13 // Berhenti

212 64 19
                                    

Jika cinta hanya bertepuk sebelah tangan, bukankah lebih baik jika berhenti?

•••

Selama jam pelajaran, Bara hanya terdiam. Mungkin cowok itu masih kesal melihat kedekatan Anneta dengan Keenan tadi. Entahlah, Anneta sampai dibuat kebingungan sendiri olehnya.

Hari ini pelajaran matematika. Pak Budi menerangkan pelajaran itu dengan detail hingga semua murid menjadi lebih tidak mengerti.

"Oke anak-anak, sebelum pulang, Bapak mau kasih satu pertanyaan." Pak Budi meletakkan spidolnya di atas meja. "Kalian tau nggak kenapa dua bilangan yang sama, kalau dibagi hasilnya satu?"

Semua murid mengernyit heran dengan pertanyaan Pak Budi. Kenapa tidak nyambung dengan pelajaran sama sekali? Tadi ia menerangkan dengan sangat rumit, tapi sekarang malah menanyakan hasil bagi dari kedua bilangan yang sama. Ini sebenarnya pelajaran SMA ataukah pelajaran TK?

"Ya, karena emang dari sono-nya, Pak," balas Dimas asal.

Pak Budi nyengir, "Eits anda salah Ferguso! Tau nggak kenapa?"

"Nggak," balas semua murid serempak.

"Emangnya apa Pak?" Kini Angga bertanya.

"Karena kalau jodoh, pasti akan bersatu! Hahahaha...." Pak Budi tertawa sendiri. Suara tawa itu bahkan menggelegar ke seluruh penjuru ruangan kelas.

"Garing," gumam Zara kecil.

Pak Budi langsung terdiam karena melihat anak muridnya tak ada yang tertarik dengan lelucon yang sengaja ia buat. Semua murid menampilkan wajah kebingungan, ada juga yang geleng-geleng tak jelas. "Ini Bapaknya guru atau apa, ya?" gumam Dimas kecil.

Sudahlah, anak murid kelas 11 IPA 2 memang sedikit kaku. Atau mungkin memang leluconnya yang garing?

Pak Budi berdengus, "Ketawa dikit, kek! Hargai dong usaha Bapak bikin lelucon biar kalian nggak tegang."

Serempak semua murid langsung tertawa. Tertawa menghargai usaha Pak Budi yang sangat renyah bagaikan keripik kentang.

"Lucu banget, Pak!" teriak Berta langsung.

"Mantap!"

"Iya, Pak! Sepanjang pelajaran, kasi guyonan aja trus jangan belajar." Kini Angga membuka suara.

"Ngakak, Pak. Hebat banget sih bikin lelucon. Salut!"

"Sudahlah! Kalian telat, mending Bapak kasih kalian tugas aja." Pak Budi langsung menuju mejanya. "Kerjakan semua soal di buku paket untuk bab ini. Kerjakan berkelompok, setiap kelompok harus ada empat orang. Nanti setiap kelompok, Bapak pilih satu orang buat maju. Untuk anggota kelompoknya, terserah kalian aja, biar Bapak nggak pusing."

"Bara! Gue satu kelompok sama lo!" teriak Dimas dari bangku sebelah.

"Ikut!" Zara menunjukkan jarinya.

"Ikut!" seru Anneta.

Bara hanya menghembuskan napasnya. Mau bagaimanapun, hanya mereka yang mau mengerjakan tugas satu kelompok dengannya. Ia melihat murid lain sudah menyebar memilih kelompok mereka masing-masing.

Bara mengangguk, "Oke."

"Yess...," ucap Anneta, Dimas dan Zara serempak.

"Kalau besok dikumpul, berarti bikinnya harus pulang sekolah ini dong?" tanya Zara.

"Kita bikin di rumah siapa?" tanya Anneta sambil mengedarkan pandangannya ke arah Dimas, Zara dan tentu saja Bara.

"Rumah Bara gimana? Gue belum pernah seumur hidup dateng ke rumah anak sultan," ujar Dimas langsung.

Lintang Waktu ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang