jeffrose_'s present
"Jen- Jenkinson II?"
Hendery menatap lurus ke iris coklat pemuda bersurai perak yang bergerak-gerak gelisah itu. Meskipun sedang dalam keadaan tidak stabil, namun Hendery tetap bisa merasakan ketangguhan dan kemauan kerasnya. Hendery yakin pemuda itu benar-benar anak dari Jenderal Besar Jenkinson, Jenkinson II.
Keadaan hening sejenak. Keduanya berpandangan dan sibuk menganalisis masing-masing. Lalu pemuda dengan surai perak itu mengangguk pelan.
"Benar, aku Jenkinson II. Dan Ibuku sedang sekarat, ia tak bisa bernafas. Aku harap kau adalah orang baik sehingga kau bisa membantuku mengangkatnya, aku kurang kuat melakukannya." Katanya dengan nada yang lebih stabil.
"Tenang, aku murid ayahmu. Aku sebenarnya sedang dalam perjalanan menuju penjara kalian. Yudith berencana untuk melarikan kalian secepatnya." Hendery memasukan kembali busur dan anak panahnya.
"Ah, baguslah. Ikuti aku." Jenkinson muda itu menggenggam dan menarik tangan Hendery menuju ke penjara tempat seharusnya ia sedang dikurung bersama Ibunya.
Kerajaan pusat sepertinya sudah tertidur seluruhnya. Para penjaganya hanya sedikit dan terlihat mengantuk. Hanya obor-obor yang membuat kota itu tampak hidup dan awas. Padahal nyatanya penjagaannya lemah sekali.
"Setelah kalian pergi prajurit yang mereka pakai payah semua." Xiaojun berbisik pada Hendery. "Tapi kau harus berhati-hati pada Albert."
Hendery mengangguk. Albert adalah vampir tua yang gemuk dan tinggi. Kepalanya botak dan jenggot putihnya keriting tebal. Dari balik bibir atasnya muncul dua gigi taring yang tumbuh begitu panjang. Seluruh penampilannya mengingatkan Hendery pada walrus. Dia adalah penjaga penjara yang kurang pintar dan hanya menurut kepada kepala sipir karena takut dicambuk.
Jenkinson muda menarik Hendery agar bersembunyi di balik jerami. Dari sana mereka bisa melihat Albert yang berbaring tak berdaya dengan mulut menganga di tanah. Hendery mengerutkan alisnya bingung.
"Dia tidak mati, kan?" Tanyanya.
"Omong kosong, aku hanya melemparkan batu ke tulang hidungnya. Cepatlah, dia bisa bangun kapan saja." Jenkinson kembali menarik Hendery masuk ke dalam gerbang penjara bawah tanah.
Salah satu tangan Jenkinson meraba-raba dinding gua yang sempit, sementara tangan yang lainnya menggenggam erat Hendery. Lorong bawah tanah itu sama sekali tak memiliki cahaya dan udara. Hendery bahkan tidak tahu apa yang mungkin ia temui di depan atau apakah ada yang mengikuti mereka dari belakang.
Tak lama kemudian Jenkinson menubruk sebuah pintu besi. Jemarinya yang kecil bergerak lincah membuka kunci selot pintu yang rumit itu. "Aku berlatih dari waktu ke waktu," jelasnya sambil berbisik. "Aku tak pernah menunggu ultimatum kalian diterima. Aku dan Tay harus bebas, apapun caranya."
Hendery merasa tersinggung, ia tetap menghendaki penerimaan ultimatum daripada pelarian diri yang tidak terhormat. Tapi entah kenapa kemantapan hati pemuda yang sedang sibuk membuka kunci itu seolah mempengaruhi seluruh pemikiran Hendery, sehingga dalam kecepatan sepersekian detik, pendapat Hendery berubah. Ia langsung menyetujui gagasan Jenkinson Muda itu.
Selot berhasil Jenkinson buka dan ia mendorong pintu dari baja itu. "Tay?" Ia memanggil Ibunya. "Bertahanlah, aku menemukan pertolongan."
Jenkinson menemukan tubuh Ibunya dari kegelapan lalu diserahkannya kepada Hendery. Hendery terperanjat ketika tubuh dingin dan ringkih itu menyentuh kulitnya. Nafas Taylor terdengar lemah dan sekujur tubuhnya bergetar. Hendery menggendong wanita itu dengan begitu hati-hati dan perlahan karena takut meremukan tubuh rapuh itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/211714082-288-k421910.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry That I Walked Away ● HenXiao ●
Fantasía[Completed] "Kengeriannya, ketakutannya, depresinya. Bahkan aku seolah-olah bisa mendengar pekikan ngilu kawanan mereka, begitu nyaring. Serta tusukan tombak perak yang menembus dada kiriku, memecahkan jantungku dan mematahkan seluruh tulang rusukku...