25 // Kabar Menyakitkan

335 67 83
                                    

Sekuat dan setegar apa pun hati, pasti akan hancur ketika kabar menyakitkan datang. Tak semudah itu untuk memendam luka. Ada rasa sakit yang harus dirasakan, penderitaan yang harus dijalani, dan ada hal yang harus dikorbankan.

•••

Seminggu kemudian...

Senja telah tiba, di kala cakrawala merubah dirinya menjadi merah. Setelah sempat beristirahat di rumah, Bara kembali pergi ke rumah sakit. Perasaannya sangat bahagia, apalagi mengingat besok adalah hari ulang tahunnya. Dia ingin sekali menemui Anneta saat ini.

Bara berjalan dengan sebuket bunga untuk Anneta. Banyak hal yang dia ingin ceritakan pada sahabat sekaligus cinta pertamanya itu. Bara sampai di depan kamar rumah sakit, ia memegang pegangan pintu lalu membukanya.

Sepi dan hening. Tak ada siapa pun di dalam sana. Bara berjalan masuk ke dalam untuk memastikan, tapi ia tidak menemukan siapa pun. Jantung Bara berdetak tak menentu, di mana Anneta? Kenapa tak ada siapa pun di dalam sana? Ada apa ini?

Bara keluar dengan gelisah, dia bertanya kepada salah satu suster yang kebetulan lewat. Bara menghentikannya, "Permisi. Pasien yang ada di sini, ke mana ya?" tanya Bara ragu-ragu sembari menunjuk kamar tempat Anneta menginap selama seminggu.

"Oh, atas nama Anneta, ya?" tanya suster itu.

Bara mengangguk, "Iya, dia pindah ruangan? Atau ke ICU?"

"Tadi pasien yang ada di kamar ini telah pulang," balas suster itu.

Tunggu, pulang? Apa pulang ke rumah maksudnya? Mengapa Anneta tidak memberi kabar bahwa ia sudah diperbolehkan untuk pulang?

Bara menghela napasnya lalu mengangguk, "Baik, terima kasih."

Cowok itu segera pergi dari rumah sakit. Dia masuk ke dalam mobil, kemudian melajukan mobilnya ke rumah Anneta. Perasaannya kini tambah senang, apalagi ketika mengetahui Anneta telah sembuh dan diperbolehkan pulang. Bara hanya senyam-senyum sendiri di dalam mobil. Cowok itu tak tahu bagaimana cara mengungkapkan rasa bahagia ini.

Setelah beberapa menit di perjalanan, Bara menghentikan mobilnya tepat di depan rumah Anneta. Cowok itu melepas sabuk pengaman kemudian keluar dari mobil.

Bara menghela napasnya, ia telah berada di depan pintu rumah Anneta. Cowok itu tersenyum, ia tidak sabar ingin menemui Anneta.

Tokk... Tokk.. Tokk

Bara mengetuk pintu dari depan, "Permisi..."

Tak ada jawaban. Bara kembali mengetuk pintu itu, "Ann? Tante? Ini Amar..."

Masih tak ada jawaban. Rumah itu sangat sepi, bahkan tak ada kendaraan apa pun yang terparkir di garasi rumah. Apa benar mereka telah pulang?

Drrtt... Drrtt... Drrtt...

Tiba-tiba ponsel Bara berdering. Nama Keenan tertera di layar ponselnya. Tanpa basa-basi, Bara langsung mengangkat telepon itu.

"Halo? Iya, Nan? Kenapa?" tanya Bara.

"Bar..."

Suara Keenan terdengar sangat lirih. Ada apa dengan cowok itu? Bara mengernyit heran, "Iya? Lo kenapa?"

"Bar, lo di mana?"

"Gue lagi di depan rumahnya Ann. Tapi nggak ada orang di sini."

"Bar..."

Suara Keenan terdengar semakin lirih, sesekali isakkan terdengar. "Lo kenapa?"

"Gue nggak tau harus ngomong kayak gimana."

Lintang Waktu ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang