah."
Maudy berdecak kesal. "Tapi, aku tetap ingin keluar. Aku ingin jalan-jalan untuk refreshing otakku yang sangat suntuk karena ulahmu."
King menatap Maudy kesal karena gadis itu selalu saja membantah ucapannya.
Apa susahnya menuruti perkataannya?!
"Pergilah bersamaku. Kalau perlu bawa Lavina juga." Cetus Maudy. Apapun caranya, dia harus keluar malam ini.
King berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk menyetujui.
Ia merasa ada baiknya juga membawa kakaknya keluar supaya kakaknya tak berlarut-larut dalam kesedihan lagi.
"Baiklah. Tunggu sebentar." King menjauh darinya sehingga menghadirkan rasa lega tak terkira pada diri Maudy.
"Aku akan menunggumu di luar."
"Oke."
Maudy langsung kabur secepat kilat dari kamar dan mengelus dada lega karena tidak dilecehkan King.
"Maudy? Sejak kapan kau tinggal bersama adikku?" Tanya Lavina kaget.
Maudy menelan saliva kasar. Ingin jujur pada Lavina tentang yang sebenarnya terjadi tapi nyalinya ciut seketika kala mengingat ancaman serius King.
Kalau pria itu tahu dia menceritakan ke Lavina, takutnya nanti dia benar-benar dikurung lagi.
Sebenarnya tidak masalah dikurung, asalkan ada ponsel, WiFi, kuota, dan makanan. Akan tetapi, masalahnya, King merampas hpnya. Makanya ia tidak sanggup dikurung.
"Sejak kami pacaran." Cengir Maudy pada akhirnya.
Lavina berdecak kagum. "Kalian benar-benar mengejutkanku."
Maudy meringis.
"Karena kalian tinggal bersama, maka dari itu aku tidak jadi tinggal di sini. Aku tidak ingin menganggu kalian."
Maudy menggeleng panik. "Kau ini bicara apa?! Mana mungkin kehadiranmu menganggu kami. Aku malah sangat berterima kasih atas kehadiranmu di sini."
Dengan kehadiran Lavina, maka King tidak akan berani bertindak semena-mena lagi padanya.
Setidaknya King akan sok jaga image adik baik dan perhatian di hadapan Lavina.
"Kenapa berterima kasih segala?" Tanya Lavina merasa heran.
Maudy mengerucutkan bibirnya.
"Aku butuh teman di sini karena sering merasa bosan."Lavina mencolek lengan Maudy menggoda. "Bukannya ada adikku?"
"Aku yakin kau tidak merasa bosan di sini karena adikku itu sangat lucu dan cerewet. Kau pasti menginginkanku tinggal karena ingin kabur dari bayi besar itu, 'kan? Dia selalu menggoda dan membuatmu kewalahan atas tingkah kekanakannya itu?"
Maudy mendesah kesal.
Andaikan saja Lavina tahu kelakuan adiknya yang sebenarnya.
Andaikan Lavina tahu kalau King tidak seperti apa yang terlihat selama ini.
Andaikan Lavina tahu sifat busuk King.
Sekarang, rasanya mulut Maudy sangat gatal ingin mengakui semuanya!
"Apa yang kalian bicarakan?" Tanya King mendadak muncul.
Untunglah Maudy bisa menahan mulutnya untuk berkata jujur karena kemunculan mendadak King bisa menghancurkan plan nya.
Lavina berkacak pinggang dan menatap King tajam.
King mengernyit heran melihat tatapan kakaknya. Kemudian, beralih menatap Maudy tajam. Tatapannya seakan mengatakan ... "Kau mengatakannya ke kakakku?!"
Maudy mengembungkan pipi kesal akibat dituduh. Padahal ia sudah menahan diri sekuat tenaga, tapi King malah mencurigainya.
"Kau ini sangat keterlaluan!" Omel Lavina.
Tatapan King semakin menajam, disertai oleh tatapan mengancamnya ... "Tunggu hukumanmu, sayang!" Arti tatapannya.
"Bisa-bisanya merecoki Maudy tiap hari sampai dia kewalahan. Sebagai kakak yang baik, ku sarankan padamu untuk mengurangi sifat kekanakan mu sebelum Maudy kabur darimu dan mencari sosok pria yang lebih dewasa."
King tersentak kaget. Ternyata bukan masalah itu yang dibahas kakaknya. Mengagetkannya saja.
Bersambung...
22.5.22
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsessive
RomanceTakdir membawa Maudy ke negara asing dan mempertemukannya dengan brondong yang terobsesi padanya. Selalu melakukan apapun untuk menahannya. Mulai dari hal sepele sampai ke hal anarkis. Lantas, bagaimanakah nasib Maudy selanjutnya? Apakah dia mampu m...