22. Lari

1.3K 147 8
                                    

Jika Vivi mengira Chika lebih bahagia saat ini, Vivi benar, Chika memang nampak sangat bahagia. Bahkan raut pura-pura tidak terlihat di wajahnya. Ini memang Chika yang pandai bermain peran atau memang sudah tidak memiliki rasa.

Chika sengaja datang lebih awal saat latihan, ia duduk bersila di depan tembok. Sebuah buku yang cukup tebal berada di atas pangkuannya. Ia benar-benar menyibukkan dirinya untuk belajar. Namun saat ditanya apakah ia akan langsung melanjutkan kuliah tahun ini atau tidak, ia akan selalu menjawab tidak tau.

Padahal dimana pun Chika berada, pasti disana ada buku tebal. Bahkan hampir semua orang mengira jika Chika hendak melanjutkan kuliah tahun ini. Ia sangat berbeda dengan Vivi yang malah menghabiskan waktu dengan bernyanyi atau tidur, setidaknya waktunya tidak terbuang sia-sia.

Chika menoleh saat mendengar Kristi tertawa di sampingnya. Ia kehilangan fokus karena sedari tadi suara gelak tawa Kristi memecah konsentrasinya, semenjak ia putus dengan Vivi, ia lebih sering menghabiskan waktu dengan Kristi.

"Lagi liat apa sih?" Kristi memiringkan layar ponsel ke arah Chika. "Iseng nonton kak Gracia sama kak Shani. Lucu banget mereka itu."

Kepala Chika terayun keatas dan kebawah dengan pelan, ia pernah menonton video Shani dan Gracia, tapi ia tidak tertawa sama sekali, ia hanya merasa jika Shani dan Gracia cocok jika berpacaran, saling melengkapi.

Chika kembali fokus ke bukunya, pensil yang berada di tangan kanannya ia putar-putar, ia sedang mengerjakan soal matematika yang sebenarnya cukup mudah. Tapi ia sedang mencari alternatif lain yang lebih mudah.

Ia memaksa otak pemikirnya untuk bekerja lebih keras, karena ia tidak mau otak peras mengambil alih dan ia akan merasa sedih terus menerus. Waktunya akan terbuang sia-sia jika ia meratapi hidupnya sepanjang waktu.

Lagi-lagi Chika menoleh saat Kristi tertawa, ia menghela napas kasar, sepertinya ia tidak bisa konsentrasi jika berada di samping Kristi. Chika menutup bukunya lalu meletakkan buku itu di samping tubuhnya. Ia mengambil ponsel dan mengecek beberapa pesan yang masuk.

"Gak capek ketawa terus dari tadi?" tanya Chika yang dijawab dengan gelengan kepala dari Kristi. Tawa Kristi semakin menjadi-jadi, Chika penasaran mengapa Kristi bisa tertawa terpingkal-pingkal.

Mereka menonton berdua, tapi sedari tadi hanya Kristi yang tertawa. Sedangkan Chika mencari bagian mana yang terlihat atau terdengar lucu. Chika menyerah, ini karena selera humornya yang terlalu tinggi atau memang Kristi orang yang receh.

"Chika udah makan belum?" Chika menoleh ke depan, melihat Aya tiba-tiba duduk di depannya sambil membawa sepiring nasi lengkap dengan lauknya.

"Belum," ucap Chika lalu ia menunjuk ke arah Kristi, "Kristi juga belum, dari tadi ketawa mulu."

"Aku suapin ya, tapi aku gak mau nyuapin Kristi." Aya mengarahkan sendok yang berisi nasi dan lauk ke mulut Chika.

"Kenapa?" tanya Chika dengan mulut penuh.

"Bahaya, dia lagi ngunyah trus tiba-tiba ketawa, ntar keselek." terang Aya. Chika hanya menganggukkan kepalanya, ia kembali mengambil ponselnya untuk sekadar mengecek akun media sosialnya.

"Chik, kamu emang bener baik-baik aja apa pura-pura?" Chika sedikit terkejut dengan pertanyaan Aya yang terlalu mendadak menurutnya.

"Aku gapapa," jawab Chika setelah menelan makanan yang berada di mulutnya. Ia tidak berbohong, toh memang kenyataannya ia baik-baik saja.

"Syukurlah kalo gitu," Aya kembali menyuapi Chika, sesekali ia memperhatikan Kristi yang terus tertawa. Ia menggelengkan kepalanya, mereka bertiga hanyalah gimmick semata, namun perhatiannya pada Chika dan Kristi adalah benar adanya.

PulseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang