6. Terluka

333 19 0
                                    

Leo berjalan santai keluar dari gedung sekolah, ia melihat kiri kanan apakah ada Rehan di sekitar nya. Tapi hasilnya nihil.

"Jadi kak Rehan nggak jemput gue? Oh iya kan dia bilang nya cuma nganterin gue berangkat sekolah bukan jemput gue sekolah sekalian. Gimana sih tuh orang."

"Bukan nya gue ngarep di jemput tapi kan gue nggak bawa motor, sayang kan uang gue buat naik angkot."

Leo menyesal menerima di antar Rehan tadi pagi. Jika tau begini ia pasti menolak ajakan itu. Tapi apa daya bubur sudah tak dibisa kembali menjadi nasi. Menyesal pun percuma. Entah karena lupa atau memang tidak menjemput Leo tak ada niat untuk menghubungi Rehan. Biarkan saja!

Tin..tin..

Leo menoleh ke samping. Kaca jendela mobil itu turun memperlihatkan sosok tampan di dalam nya.

"Butuh tumpangan nona?"

Leo pikir daripada uang nya terbuang untuk naik angkot lebih baik menerima tumpangan itu, walaupun resiko nya sampai rumah kuping nya akan terasa sakit.

"Gue kira lo udah pulang." Ujar Leo sembari menutup mobil merah yang di tumpangi nya. Kebetulan ini mobil mewah jadi hanya cukup untuk 2 orang. Yang berarti mereka berdua duduk berdampingan.

"Gue sengaja nungguin lo, eh ternyata bener dugaan gue. Lo lagi butuh bantuan. Dan gue muncul sebagai pahlawan yang akan menyelamatkan Leo dari mata bahaya. Dengan begitu pahlawan yang tampan ini bisa berduaan dengan Leo."

Tuh kan? Apa yang Leo bilang. Resiko nya mendengar ocehan lelaki ini membuat kupingnya terasa panas sekarang. Selagi ia tak menanggapi nya pasti mulut itu diam sendiri.

"Tumben lo nggak bawa motor Le?"

"Tapi pagi soalnya gue di anterin kak Rehan." Ujar Leo jujur sembari menikmati jalanan yang di guyur gerimis kecil-kecil. Untung tadi ia menerima tawaran Aga, jadi tak perlu khawatir kehujanan. Walaupun sebenarnya ia suka bermain bersama hujan.

"Kak Rehan? Oh owner cafe songong itu?"

"Jangan mulai deh Ga." Leo mendengus kasar.

"Iya iya. Lagian masa cuma di anterin doang nggak di jemput balik. Itu namanya cowok nggak gentleman. Tapi nggak papa deh gue malah seneng, kalo dia jemput lo kan gue nggak bisa berduaan sama lo kaya gini. Ya nggak?" Aga menaikturunkan alisnya.

"Nanti di pertigaan belok kiri." Leo mengalihkan pembicaraan.

"Habis itu?"

"Habis itu lurus aja terus, ketemu perempatan belok kanan. Dari perempatan 500 meteran udah nyampe."

"Oke sebentar lagi kita melewati tikungan yang tidak terlalu tajam. Dan yak..! Aga memang pembalap hebat dapat melewati tikungan dengan baik nya."

"Woh...hampir aja gue tabrak tuh motor, main salip di tikungan aja."

"Ohh ngejak balapan? Okay!"

Aga menginjak pedal gas kencang hingga Leo pun terkaget. Anak yang satu ini rupanya ingin balapan.

"Kurang kenceng Ga." Protes Leo.

"Siap bos." Tapi Aga malah menambah laju kendaraannya, dia memang tak peka atau bagaimana.

"Ga awas nabrak loh!" Peringat Leo.

"Tenang aja Le, ini jalanan juga sepi kok. Aman."

"Terserah!" Tak mau ambil pusing Leo memalingkan wajahnya ke jendela mobil. Tapi detik berikutnya dahi Leo mengkerut bingung. Di menoleh ke belakang memastikan apa yang ia lihat di spion benar.

GERHANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang