"Chika," Vivi menghampiri Chika yang sedang duduk bersandar sambil memegang kipas portabel di tangan kanan. Chika menoleh, tersenyum, tangannya melambai.
Vivi duduk bersimpuh di depan Chika, wajahnya menampilkan senyum paling indah yang pernah ia punya. Chika ikut tersenyum, tangannya yang membawa kipas portabel diarahkan ke wajah Vivi yang terlihat gerah.
"Kenapa senyum-senyum," Chika mengusap keringat yang menetes di pelipis kanan Vivi.
"Coba tebak aku bawa apa?" Vivi menyembunyikan kedua tangannya di belakang punggungnya. Chika mengerutkan keningnya, lalu tersenyum. "Botol aku kan, semalem mamah nyariin, trus aku bilang masih dibawa kak Vivi."
Senyum Vivi semakin lebar, ia mengarahkan kedua tangannya ke depan. Kedua bola mata Chika terbuka lebar-lebar melihat tangan Vivi memegang permen gulali dan botol miliknya. Langsung Chika memeluk tubuh Vivi dengan sangat erat.
"Makasih kak Vivi."
Vivi membalas pelukan Chika, mengusap bagian kepala Chika dengan lembut. Ia hanya mengangguk lalu tersenyum, hanya ini yang bisa ia lakukan untuk membuat Chika mempercayainya lagi.
"Kamu kapan belinya?" Chika membuka bungkus plastik gulali dengan perlahan. Vivi mengibaskan tangannya di wajah, ia merasa kegerahan, "Semalem, pulang latihan. Trus aku taruh ke kulkas, biar awet."
Chika memegang gulali itu dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya mengarahkan kipas portabel ke wajah Vivi. "Kamu kok keringetan banget sih? Pasti kesininya lari."
Vivi tertawa kecil, matanya terpejam menikmati hawa sejuk di wajahnya. "Soalnya aku udah kangen banget sama kamu."
"Padahal kemarin baru aja ketemu, cepet banget ya kangennya." tangan kiri Chika bergerak mengelilingi sekitar kepala Vivi.
"Emang kamu gak kangen aku?"
Chika menggeleng pelan lalu tersenyum, "Enggak lah, kan kamu sekarang disini. Aku gak pernah kangen kamu selama aku bisa liat kamu."
Vivi mengulum bibirnya, tangannya terangkat lalu menyelipkan anak rambut ke belakang telinga Chika. Perlahan tangannya turun ke pipi dan menyubit kedua pipi Chika dengan gemas.
"Pacarnya siapa sih, kok lucu banget."
Chika tertawa kecil, ia meletakkan kipas portabel ke lantai lalu melepaskan tangan Vivi dari pipinya.
"Badrun." jawab Chika.
"Uluh-uluh, pasti si Badrun bahagia banget punya pacar kek kamu." Vivi mengacak rambut Chika sebentar, lalu menarik tangannya kembali. "Kamu bahagia gak punya pacar kayak Badrun?"
Tangan Chika perlahan membenahi rambutnya, lalu menjatuhkan matanya pada Vivi. Ia mengangguk pelan, "Aku belum pernah sebahagia ini."
Vivi tersenyum lebar, "Manis banget, gulali aja kalah manis sama kamu."
"Kak Vivi suka gombal, pasti selirnya banyak."
Senyum Chika dan Vivi mendadak luntur, merek berdua menoleh ke seseorang yang berdiri di belakang Vivi. Mereka membulatkan matanya lebar-lebar mengetahui siapa yang berbicara barusan.
Kristi berdiri di belakang mereka dengan tatapan yang sangat polos. Merasa tidak bersalah dengan ucapan polos yang baru saja ia lontarkan. Beberapa member yang berada disana langsung menoleh ke arah Kristi dengan tatapan tidak percaya, termasuk juga Beby yang duduk di sebelah Anin.
Bukan masalah kalimat yang diucapkan Kristi, tapi masalah bagaimana Kristi bisa mengucapkan kata yang seharusnya tidak diucapkan oleh anak seumur Yori, Kristi, Muthe dan seangkatan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulse
Romance"Aku gak pernah bisa nolak permintaanmu," cerita fanfict Vivi dan Chika. Ada Amel dan Ariel. Ara dan Fiony. Random, mau request siapa boleh Selagi ada bahan, kenapa tidak dieksekusi sekalian?