[Completed]
"Kengeriannya, ketakutannya, depresinya. Bahkan aku seolah-olah bisa mendengar pekikan ngilu kawanan mereka, begitu nyaring. Serta tusukan tombak perak yang menembus dada kiriku, memecahkan jantungku dan mematahkan seluruh tulang rusukku...
Siulan Hendery memancing para burung merpati untuk terbang mendekat. Lelaki itu tersenyum sambil berjongkok. Ditebarkan remahan roti yang sengaja ia ambil dari rumahnya.
"Sebetulnya kalian tak boleh kuberi makan karena pemilik rumah di depan kalian ini tidak terlalu menyukai kalian." Hendery berkata dengan lembut. "Tapi kalian tidak pernah mampir ke rumahku, padahal kalian bebas disana."
Mata Hendery memandang lembut. Burung-burung itu berdatangan kesana kemari, mengepakan sayap-sayap halus mereka.
"Kalian terlampau sama."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Xiaojun berjalan dengan lemah. Kepalanya seperti baru saja dihantam oleh batu yang luar biasa berat. Diskusinya bersama Winwin menyisakan kebingungan yang tak lazim bagi kedua pemuda itu. Apalagi mereka adalah orang-orang yang terbiasa berpaku pada sains. Takhayul dan makhluk astral tak pernah terbersit secuil pun dalam bayangan mereka.
"Memang seperti mimpi."
Tiba-tiba kakinya berhenti melangkah. Tertegun.
Hendery Wong di kejauhan sana benar-benar tak ubahnya mimpi. Dengan seekor merpati putih di jemarinya dan pandangannya yang terpekur sayu. Lelaki itu duduk di tangga paling bawah rumah Xiaojun. Ujung mantel marunnya yang terjatuh ke tanah menampilkan kesan kuat akan prajurit yang membidik sasarannya dengan lihai dan anggun. Semua ini, semuanya, terasa tak nyata. Seperti mimpi.
Sebuah ledakan nostalgia membuncah dalam dada Xiaojun. Ledakan yang aneh dan menyenangkan. Apakah ini rasa rindu atau sekadar kekaguman, Xiaojun tak tahu pasti. Yang jelas rasa ini sangat kuat dan menyakitkan. Hampir-hampir melumpuhkan kesadaran pemuda kecil itu.
Hendery menyadari kehadirannya. Ia melambai dengan semangat. Agak-agaknya persona anggun itu sudah kembali digantikan oleh sosok yang energik dan misterius.
Xiaojun yang telah menguasai dirinya lagi, mendekati Hendery dengan aura yang dingin. Ia memandang remeh merpati-merpati yang sedari tadi disayang Hendery. Dan dengan hentakan kakinya yang dibuat-buat, para burung itu pergi berterbangan.
Hendery mendongak. Ia tersenyum pada kepergian teman-temannya. Masih dengan senyum yang sama, pandangannya beralih pada Xiaojun. "Kau pulang lama sekali."
Xiaojun berlalu tanpa memandangnya. Setelah ia berada di anak tangga paling atas, tanpa membalikan tubuh, ia bercakap, "apa urusanmu?"
Perkataan ini jelas-jelas dingin dan mengejek. Hendery cukup pintar untuk menyadarinya. Tapi lelaki itu tetap tersenyum tenang. Ia menaiki tangga, menyusul Xiaojun. Ia menarik bahu lelaki yang membelakanginya itu sehingga berhadapan dengannya. Mata dengan iris coklat itu cukup memberi Hendery kesimpulan betapa tidak stabilnya emosi jiwa pemiliknya saat ini.
"Aku lelah." Ujar Xiaojun gemetar. "Sebenarnya aku ini siapa?"
"Itulah yang selalu kau tanyakan." Hendery merengkuh tubuh kecil pemuda itu. Merasakan getaran hebat bahunya serta rembesan air matanya di dada. Xiaojun berusaha keras menahan tangisnya, namun ia tak mampu. Hendery memeluknya erat dan memberinya belaian-belaian kecil di punggung kurus Xiaojun.