18 // Bersamamu

210 64 14
                                    

Bersamamu, membuat hariku menjadi lebih indah dan berwarna. Bersamamu, membuatku lupa akan segala duka. Hanya pada dirimu, kutemukan kenyamanan.

•••

Bara mengajak Anneta masuk ke dalam rumahnya. Perasaan senang, bahagia, haru dan rindu bercampur aduk menjadi satu. Cowok itu sudah tidak sabar lagi untuk memberi tahu tentang hal ini kepada keluarganya. Di ruang tamu kebetulan Dharma, Angel dan Laras sedang bersantai sembari menikmati acara televisi.

"Ma, Pa," panggil Bara langsung.

Keduanya menoleh. Raut wajah Bara yang tampak bahagia dan cerah, membuat mereka heran. Bara tidak pernah sebahagia ini selama tujuh tahun akhir. Apa yang membuatnya begitu ceria saat ini?

"Bara?" tanya Angel. "Kamu kenapa? Bahagia banget kayaknya."

Pandangan mereka teralih ke arah Anneta. Gadis yang sudah berdiri sejak tadi di sebelah Bara.

"Oohh ini cewek kamu, Bar?" tanya pria paruh baya itu menggoda. "Cakep juga."

"Bara udah inget semuanya," ucap Bara tiba-tiba.

Semua orang melotot tak percaya. Mereka melihat ke arah Bara dengan ekspresi terkejut.

"Apa?" tanya Laras langsung.

"Bara itu Amar, kan?" tanya Bara sedikit pelan.

Mereka bertiga seketika berdiri. Angel menutup mulutnya lantaran terkejut mendengar pengakuan Bara. Begitu juga dengan Dharma yang seketika meneteskan air mata haru.

Pria paruh baya itu paling pertama mendekat, lalu memeluk putranya. "Akhirnya kamu bisa inget, sayang." Dharma mengelus rambut Bara.

Anneta hanya tersenyum. Dia sangat bahagia melihat Bara yang sudah kembali pulih ingatannya. Apalagi melihat keluarga sahabatnya itu yang terlihat sangat bahagia dan terharu, sama seperti dirinya tadi.

Dharma melepas pelukannya, "Trus ini kamu bawa siapa? Calon mantu?"

Bara tersenyum. Cowok itu meraih tangan Anneta, "Tebak dia siapa."

"Cewek," balas Laras asal seraya tertawa kecil. Bara menggelengkan kepalanya samar kemudian mengalihkan pandangan ke arah lain.

Angel melihat gadis itu intens, sepertinya ia pernah melihatnya entah di mana. Pandangannya terfokus pada kalung liontin yang Anneta kenakan, Angel dapat langsung menebaknya.

"Anneta?" tanya Angel memastikan. Anneta mengangguk kemudian melebarkan senyumannya.

"Oohh Anneta? Pantesan kakak ngerasa kayak pernah liat," ujar Laras tiba-tiba.

Angel datang menghampirinya, "Kamu makin gede, makin cantik," ujar perempuan paruh baya itu kemudian mendekapnya.

Anneta tersenyum, "Tante apa kabar?"

"Baik sayang. Kamu tinggal di mana selama ini? Itu Amar sampai ngamuk-ngamuk kamu pergi, tau nggak?" Angel terkekeh, membuat Bara malu sendiri.

"Ann tinggal nggak jauh dari sini. Satu kelas sama Amar trus sebangku." Anneta menampilkan senyumannya. "Oh iya, Amar kenapa berubah nama jadi Bara?" tanya Anneta.

Dharma menghela napasnya, "Dulu waktu dia hilang ingatan, dokter menyarankan buat nyebut dia dengan nama lain. Biar otaknya nggak dipaksa berpikir keras dulu, karena nama Amar banyak sekali kenangannya. Termasuk sama kamu, makanya kami semua manggil dia pakai nama Bara."

"Jadi sekarang, Ann manggilnya Bara atau Amar?" tanya Anneta.

Bara tertawa, "Apa aja boleh. Mau Amar kek, mau Bara kek, sama aja. Gitu doang kok diribetin?" Bara meraih tangan Anneta, "Kita mau jalan-jalan dulu, ya." ucap Bara berpamitan dengan keluarganya.

Lintang Waktu ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang