"Chik, merem deh." ucap Vivi tiba-tiba setelah mereka terdiam beberapa saat.
Chika menoleh, "Buat apa?"
"Merem dulu."
"Gak, ntar kamu macem-macem."
Vivi mengangkat jari telunjuk dan jari tengah ke atas, "Aku ga bakal macem-macem."
"Gak usah lama-lama." ucap Chika sambil menutup matanya perlahan.
Wajar jika ia takut Vivi berbuat aneh-aneh, soalnya mereka sedang berdiri di luar malam-malam menunggu mobil jemputan masing-masing. Lagipula malam ini lumayan sepi. Chika juga tau jika isi otaknya Vivi gak ada yang bener.
Vivi mengambil sesuatu di dalam tasnya, lalu dengan hati-hati mengalungkan sesuatu di leher Chika.
"Jangan melek dulu," ucapnya sambil mengaitkan pengait kalung itu di belakang.
Setelah selesai memasang kalung itu, Vivi berdiri di depan Chika sambil tersenyum. "Sekarang buka mata kamu."
Perlahan Chika membuka matanya, ada sesuatu yang aneh bergelayut di lehernya. Kepalanya menunduk dan melihat sebuah kalung terpasang di lehernya, matanya berbinar, ia menoleh ke depan melihat ke arah Vivi yang tersenyum-senyum.
"Kak," Vivi hanya menganggukkan kepalanya. "Suka gak?"
Chika mengangguk cepat lalu memeluk erat tubuh Vivi. "Suka banget, makasih kak."
Vivi merasa lega karena ternyata Chika menyukai kalung pemberiannya. Ini adalah kalung yang ia beli secara khusus langsung ke pembuat kalung. Ia rela memutari satu jakarta untuk mencari tempat yang mampu membuat kalung spesial.
Perlu waktu yang cukup lama untuk membuat kalung sederhana. Sebenarnya ia hendak memberikan kalung ini saat ia memberikan kejutan kepada Chika dulu, tapi karena pembuatan kalung ini memakan waktu satu bulan lebih, dan baru ia ambil semalam setelah perform.
Karena kalung ini spesial maka harga yang ditawarka juga spesial. Vivi rela merogoh dompetnya sangat dalam demi kebahagiaan Chika. Toh selama ini ia tidak pernah membelikan Chika barang mewah.
Chika melepaskan pelukannya, tangannya meraih kalung itu. Cantik, pikirnya. "Makasih banget kak."
"Iya, Tamara. Makasih mulu kayak mbak-mbak indomaret." celetuk Vivi.
Ya, beginilah Vivi, selalu merusak momen yang ia buat sendiri. Padahal Chika sudah merasakan keromantisan dari Vivi, tapi mendadak jokes receh yang keluar dari mulut kekasihnya menghilangkan momen ini.
Jari Chika memagang kalung dengan simbol dunia di tengah-tengahnya. Ia menoleh ke arah Vivi, "Kenapa bentuknya dunia?"
"Aku maunya semesta, tapi ntar kasian kamu bawanya berat." kekeh Vivi.
Chika memutar malas bola matanya, "Emang kalo dunia gak berat?"
Tangan Vivi terangkat dan mengacak rambut Chika, "Becanda, sayang."
"Hari ini kamu romantis banget, ngasih kalung, manggil sayang."
Vivi tersenyum, "Gapapa kan, jarang-jarang aku ngasih kamu sesuatu, aku juga ga pernah manggil kamu dengan panggilan sayang. Hari ini spesial karena kamu masih mau bertahan sama aku."
Wajah Chika bergerak maju dan mengecup pipi kanan Vivi sekilas, "Tanpa kamu sadar, kamu udah ngasih aku kebahagiaan yang sempurna. Dan itu udah lebih dari cukup."
Tangan Vivi terangkat menyentuh pipinya yang terdapat bekas kecupan bibir Chika. Raut wajahnya berubah menjadi sangat bahagia. Tak apa ia menjadi miskin bulan ini, yang penting bahagianya terus bertambah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulse
Romance"Aku gak pernah bisa nolak permintaanmu," cerita fanfict Vivi dan Chika. Ada Amel dan Ariel. Ara dan Fiony. Random, mau request siapa boleh Selagi ada bahan, kenapa tidak dieksekusi sekalian?