jeffrose_'s present
Xiaojun memotong rapih roti isi sayuran. Pagi ini ia terpaksa sarapan sendiri karena orangtuanya tengah melakukan perjalanan bisnis selama sehari semalam. Setelah meminum obat dan vitaminnya, ia memakai mantel dan tasnya lalu hendak pergi.
Setelah ia menutup dan mengunci pintu rumah, pemuda itu berjalan di trotoar sambil bersiul-siul pelan. Jarak dari rumah ke kampusnya juga dapat ditempuh dengan bus, namun Xiaojun memilih berjalan kaki untuk menikmati suasana musim favoritnya.
"Selamat pagi Dejun." Sapa Kun sambil menepuk bahu Xiaojun. Pemuda yang lebih muda itu balas tersenyum.
"Pagi Kun-ge. Agak siang hari ini?" tanyanya.
Kun mengeratkan mantelnya. "Angin musim gugur ternyata cukup gagah untuk menggugurkanku dalam semalam."
Xiaojun tertawa. "Bukankah gege kemarin membeli satu lusin kantung teh dari toko kemarin? Kudengar minum teh bisa menghangatkan badan."
"Aku terlalu pelit." Kun terkekeh. "Aku menghemat teh itu untuk ku sajikan pada tamu penting sewaktu-waktu."
"Astaga, kan bisa beli lagi ketika habis. Lagipula tokonya dekat, jadi tak usah susah-susah." Ujar Xiaojun.
Kun tersenyum lebar ke arahnya. "Kau bisa menemaniku membelinya?"
Kening Xiaojun berkerut. Ia menjauhkan sedikit badannya dan memasang sinyal waspada. "Gege ingin aku mengkhianati Yangyang?"
"Astaga, bukan begitu maksudku." Kun terbahak karenanya.
"Lalu apa? Atau sebenarnya gege calon menantu Bibi pemilik toko itu?" Xiaojun masih memandang Kun dengan pandangan curiga.
"Dejun, kau tahu siapa tamu penting yang aku maksud?" Kun mendongak ke langit. Xiaojun dengan ragu menggeleng.
"Mereka adalah orangtua Yangyang," Kun tersenyum bangga. "Aku perlu membeli beberapa toples acar plum, Yangyang pernah bercerita kalau Ibunya sangat menyukainya. Aku juga berniat untuk membeli satu set kendi dan cawan tanah liat dari sana jika aku sudah mendapat gaji dari kerja serabutanku."
Xiaojun mengerjap. Tiba-tiba pandangan skeptisnya berubah menjadi kekaguman. "Acar plum disana memang enak sekali, baiklah aku akan mengantar gege."
"Terimakasih." Kun tersenyum ramah. "Kau amat membantu."
"Hey! Winwin Dong!"
Winwin melafalkan kalimat-kalimat dalam buku yang ia baca. Seharusnya waktu tenangnya di perpustakaan pagi yang sepi bisa sempurna jika bisikan-bisikan dari makhluk di luar jendela itu tak membuyarkan lamunannya.
"Dong Winwin Dong! Kau belum tuli kan? Atau aku harus menyumpahimu dulu?"
"Tuan muda Wong yang terhormat, saya yakin anda tahu bagaimana cara menggunakan pintu." Winwin menaruh bukunya dan berucap kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry That I Walked Away ● HenXiao ●
Fantasía[Completed] "Kengeriannya, ketakutannya, depresinya. Bahkan aku seolah-olah bisa mendengar pekikan ngilu kawanan mereka, begitu nyaring. Serta tusukan tombak perak yang menembus dada kiriku, memecahkan jantungku dan mematahkan seluruh tulang rusukku...