Amel dan Ariel datang bersama ke tempat latihan. Ariel membuka pintu dengan wajah kusut, masih pagi tapi ia sudah kena semprot Amel. Sepanjang perjalanan ke tempat latihan, Amel terus mengomel. Seperti saat malaikan atid membacakan dosanya di hari akhir.
"Iya-iya." lesu Ariel.
"Dari tadi cuma iya-iya doang, jangan cuma dengerin, tapi janji. Kamu itu gak pernah bisa ngontrol emosi kamu sendiri."
Ariel memalingkan wajah, mencoba tidak mendengarkan ocehan Amel yang jika ditarik intinya juga sama saja. Pandangannya terhenti saat melihat Vivi tiduran di atas paha Chika dan tangan Chika mengusap lembut kepala Vivi.
Dengan penuh percaya diri ia berjalan mendekati Vivi dan Chika lalu berdiri di depan mereka. Amel yang kehilangan jejak Ariel langsung berhenti mengoceh dan mendapati pacarnya ingin mencari masalah lagi.
"Wah, itu orang apa kucing? Kok dielus terus?" sindir Ariel sambil melipat kedua tangannya ke depan dada. Vivi langsung menegakkan tubuhnya dan berdiri di depan Ariel, ia menatap sinis Ariel.
"Maksud lo apa?"
Ariel tertawa kecil, "Cuma mau bales dendam aja, lo udah ngatain aswad-aswad kemarin."
"Hajar aswad, tolol." ketus Vivi, Ariel tidak terima di panggil tolol. "Siapa yang tolol? Lo?" Ariel menunjuk Vivi.
Tangan Vivi menepis telunjuk Ariel, "Jangan nunjuk-nunjuk."
"Emang kenapa? Kalo ga ada petunjuk kita ga bisa tau jalan yang lurus."
Vivi memutar bola malas, "Lo orang apa udang sih, kok gak ada otak." sindirnya.
Ariel membulatkan bola matanya, "Kurang ajar lo sama senior, udah ngatain tolol sekarang ngatain ga ada otak. Dasar seblak."
"Mending seblak, ketimbang elo pare." sewot Vivi.
"Pare kalo dimasak itu enak, dasar brotowali."
"Brotowali bisa buat jamu, Mengkudu."
"Mengkudu banyak khasiatnya, bunga bangke." Vivi mendadak terdiam, tubuhnya menegang.
Ariel tersenyum melihat Vivi tak berkutik di depannya, "Udah mlempem?"
Vivi bersusah payah menelan ludahnya, bukannya ia tidak ingin membalas ucapan Ariel, ia sangat ingin, tapi dua orang yang berdiri tepat di belakang Ariel yang membuatkan tak berkutik.
Amel berdiri tepat dibelakang Ariel, disampingnya ada Gaby. Mereka berdua sama-sama menatap tajam ke arah Vivi, memintanya untuk berhenti.
"Sana panggil dey, kalo perlu panggil lord Nunu sekalian. Kagak takut gue." sombong Ariel.
Chika berdiri dan menarik Vivi untuk menjauh dari hadapan Ariel, sambil sesekali mengomeli Vivi. Ariel tertawa keras melihat Vivi seperti kucing yang kalah perang.
Ia berbalik dan tawanya mendadak terhenti melihat pacarnya dan kaptennya menatap tajam ke arahnya. Tatapan pacarnya lebih runcing ketimbang tatapan kaptennya.
"Ha ha ha ha." tawanya terdengar hambar, ia mengatupkan mulutnya, susah payah menelan ludahnya, nyawanya akan habis sebentar lagi.
"Udah puas?" tanya Amel dengan nada dingin. Ariel sontak menggelengkan kepalanya.
"Oh belum puas? Udah lanjutin aja sana berantemnya? Emang kalo gitu kamu ngerasa keren, iya?! Ngerasa paling bener?!" sewot Gaby. Ia menghela napas panjang, susah menghadapi anak buah seperti Ariel.
"Baru aja tadi dibilangan buat kontrol emosi. Masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Bisa gak sih sekali aja dengerin orang ngomong?" Ariel hanya terdiam. Semua orang menatap ke arahnya sambil sesekali tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulse
عاطفية"Aku gak pernah bisa nolak permintaanmu," cerita fanfict Vivi dan Chika. Ada Amel dan Ariel. Ara dan Fiony. Random, mau request siapa boleh Selagi ada bahan, kenapa tidak dieksekusi sekalian?