11. Bahagia

1.5K 139 0
                                    

"Hei," Vivi menghampiri Mira yang berjalan sendirian menuju tempat latihan. Mira menoleh dan mendapati Vivi berjalan di sebelahnya. "Tumben dateng awal,"

"Sekalian nyokap pergi. Lo juga dateng awal," Mira memainkan botol yang berisi infused water lemon di tangannya. Vivi menoleh ke botol yang di pegang Mira. "Tumben juga lo bawa infused water."

Mira menatap botolnya, lalu memberikannya kepada Vivi. "Tadi nyokap bikin banyakan, trus dibawain dua, katanya biar ga jajan es. Emang gue sapi gelonggongan?"

Kedua bola mata Vivi berbinar, ia menerima botol pemberian Mira. "Tau banget kalo gue suka. Lo emang temen terbaik yang gue punya."

Langkah Mira dan Vivi terhenti saat seseorang memanggil nama Vivi dari belakang. Mereka berdua berbalik dan melihat Chika berlari ke arah mereka.

"Chika, kok lari-lari sih. Kalo jatuh gimana?" ucapan Vivi tidak digubris oleh Chika, ia malah mencari sesuatu dari dalam tasnya. Mengambil sebotol infused water lemon dan madu lalu diberikan kepada Vivi.

"Aku sengaja bikin, soalnya kemarin kamu ngeluh tenggorokanmu sakit. Ja-" ucapannya menggantung saat melihat Vivi membawa botol infused water di tangan. Senyum Chika pudar sejenak, lalu ia berusaha untuk kembali tersenyum, "Kamu udah bawa ya, yaudah i-"

"-Chik," panggil Mira. Chika menoleh ke arahnya, lalu Mira mengambil botol yang dibawa Vivi. "Tadi Vivi minta minum, jadi ini punya gue."

Senyum Chika kembali mengembang, ia memberikan botol itu kepada Vivi. Melihat situasi yang sangat membingungkan, Vivi hanya terdiam, ia menoleh ke arah Chika lalu ke Mira yang menunduk.

Vivi menerima botol dari Chika, "Makasih, ya. Kamu repot-repot kesini cuma buat ngasih ini."

Chika menggeleng, "Tadi mamah minta ditemenin buat beli barang bulanan, trus sekalian mampir kesini."

"Gue ke da-" ucapannya Mira terpotong.

"-lo mau kemana? Kita kan disuruh beli minum sama kak Kinal." Mira membulatkan matanya, bukan karena ucapan Vivi tapi karena tangan Vivi yang tiba-tiba menggenggamnya, seakan menahan kepergiannya.

Chika melongo melihat itu, lalu tersenyum, "Aku pergi dulu ya, kak, mamah udah nungguin."

Vivi mengangguk, membalas lambaian tangan Chika dengan senyumannya. Chika melihat dengan jelas saat Vivi menggenggam tangan Mira. Ia menggelengkan kepalanya, mengusir pikiran-pikiran negatif yang mulai bermunculan diotaknya. Ia telah berjanji untuk mempercayai Vivi, ia juga percaya jika Vivi mencintainya.

"Kenapa?" lirih Mira. Vivi menoleh, mengangkat satu alisnya, tangannya belum melepas genggaman ke tangan Mira.

Mira mendongakkan kepalanya, "Kenapa lo boong? Kenapa lo gak biarin gue pergi? Kenapa lo malah nahan gue? Kenapa?"

Vivi terdiam, ia melepaskan genggaman mereka perlahan. Ia sendiri tidak tau mengapa ia menahan Mira. Berani menggenggam tangan Mira di depan pacarnya sendiri. Ia bingung dengan reaksi tubuhnya yang tiba-tiba.

"Weh, diem-diem bae. Ngopi napa?" celetuk Dey yang tiba-tiba berdiri di depan mereka.

"Lo aneh," kedua mata Mira mulai berkaca-kaca, Vivi masih belum menemukan suara, tenggorokannya tercekat seiring dengan menetesnya air mata Mira. Dey memilih untuk bungkam, ia terjebak di keadaan yang tak ia inginkan.

"Dulu lo bilang, kita gak bisa temenan kalo ada rasa. Gue udah berusaha biar kita gak terlalu deket, tapi kenapa lo malah narik gue ke hubungan kalian?" Mira mengusap pipinya yang basah, "Gue ga mau ngerebut elo dari Chika, tapi kenapa seakan gue nusuk Chika dari belakang? Kenapa lo buat gue kejebak dalam posisi ini? Kenapa?!"

PulseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang