30. Tom and Jerry

100 4 0
                                    

Tangan putih itu mengerat memeluk tubuh laki-laki di depannya yang sedang memacu motor kencang. Memang hari ini mereka sudah terlambat dengan janji mereka kepada seseorang. Dengan gesit sang pengendara menyalip beberapa mobil yang menghalangi jalan nya.

"Jangan kencang-kencang dong Bim." Teriakan Arin yang cempreng tak digubris.

"Nanti kalau jatuh gimana. Lo lagi bawa anak gadis orang nih."

"Gue nggak mau kenapa-kenapa ya!"

Bisa berdecih pelan mendengar protes dari gadis yang ia bonceng. Ia sedang fokus mengendarai motor, tapi suara cempreng Arin terus saja mengganggu. "Tinggal lo pegangan gue apa susahnya sih Rin? Bawel amat."

"Gue takut Bim! Kalau nabrak gimana?"

Bima menghela nafas pelan sembari mengendurkan tangan nya perlahan-lahan. Laju motor nya kini berangsur-angsur mulai normal. Walau Arin super menyebalkan dan sering membuat gendang telinga Bima sakit, tapi Bima tidak setega itu membuat Arin ketakutan.

"Dah puas?"

"Nah gitu dong jangan ngebut kaya di kejar setan gitu. Haidar juga nggak bakal pergi kok kalau kita telat sedikit."

"Ini semua gara-gara lo tau nggak, pake dandan lama banget kaya mau kondangan aja. Iya kalau cantik, lah ini modelan kaya badut lampu merah."

"Apa lo bilang?!" Arin mencubit perut Bima kencang membuat sang empu menggeliat kesakitan.

"Aduh-aduh Rin jangan nyubit gitu dong sakit."

"Biarin! Biar tau rasa lo!" Arin tetap mencubit Bima beberapa kali membuat Bima semakin tidak fokus. Keduanya tidak menyadari terdapat polisi tidur yang cukup tinggi 5 meter di depan. Tidak sampai 10 detik ban motor milik Bima oleng begitu pun sang pengendara membuat arah nya tidak lagi lurus. Dengan kencang menabrak pembatas jalan dan terjatuh begitu saja.

Tubuh keduanya terguling di aspal yang begitu keras. Untung saja jalanan yang mereka lewati begitu sepi hingga tidak ada kendaraan lain yang akan semakin membuat bahaya situasi.

Arin perlahan membuka mata, jantung nya berdegup kencang saat mengetahui bahwa ia berada dalam pelukan Bima. Ia tidak bisa berpikir bagaimana bisa Bima melindungi dirinya, ini sedikit tidak masuk akal. Entah bagaimana posisi jatuh mereka, Arin bahkan tidak bisa membayangkan.

Perlahan tapi pasti keduanya berusaha duduk dengan susah payah. Tidak bisa bohong bahwa tubuh mereka kesakitan saat ini. Tapi kenapa Bima malah memperdulikan Arin tanpa memikirkan dirinya sendiri, padahal Arin lah yang menjadi penyebab mereka terjatuh.

"Rin? Lo gimana ada yang luka? Bilang sama gue."

"Rin jangan diem aja dong!"

"ARIN?! JAWAB GUE?"

Mata Arin malah berkaca-kaca, bulir bening itu siap jatuh kapan saja. Hal itu membuat bingung Bima, keadaan jadi semakin kalut. Bima merasa bersalah jika terjadi apa-apa dengan Arin. Bagaimanapun Arin adalah tanggung jawab nya, karena Bima lah yang mengajak Arin untuk menemani nya bertemu dengan Haidar.

"Bima..." Suara pelan Arin membuat Bima tersenyum. Setidaknya Arin sudah bisa ia ajak komunikasi.

"Ada yang sakit Rin?"

"Lo berdarah." Arin langsung menangis sesenggukan di tempat. Ia takut-takut menyentuh wajah Bima, takut jika Bima merasa kesakitan. Cairan hangat berwarna merah itu mengalir di sisi kanan wajah laki-laki bermata sipit itu.

"Bima lo berdarah!!"

Bima mengernyit heran, tangan nya mengusap wajahnya sendiri. Benar kata Arin, darah yang keluar lumayan banyak. Pantas gadis itu ketakutan. "Tapi lo nggak ada yang luka kan Rin?"

GERHANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang