jeffrose_'s present
"Sudah kubilang bahwa masalah ini tidak usah dibicarakan lagi bukan?"
Yangyang tiba-tiba menciut. Kun terlihat marah, benar-benar marah. Matanya yang biasa menatapnya dengan lembut kini berubah menjadi seperti elang yang hendak menangkap mangsanya. Kemudian Yangyang palingkan wajahnya ke arah lain, karena ia sungguh takut.
Kun tinggalkan kursinya dan berjalan mendekati jendela. "Habiskanlah makananmu," titahnya dengan tegas.
Yangyang menurut. Diambilnya sendok itu dengan tangan gemetar. Lalu dengan gerakan perlahan, ia suapkan satu persatu makanan yang ada di piring ke dalam mulutnya.
Kun terus melihat ke luar jendela. Antara karena tak berani dan gengsi, ia tak mau berbicara terlebih dahulu kepada Yangyang. Pemuda itu, pemuda yang sangat dikasihinya, bertanya tentang sesuatu yang tak akan pernah mampu ia jawab. Pertanyaan yang menyangkut hidup dan matinya.
Tiba-tiba pintu terbuka. Kun menoleh dan mendapati Winwin dan Lucas masuk ke dalam ruangan.
"Ah, ternyata kalian sudah selesai," ujar Winwin. Dengan sumringah, ia mendekati Yangyang dan bertanya, "bagaimana keadaanmu?"
"Cukup lebih baik," jawab Yangyang sambil tersenyum lemah.
Kun tahu bahwa Winwin menyadari keanehan diantara mereka. Pemuda berkacamata itu menoleh sekilas ke arahnya sebelum kembali mengarahkan atensinya kepada Yangyang.
"Aku selalu heran kepada orang-orang sakit yang sampai masuk rumah sakit, aku tidak pernah mengalami hal itu soalnya," komentar Lucas yang sibuk melihat-lihat interior kamar rawat Yangyang.
"Jangan sampai kau dirawat di rumah sakit," balas Yangyang. "Ini tak menyenangkan."
"Aku percaya," ujar Lucas. "Lalu kapan kau bisa keluar?"
"Aku-" Yangyang menoleh terlebih dahulu kepada Kun, "-tidak tahu."
"Tentunya ketika dokter mengizinkan," tambah Winwin membantu.
"Oh, begitu," Lucas mengangguk-angguk paham. Lalu tiba-tiba ia mendapat ide. "Kalau begitu kau izinkan saja Yangyang pulang, kau, kan, dokter," ujarnya kepada Winwin.
"Kau benar-benar berniat membuat orang-orang percaya bahwa aku dokter sungguhan, ya?" balas Winwin sinis.
Lucas terkekeh. Lalu ia berjalan mendekati Kun. "Gege sendiri, bagaimana keadaannya?"
Kun berjengit. Ia menatap Lucas seolah laki-laki yang berdiri di sampingnya ini adalah hal yang aneh dan tak pernah ia lihat. Lucas tersenyum padanya, dengan semangatnya yang khas, semangat yang sangat familiar.
"Baik," jawab Kun singkat.
Winwin dan Yangyang memerhatikan adegan itu. Mereka menyadari ada tembok tinggi yang membatasi antara Kun dan Lucas. Tembok yang kuat dan kokoh, namun transparan, sehingga mereka dapat melihat satu sama lain.
"Ekhem," Winwin berdeham. "Dejun belum kembali?"
Yangyang menggeleng. "Ia belum kembali dari sarapan."
"Ia sedang asyik bermesraan dengan si Hendry Wong itu," Lucas menimpali.
"Hen-de-ry," koreksi Winwin.
"Sama saja," ujar Lucas keras kepala. "Tapi namanya memang agak tidak biasa. Bukan Hendry, tetapi Hendery," Lucas menoleh ke arah Kun, seolah berbicara kepadanya. "Nama yang amat mudah dikenali."
Mata Kun bergerak gelisah. Dengan sekali sentakan, ia pergi keluar. "Ada yang harus aku beli," ujarnya sebelumnya.
Lucas memerhatikan kepergiannya dengan ekspresi yang tak dapat dijelaskan. Seperti terdapat cemoohan dalam pandangannya itu. Ia tersenyum seperti biasa dan kembali berbincang dengan Yangyang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry That I Walked Away ● HenXiao ●
Fantasy[Completed] "Kengeriannya, ketakutannya, depresinya. Bahkan aku seolah-olah bisa mendengar pekikan ngilu kawanan mereka, begitu nyaring. Serta tusukan tombak perak yang menembus dada kiriku, memecahkan jantungku dan mematahkan seluruh tulang rusukku...