14. Keyakinan

1.4K 140 4
                                    

"Riel, lo gak kangen gue?" ucap Amel sambil bergelayut di punggung Ariel.

Ariel yang masih fokus mengerjakan papernya, sama sekali tidak menggubris segala bentuk rayuan dari Amel. Ia harus segera mengumpulkan paper itu sebelum pukul 12 malam. Masih tersisa 3 jam, waktu yang cukup untuk menyelesaikan tugasnya malam ini.

"Riel," Amel sedikit mendesah sambil meniup-niup kecil telinga kanan Ariel.

Dengan susah payah, Ariel menekan hasratnya. Semua yang ada di otaknya hanya tugas tugas dan tugas saja.

Amel mendengus sebal melihat tidak ada reaksi dari Ariel. "Gue minta lo kesini buat nemenin gue, bukan buat ngeliat lo ngerjain tugas."

Ariel menoleh sekilas lalu kembali fokus ke layar laptop, menarikan jari-jarinya dengan lincah di atas keyboard. "Bentar aja, Mel. Kalo gue telat ngumpulin paper ini, gue ga bisa ikut ujian minggu depan."

"Yaudah," Amel menarik tubuhnya dari punggung Ariel, membaringkan tubuhnya di atas kasur sambil memainkan ponselnya.

"Mel, bentar doang."

"Hmm."

Ariel meletakkan laptopnya di atas kasur, mendekati Amel dan mengecup dahi Amel dengan lembut. Tanpa sengaja tatapannya ke arah layar ponsel Amel, ia melihat Amel berada di roomchat dengan Erika. Ia tidak bisa marah, karena ia harus fokus dengan tugasnya kali ini. "Jangan marah."

"Hmm."

Ariel mengusap kasar wajahnya, ia menarik turun tubuhnya dari kasur. Jika ia mengerjakan papernya di atas kasur, ia pasti akan kembali tergoda untuk menyentuh Amel. Ia duduk di atas lantai dan bersandar di samping kasur.

Tinggal dikit lagi, batin Ariel.

Satu jam berlalu, ia melirik Amel yang tampak serius dengan ponselnya. Ia mengangkat kedua bahunya acuh, yang penting Amel tidak mengganggunya mengerjakan paper.

Beberapa saat kemudian ponselnya berdering, ia menoleh ke arah Amel untuk mengambilkan ponselnya yang berada di sebelah Amel.

"Mel, tolong ponsel gue dong." Ariel menjulurkan tangannya sambil matanya terus terarah ke layar laptop.

"Halo," sapanya setelah menggeser tombol hijau dan menekan tombol pengerah suara. Ia meletakkan ponselnya di atas kasur di dekat telinga kirinya.

"Sampe mana paper lo?"

"Udah sampe bagian akhir, bentar lagi kelar. Lo gimana?"

"Gue udah kelar, tapi bukan itu maksud gue. Lo ngerjain tema apa?"

Ariel menscroll layar laptopnya ke atas, "Ekonomi."

"Nah itu masalahnya," Ariel mengerutkan keningnya, ia meraih ponselnya dan memegangi di depan wajahnya. "Maksud lo gimana?"

"Lo genap kan, gue baru aja check tugasnya lagi, ternyata yang genap ngerjain tema Sosial Budaya, bukan Ekonomi."

Ariel membulatkan matanya tidak percaya, ia sudah hampir selesai mengerjakan papernya dan temannya baru memberitahuinya.

"Gak usah becanda lo, gue udah mau selesai, tinggal bagian penutup ini."

"Gue gak becanda, kita sama-sama genap, gue juga salah tema."

"Bangsat!" pekik Ariel, amarahnya naik. Amel terkejut mendengar umpatan Ariel. Ia menoleh ke arah Ariel yang wajahnya sudah berubah menjadi merah.

Ariel menahan amarahnya, "Kenapa lo gak ngasih tau gue tadi-tadi. Ini tinggal 2 jam kurang, belum lagi nyari referensi yang bikin gue setengah gila. Mana cukup waktunya?"

PulseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang