9. Ona

186 11 0
                                    

Leo pov

Langkah kaki ku di koridor seakan menggema, sunyi dan hanya ada beberapa orang yang terlihat melintas. Mungkin salah satunya aku, yah..bisa di tebak aku datang kepagian kali ini. Hal yang sangat langka. Itu semua karena semalam sehabis makan malam aku tidur sampai pagi, walaupun seharusnya bekerja.

Aku jadi senang atas usul kakak ku yang berlian itu, pura-pura sakit. Hem..walaupun aku sedikit takut jika itu terjadi nyata, tapi berkat kebohongan itu aku jadi diberi cuti kerja dua hari. Yang artinya 4 hari, karena kak Rehan memberikan cuti di hari Kamis dan Jumat. Sabtu dan Minggu kan aku tidak harus berkerja di cafe terkutuk yang sayang nya aku butuhkan itu. Jadi aku bisa santai tiga hari kedepan. Cuti ku satu hari sudah ku gunakan kemarin.

Untung saja kak Rehan tidak menggangu hari indah ku, dia harus ke luar kota entah kerena apa aku tidak tau dan tidak ingin tau. Aku bersyukur, karena itu salah satu sebab nya juga ia memberi cuti, katanya karena dia tidak bisa menjaga ku di cafe saat sedang tidak enak badan, jadi aku iya iya saja saat dia menyuruhku istirahat di rumah. Yah..walaupun aku juga sedikit kelayapan.

Aku melihatnya di lapangan basket, dia tidak menyadari kehadiran ku. Aku mendekat, ada yang perlu kami bicarakan.

"Hey?" Aku menepuk pundaknya. Dia langsung lari, apakah wajahku begitu menyeramkan?

"Mau kemana lo?" Aku mencekal tangannya, seperti nya agak kencang karena ku lihat ringisan di wajahnya.

"Ampun kak ampun." Ia memohon, sebenarnya aku sangat kesal dengannya. Tapi bukan hak ku menghakimi.

"Gue bakal lepasin lo, asal ada syarat nya. Jangan lari! Gue cuma mau ngomong bentar sama lo."

"I iya kak." Aku melepaskan tangannya.

"Rasya." Wajahnya begitu pucat pasi sekarang. Ingin sekali aku menonjok tepat di hidungnya. Tapi kasian, dia sudah pesek. "Lo tau apa kesalahan yang udah lo lakuin?"

"Maafin aku kak, aku nggak tau kalau papa bakal ngelakuin hal seperti itu. Papa cuma tanya aku kenapa karena aku nangis waktu pulang sekolah, dan papa nggak terima sama sikap kak Aga sama aku. Aku minta maaf kak, tolong jangan laporin papa aku ke polisi."

"Sya lo tau nggak sih anak buah papa lo itu hampir bunuh Aga. Gimana kalo waktu itu Aga celaka beneran?!"

"Iya kak aku tau, papa juga sebenarnya cuma mau kasih pelajaran sama kak Aga, tapi kejadian itu nggak sengaja. Anak buah papa aku nggak sengaja kak, mereka udah cerita semuanya. Aku cuma takut kalau kak Aga bully aku lagi."

"Hem..gimana ya susah gue omong nya. Gue sebagai temen Aga minta maaf atas kelakuan Aga. Dia emang kaya anak kecil, jadi lo maafin Aga ya. Nanti gue bilang ke Aga soal permintaan maaf lo, pasti dia juga bakal maafin. Gue cuma mau semuanya damai, udah itu doang."

"Makasih kak, ternyata kak Leo baik nggak seperti yang orang-orang bilang."

"Emang mereka bilang apa?" Aku mengernyit bingung.

"Em.." Rasya menunduk takut ucapannya salah.

"Nggak papa lo bilang aja."

"Banyak yang bilang kalau kak Leo itu preman, galak, jutek, misterius, dan nggak segan-segan buat mukul orang yang bermasalah sama kakak."

"Hem..nggak gitu juga sih, ya walaupun mereka ada bener nya. Tapi kalau udah kenal, gue seperti orang normal pada umumnya kok."

"Aku tau itu, kakak orang baik. Cantik lagi, pantes banyak yang suka."

"Hah?" Aku yakin alisku sedang menyatu sekarang.

"Banyak lo kak adek kelas yang ngefans sama kakak. Temen-temen ku aja kalo liat kakak lewat kaya lagi liat artis. Kakak aja yang nggak perduli lingkungan sekitar. Eh..sorry kak."

GERHANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang