jeffrose_'s present
Hendery mendongakkan kepalanya. Musim gugur membuat daratan China terlihat begitu jingga, nyaman, seolah-olah memiliki kekuatan magis. Hendery suka di sini. Ia suka melihat para mahasiswa berlalu-lalang sambil bercanda dengan kelompoknya. Ia suka melihat pasangan-pasangan tua duduk-duduk di kursi taman. Ia suka melihat karyawan-karyawan kantor berlari-lari mengejar bus mereka. Dan ia hanya duduk tersenyum sebagai penonton. Ia tidak ingin ikut andil dalam kesibukan mereka. Biarlah ia menjadi seperti patung kuno yang dibuat dua abad yang lalu. Hanya diam membisu, tapi tanpa orang-orang sadari menjadi saksi atas segalanya.
"Hendery Wong?"
Hendery menoleh, didapatinya Yangyang melihatnya dengan raut ragu-ragu. Hendery memberi senyum ramah padanya. Saat itulah wajah Yangyang berubah menjadi cerah. Pemuda manis bersurai madu itu duduk di samping Hendery dan bertanya dengan antusias.
"Hendery Wong apa benar kau kemarin ada di rumah Dejun-ge?"
Hendery tak menjawab. Ia hanya mengangguk dengan senyum ramah yang sama. Yangyang berseru heboh.
"Astaga, aku benar-benar tidak pernah menyangka!"
"Menyangka apa?" Tanya Hendery.
Yangyang tersenyum lebar kepadanya. "Kau! Kau dan Dejun-ge! Seharusnya aku sudah bisa menduganya!"
Dahi Hendery mengerut. "Yangyang, apa tidak pernah ada orang yang memberitahu padamu bahwa sebisa mungkin jangan berasumsi?"
"Ah, tidak apa-apa. Yang penting asumsiku benar, kan?" Yangyang menyandarkan punggungnya ke kursi.
Hendery mengalihkan pandangannya dari Yangyang. "Gegemu itu... kaku sekali bukan?"
Yangyang mengangkat bahu. "Kadang-kadang dia bisa menjadi sangat tidak sopan dan menyebalkan. Dia tak pernah mendengarkan ceritaku dan anehnya aku terus saja bercerita padanya. Jadi aku tak tahu siapa yang tolol disini."
Hendery tertawa pelan. "Tapi dia mendengarkanku. Aku bisa merasakan dia ada disana, di sampingku, memasang telinganya. Meskipun ia memandang ke arah yang lain, tapi aku sangat yakin dia sedang mendengarku," lalu ia berkata lembut sambil memejamkan matanya, "dia ada disana, dan dia menganggapku juga ada."
"Apakah sejak itu?" Yangyang menghela nafas, "semenjak Dejun-ge mendatangi rumahmu? Atau sejak kapan?"
"Ketahuilah Yangyang, aku mengagumi gegemu lebih lama dari yang bisa kau duga." Hendery membuka matanya.
Yangyang tersenyum lembut. Ia menepuk pundak Hendery untuk memberinya semangat. "Meskipun Dejun-ge itu menyebalkan, tapi ketahuilah dia juga berhati seperti malaikat."
Hendery mengangguk, "aku percaya." Pandangannya beralih pada cincin perak di jari manis Yangyang. Tanpa sadar ia bergidik, padahal benda itu sama sekali tak menyentuh kulitnya, apalagi menembus jantungnya.
Yangyang menyadari arah pandangan Hendery. Ia tersenyum lebar. "Aku semalam bertunangan dengan Kun-ge!" Ujarnya gembira.
"Ah benarkah? Aku ikut bahagia karenanya," Hendery berbasa-basi. Ia berpikir sejenak. "Itu seniormu yang bertemu denganku di kantin, kan?"
Yangyang mengangguk semangat. "Lain kali akan ku perkenalkan kalian. Kun-ge itu maniak sejarah, hampir sama seperti Dejun-ge. Tapi Kun-ge tidak menyebalkan, dia memperlakukanku dengan manis sekali. Tanpa cela. Seperti itulah Kun-ge."
Hendery mengangguk-angguk menanggapi Yangyang sementara pikirannya melayang entah kemana.
'Kun. Qian Kun. Tanpa cela. Dari Fujian.'
![](https://img.wattpad.com/cover/211714082-288-k421910.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry That I Walked Away ● HenXiao ●
Fantasi[Completed] "Kengeriannya, ketakutannya, depresinya. Bahkan aku seolah-olah bisa mendengar pekikan ngilu kawanan mereka, begitu nyaring. Serta tusukan tombak perak yang menembus dada kiriku, memecahkan jantungku dan mematahkan seluruh tulang rusukku...