5 //Bayang-Bayang Hasrat

250 67 30
                                    

Pertama lahirlah rasa penasaran, kedua ingin cari tahu, ketiga kenalan dan setelah itu selalu menginginkan hal lebih. Itulah manusia. Yang tak pernah puas dengan apa yang ia miliki dalam hidupnya. Hingga ia menjalani hari-hari, hanya sekedar sibuk untuk memikirkan hal-hal yang belum ia dapatkan. Dan ia tidak pernah berpikir untuk menikmati hal yang sudah ia miliki saat ini.

•••

Bara masih tak sadarkan diri di kala guru kesehatan telah selesai merawatnya. Suasana UKS menjadi sangat hening. Anneta, Dimas dan Zara hanya bisa terdiam ketika guru itu berjalan meninggalkan ruangan yang dipenuhi obat-obatan itu.

"Dia masih nggak sadar. Tunggu saja, kalau dia belum sadar sampai bel sekolah bunyi, kalian cepet-cepet cari Ibu ya." Seorang guru berbicara sopan ke anak muridnya.

Mereka hanya bisa mengangguk sambil melihat guru itu berjalan pergi meninggalkan ruang UKS. Mereka terdiam. Apalagi Anneta yang sekarang sudah menggigit bibir bagian bawah dan mengusap-usap tangannya berkali-kali. Terlihat jelas bahwa gadis itu sedang ketakutan sekarang.

"Apa Bara selalu kayak gini?" tanya Anneta gemetar.

Zara menggeleng, "Bara nggak pernah pingsan sebelumnya, dan ini pertama kalinya dia pingsan gara-gara tadi lo nyentuh dia," ucap Zara pelan.

"Baru pertama kali tadi gue liat Bara kesakitan sampai nangis trus sekarang pingsan kayak gini," kata Dimas langsung.

Debas napas terdengar. Anneta tak kuasa membayangkan jika Bara terus terbaring dalam kondisi lemah seperti ini. Tanpa disadari, tangan Anneta sekarang mengepal kuat. Seperti ada sesuatu yang mengusik batinnya. Ia tahu semua ini adalah ulahnya. Ia tahu Bara menjadi seperti ini karenanya.

Anneta melirik jarum jam. Sebentar lagi bel pulang sekolah akan berbunyi. Entah sampai kapan cowok itu akan terbangun dari alam bawah sadarnya.

"Bangun Bar," lirih Anneta ketika cowok itu masih terlelap. Diambilnya kain hangat yang menutup dahi Bara, kemudian mengompresnya kembali.

"Hmm.. Jangan!"

Anneta mengernyit, memperhatikan wajah Bara. Jika tadi wajah oval itu tampak tenang, maka tidak dengan sekarang. Bara mulai terlihat panik, dahinya mengernyit dan matanya mulai terpejam erat, sambil mengucapkan sesuatu yang tentu saja Anneta tidak tahu untuk siapa.

Anneta mengguncang tubuh Bara, "Bar? Bara? Sadar Bar."

"Jangan! Jangan bawa pergi hidup gue! Ke mana nyawa gue bakal lo bawa? Jangan bunuh gue kayak gini! Jangan!" teriak Bara dalam ketidaksadarannya.

Zara dan Dimas langsung mendekat. Dimas ikut mengguncang tubuh Bara, "Bara?! Sadar Bar! Nggak ada yang mau bunuh lo disini. Bangun Bar!"

"I... Ini Bara kenapa?!" tanya Zara kepanikan.

"Sadar Bar, sadar!" Anneta mengguncang tubuh cowok itu.

Bara membulatkan mata, cowok itu menghembuskan napas yang tersengal-sengal. Bola matanya bergerak tak beraturan. Tubuhnya juga bergemetar hebat, hingga buliran keringat dingin mulai tampak di sekitar dahinya.

Cowok itu duduk lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Dapat ia lihat Dimas, Zara dan tentu saja Anneta yang kini sedang menatapnya kembali. Lagi-lagi ia merasakan sensasi menusuk di sekujur tubuhnya. Nyeri hingga ke sumsum tulang yang tak dapat tertahankan. Bara memegang kepalanya. Rasa sakit itu kembali muncul bagaikan menyengat otaknya tiba-tiba.

"Aarrgghh!!" Bara meringis sembari memegang kepalanya. Nyeri di kepalanya itu benar-benar seperti jatuh dari ketinggian lalu terbentur ke tanah dengan keras.

Lintang Waktu ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang