18. Heeeeee?

1.2K 142 8
                                    

Sudah hampir seminggu Vivi hilang-hilangan, kadang mereka tak sengaja bertemu, tapi Vivi langsung pamit untuk pergi dengan alasan yang sama, ada urusan penting atau urusan dadakan atau lagi sibuk.

Bahkan mungkin Vivi tidak sadar jika selama itu Chika tidak mengenakan kalung pemberiannya. Karena terburu-buru jadi Vivi tidak mengamati leher polos Chika.

Chika juga tidak ambil pusing dengan sikap Vivi, walaupun ada bagian dalam hatinya yang meragukan sikap Vivi. Tapi ia mencoba kembali menaruh kepercayaan kepada Vivi.

Seperti saat ini, sepertinya keberuntungan berada di pihak Chika, atau mungkin karena ia mengenakan kalung setelah beberapa hari meninggalkan di kamarnya. Kali ini jadwal latihan mereka bertabrakan, jadi Chika berpikir jika ia bisa bertemu dengan Vivi kali ini.

Dan benar saja ia melihat Vivi sedang duduk bersandar di dinding dengan mata terpejam. Senyum terukir di wajahnya, ia menggenggam erat kalung lalu berjalan perlahan menghampiri kekasihnya.

Ia menahan tawanya saat melihat Vivi tertidur, telinganya juga menangkap dengkuran halus dari Vivi. Tanpa sengaja ia melihat kantung hitam di bawah kedua mata Vivi. Ia bertanya-tanya apakah selama ini Vivi tidur dengan cukup?

Telunjuknya terangkat dan menusuk-nusuk pipi Vivi. Tubuh Vivi menggeliat, sepertinya ia terusik dengan aksi Chika. Vivi menepis lembut telunjuk Chika, ia menolehkan kepalanya ke samping kiri, menjauhkan wajahnya dari sasaran telunjuk Chika.

Merasa belum puas mengganggu kekasihnya, Chika berpindah ke samping kiri. Ia kembali menusukkan telunjuknya ke pipi kiri Vivi. Ia menahan tawanya saat mulut Vivi sedikit terbuka. Untung saja Vivi kalau tertidur ileran.

"Kak, bangun." ucap Chika dengan nada sangat lembut. Ia merubah gerakannya menjadi mengusap pipi Vivi dengan penuh kasih sayang.

Tidak ada gerakan dari Vivi, malah Vivi terlihat sangat nyaman dengan sentuhan lembut Chika.

"Kak, bangun. Emang gak pegel tidur kek gini?" Chika menepuk pelan pipi Vivi, namun Vivi tak kunjung membuka matanya.

"Siram aja pake air biar langsung bangun." celetuk Aiko yang tiba-tiba duduk tak jauh dari mereka.

Dey yang duduk disamping Aiko hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. "Ceburin ke kolam aja sekalian."

Chika menoleh ke samping, melihat Aiko dan Dey yang sama-sama tertawa. Ia menggelengkan kepalanya, mana tega ia melakukan hal itu terhadap orang yang dicintainya?

Perlahan kelopak mata Vivi terbuka, mungkin ia terganggu dengan gelak tawa Dey dan Aiko. Ia menoleh ke samping dan melihat Chika berada di sampingnya. Ia merubah posisi duduknya menjadi senyaman mungkin, menggosok kedua matanya.

"Chika," ucapnya dengan nada parau.

"Akhirnya bangun juga," Chika bersila di samping Vivi.

Vivi menguap, sepertinya ia masih merasa mengantuk. Tidur beberapa menit belum bisa menghilangkan rasa kantuknya yang sangat parah.

"Udah lama?" Chika menggeleng pelan, ia membuka tasnya, mengeluarkan kotak makannya. "Udah makan?"

"Belom, tadi buru-buru kesini."

Chika membuka kotak makannya dan memberikan kepada Vivi. "Untung aku bawa bekel, gimana kalo aku gak bawa bekel?"

"Aku tau kamu bakal bawa bekel buat aku." ucap Vivi sambil tersenyum.

Hal ini mengingatkan Chika pada hari dimana bekal yang ia buat bersama mamahnya akhirnya dihabiskan oleh Aya. Yang penting sekarang bekal yang ia bawa dimakan oleh Vivi.

"Gak usah minta aku buat nyuapin kamu." ucap Chika cepat saat melihat Vivi membuka mulut. Ia tau Vivi akan bersikap manja kepadanya, karena itu yang selalu Vivi tunjukan kepadanya, manja.

PulseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang